"Cantik?? Mana ada cowok cantik, Feb... Kecuali pake makeup."
"Beneran, Papa aku cantik."
"Aku gak ngerti... Papa kamu kayak banci apa gimana?"
Mendengar itu, tawa Feby pun pecah. "Makanya, lebih baik malem ini kamu nginep di rumah aku aja. Sekalian, kamu juga ketemu dia. Atau mungkin, kamu mau belajar masak lagi sama mama juga boleh."
Eirlys seperti menimang-nimang. Sebelumnya, ia tak pernah menginap di rumah orang lain, bahkan Claudine dan Odelia sahabatnya sekalipun. Sedari dulu, dirinya selalu bermalam di rumahya sendiri, benar-benar tak pernah menginap di rumah siapapun. Selain karena tak berminat, ia juga sedikit khawatir jika tiba-tiba ada maling masuk ke dalam rumahhya saat rumah itu kosong.
Tapi, jikalau benar ada maling sekalipun, bukannya lebih bahaya jika ia tinggal sendiri di sini? Memangnya gadis itu bisa melawan seorang maling yang rata-rata memiliki gerakan lincah dan tubuh yang kuat? Eirlys rasa tidak.
Lagipula, malam ini dia memang merasa sedikit tidak tenang jika harus sendiri. Sepertinya, bayang-bayang tentang orang yang mengancamnya tempo hari, terus membuatnya jadi sedikit parno.
"Yaudah deh, aku nginep di rumah kamu malem ini."
Feby tersenyum lebar. Gadis itu mengambil sepedanya, lalu menepuk jok kecil di bagian belakang itu. "Ayo!"
"Bentar, atuh. Aku belum kunci pintu."
"Oh iya. Gih, kunci dulu."
Eirlys tersenyum, kemudian mengunci pintu rumahnya dan memastikan rumah itu sudah layak ditinggal walau hanya satu malam.
****
"Eh, liat deh, di depan sana ada yang jual jagung bakar. Kamu mau beli, gak?"
Eirlys menggeleng, "Aku gak bawa uang."
Alasan seperti itu, tak membuat Feby mengurungkan niatnya untuk membeli jagung bakar tersebut. Pasalnya, hidung gadis itu sudah mencium aroma mentega yang menggiurkan dari jagung yang tengah dibakar.
Mereka pun berhenti, lalu Feby segera memesan dua jagung.
"Feby, aku gak bawa uangggg."
"Aku bawa."
"Ya kamu aja yang beli kalo gitu."
"Kamu juga harus makan." Feby kembali menatap jagung-jagung di depannya. "Sini deh, cium aromanya." Gadis itu menarik Eirlys yang masih berdiri di dekat sepeda agar mendekatinya yang tengah berdiri di depan pemanggang jagung.
Eirlys menghirup dalam-dalam aroma sedap itu, lalu tersenyum. "Enak wanginya."
Setelah matang, penjual pun memberikan jagung tersebut pada kedua gadis itu. Mereka duduk pada kursi yang tersedia sembari menyantap jagungnya.
"Akh!"
Feby melotot, "Kenapaa???"
"Panas..."
Gadis itu tersenyum. "Pelan-pelan makannya. Tiup dulu dikit, jangan langsung digigit. Kamu kan tadi liat jagungnya baru dibakar."
Eirlys mengerucutkan bibirnya, lalu kembali memakan jagung dengan lebih hati-hati. "Vibes-nya kayak lagi camping."
"Hahaha, iya juga, ya. Kurang api unggun aja, plus di sini banyak kendaraan."
"Iya, hahaha!"
"Kamu pernah camping?"
Eirlys menggeleng sembari menggigit jagungnya dengan lucu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ending My End
Teen Fiction(Completed) Mereka menyebutnya gadis yang cantik, baik, sopan dan penyayang. Mungkin memang benar. Tapi, ada satu fakta yang tidak mereka ketahui. Entah dengan atau tanpa alasan, diam-diam dirinya sering melakukan hal yang membuat seseorang kehilang...