(PERINGATAN, PART INI MENGANDUNG KEKERASAN!)
.
.
.
.
."Oaaa! Oaaa!!"
"Sssut... Kamu harus tenang..."
Bayi itu tetap menangis sekalipun sudah diberi susu. Nahasnya, susu dalam botol harus habis disaat tangisan dari bayi itu tak kunjung berhenti.
"Hiks.. Jangan nangis..."
"Oaaa!"
Kriet...
Gadis kecil yang menggendong bayi itu terkejut saat bagasi di belakang terdengar terbuka. Ia membalikkan tubuhnya, melihat orang itu yang memasukkan dua karung berisi sesuatu ke dalam bagasi itu. "Bapak, itu apa?" Tanyanya pelan dengan raut wajah ketakutan.
"Orang tua dia!" Jawabnya lalu menutup bagasi dengan kencang.
Brak!
Gadis itu memejamkan matanya karena terkejut. Ia kembali menghadap depan, memeluk bayi yang tengah digendongnya dengan erat. "Hiks, hiks..." Tangisnya keluar lagi.
Brak!
Orang itu masuk ke dalam mobil dan mulai melajukannya, meninggalkan rumah itu.
"Bapak... Bayinya nangis terus..."
"Buang aja kalo gak becus jagain!"
Tubuh gadis itu bergetar, kembali memeluk bayi itu dengan erat. Ia tahu apa yang terjadi. Ia tahu apa yang telah ayahnya lakukan. Ia tahu. Sangat tahu. Tapi, tak ada yang bisa dilakukan oleh gadis kecil berumur 9 tahun seperti dirinya selain diam.
...
Beberapa puluh menit kemudian, mereka tiba di sebuah rumah kosong yang cukup jauh dari rumah lainnya. Dengan keadaan langit yang sudah gelap, sedikit menambah kesan horror dari tempat itu.
Sebelum keluar dari mobilnya, orang itu menoleh pada sang anak, menatapnya tajam namun dingin. "Kamu tinggal di sana sama mereka, Bapak mau pergi."
"S-siapa? Mereka siapa?"
"Kamu, bayi itu, sama orang tuanya! Di rumah itu! Cepet turun! Nanti bapak yang bawa orang tua anak itu ke dalem. Kamu masuk duluan! Nih kuncinya!."
"B-bapak mau kemana??"
"Bukan urusan kamu! Nanti sesekali Bapak ke sini buat kasih makan. Sekarang, cepet turun!"
Gadis itu menurut dan turun dari mobil. Ia berjalan pelan menuju rumah tersebut dan masuk ke dalamnya.
Tak berselang lama, sang ayah pun masuk sembari membawa karung berisi dua manusia itu. "Bapak pergi dulu. Kamu harus diem, jangan bilang siapa-siapa. Orang tua ini, kamu yang urus. Simpen dia di tempat yang tersembunyi. Ngerti gak?"
Ia mengangguk dengan ketakutan, "Ini rumah yang gak ada pemiliknya, jadi kamu gak perlu khawatir ada yang nagih biaya sewa." Pria itu pun hendak melangkah keluar rumah, namun urung saat sang anak menahan tangannya. "Apa lagi??"
"Bayinya haus... Nanti kalo tengah malem nangis lagi gimana?"
"Ck! Suruh Bapak buang, kamu gak mau! Susuin aja tuh dari asi ibunya! Siapa tau masih ada. Udah, ya! Jangan cari Bapak! Kalo uang kamu habis dan Bapak belum kasih, cari uang sendiri!"
Ia pun mengangguk dan membiarkan sang ayah pergi dengan mobilnya, meninggalkan dirinya di rumah kosong ini.
Kepalanya menunduk, menatap bayi yang sekarang sudah tertidur. Lalu, pandangannya beralih menatap dua karung dengan bercak darah di sana. Air matanya kembali turun. Ia memang sayang pada ayahnya, tapi ia menyesal menjadi anak dari pria itu. Ia tak suka kehidupannya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ending My End
Novela Juvenil(Completed) Mereka menyebutnya gadis yang cantik, baik, sopan dan penyayang. Mungkin memang benar. Tapi, ada satu fakta yang tidak mereka ketahui. Entah dengan atau tanpa alasan, diam-diam dirinya sering melakukan hal yang membuat seseorang kehilang...