"Masa sih??? Engga deh kayaknya..." Salwa mengibaskan tangan saat mendengar ucapan kekasihnya.
Rhea berdecak, "Beneran, ih! Coba deh kamu perhatiin, mereka tuh deket banget!"
"Ya siapa tau cuma temenan. Kan dulu juga kita gitu." Wanita itu kembali menonton TV di depannya.
"Iya, dulu kita gitu. Mereka juga kayaknya gitu. Sekarang deket karena temenan, tapi nanti, mungkin takdirnya kayak kita."
Sontak Salwa kembali menoleh pada Rhea.
"Kenapa? Kalo misal Feby sama Eirlys beneran punya hubungan, kamu gak setuju?"
Gadis itu menggeleng, "Bukan gituuu. Tapi kalo misal mereka kayak apa yang kamu bilang, apa... mereka bakal ngalamin kesulitan kayak apa yang kita alamin dulu?"
"Ya jangan dong kalo itu!"
"Kan kamu yang bilang kalo takdir mereka bakal kayak kita."
Rhea menghembuskan nafasnya dan berusaha untuk tidak gemas pada kekasihnya, "Takdir buat bersama, bukan takdir buat ngalamin hal yang sama. Kalo iya mereka ditakdirin bersama, aku harap mereka gak bakal ngalamin apa yang sama kayak kita dulu. Waktu itu terlalu rumit dan cukup bikin banyak pihak sakit hati. Gak mudah buat akhirnya kita bisa bersama kayak gini dan jangan sampe mereka ngalamin kesusahan itu juga. Kita doain aja semuanya lancar."
Salwa pun tersenyum, "Okay, if you say so." Gadis itu pun menyandarkan kepalanya pada pundak Rhea dan mereka kembali menonton acara yang tengah ditayangkan pada layar TV itu. "Makin banyak ya kasus pembunuhan. Setiap tengah malem gini, pasti ada aja berita kilas yang nunjukin korban baru lagi."
Rhea mengangguk, "Aku sebenernya jadi khawatir. Kadang aku ngerasa was-was kalo lagi kerja, takut kamu sama Feby kenapa-napa. Alhasil, kerja aku jadi gak fokus."
Salwa menegakkan kepalanya, menatap wanitanya itu dengan tatapan menenangkan, "Kamu jangan terlalu mikirin ini. Jangan sampe kerjaan kamu terhambat gara-gara ini. Kamu harus yakin, kalo aku sama Feby bakal baik-baik aja."
Lagi, Rhea pun mengangguk, "Okay, if you say so, hahaha!"
"Hahaha ngikutin, ih!"
Kembali pada suasana kamar seorang gadis SMA. Mereka berdua masih fokus mengerjakan tugas milik sang empunya kamar, sampai akhirnya tugas itu pun selesai tepat di jam 12.45 PM.
"Hah~ Selesai juga..." Feby menghela nafas lega sembari meletakkan pensilnya di atas meja. "Makasih, ya, Lys." Ucapnya seraya menatap gadis yang duduk di sampingnya itu.
"Iyaaa! Kalo gitu, ayo kita tidur, ini udah malem."
Feby mengangguk lalu mereka pun menaiki ranjang dan merebahkan tubuhnya masing-masing. Keduanya menatap langit-langit kamar dalam diam. Rasa kantuk seolah hilang saat tubuh mereka sudah menempel pada ranjang ini. Padahal, saat mengerjakan tugas tadi, mereka sama-sama menguap karena mengantuk.
"Feby."
"Ya?"
"Itu di langit-langit kayak ada garis potongan gitu. Apa itu bisa dibuka?"
Feby membulatkan matanya, "Um, itu... kamar aku kadang bocor pas hujan. Jadi, kalo mau dibenerin harus dibuka."
"Owh..." Untunglah gadis itu percaya. Bahaya sekali jika dia mengetahui bahwa di atas sana adalah tempat Feby untuk keluar dari rumahnya saat malam tiba.
"Tidur, Lys, udah malem."
"Kamu juga."
"Iya."
Namun, keduanya tetap tidak memejamkan mata sedikitpun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ending My End
Teen Fiction(Completed) Mereka menyebutnya gadis yang cantik, baik, sopan dan penyayang. Mungkin memang benar. Tapi, ada satu fakta yang tidak mereka ketahui. Entah dengan atau tanpa alasan, diam-diam dirinya sering melakukan hal yang membuat seseorang kehilang...