Lama penyewaan vila pun ditambah oleh Yusuf untuk bisa dirinya memanjakan Ila, istrinya. Waktu berdua tidaklah dilenakan percuma. Yusuf terus dan ingin sesering mungkin melabuhkan cintanya pada Ila.
"Tidak ada kata bosan," kata Yusuf saat Ila mempertanyakan kenapa dirinya terus ingin berdua dan bercinta.
Ila pun menyampaikan kabar pada bapaknya dan pada Tanjung bahwa dirinya sudah menikah dengan Yusuf.
Saat itulah Tanjung mengaku bahwa dirinyalah yang sebenarnya mengatur pertemuan Ila dengan Yusuf.
Tanjung menceritakan asal mula dia mengenal Yusuf. Yusuf dikenalnya sewaktu di tempat perjudian. Akhirnya Tanjung semakin akrab dan sering keluar untuk bersenang-senang bersama yang tentunya adalah pergi ke tempat-tempat hiburan malam.
Mabuk-mabukan, berjudi, bahkan sampai mencicipi sabu-sabu, merupakan kegiatan sehari-hari karena pada saat itu Yusuf sedang stres sebab masalah dalam rumahtangganya. Tanjung dimintai tolong oleh Yusuf untuk mencarikan wanita Indonesia yang mau dijadikan istri. Yusuf ingin menghibur dirinya dengan seorang wanita yang tidak lagi mau menghibur dirinya dengan minuman keras juga penghamburan uang yang tidak ada gunanya. Terjadilah transaksi antara Tanjung dan Yusuf; jika Tanjung dapat memberikan wanita Indonesia yang cocok, Tanjung akan mendapat imbalan dari Yusuf, yang pada akhirnya terciptalah perencanaan itu. Yaitu perencanaan pertemuan antara Yusuf dan Ila yang terjadi seolah-olah tidak ada unsur kesengajaan dalam masalah pokok tujuan Yusuf.Tanjung dengan lihai bicaranya, dia meminta maaf atas apa yang telah dilakukannya pada Ila. Ila mendengar permintaan maaf Tanjung yang memelas, akhirnya memaafkan atas apa yang telah dilakukannya. Mungkin saat itu Ila dalam keadaan yang terbahagiakan sehingga Ila dengan cukup mudah memaafkan perlakuan Tanjung yang sungguh tidak terduga.
Sudah satu Minggu Yusuf dan Ila tinggal bersama di vila Aisya. Ila kemudian membujuk Yusuf untuk mau kembali pulang, untuk mengurus restoran yang baru saja selesai dibangun. Tinggal menunggu peresmian yang sekaligus pembukaannya.
Yusuf pun mengikuti saran Ila. Ila mengajak Yusuf merembuk masalah persiapan pembukaan restoran di rumah saja. Karena dengan demikian akan lebih tenang dan lebih irit dalam pembiayaan tempat juga makan. Kalau lama-lama tinggal di vila, pastinya akan banyak pengeluaran biaya. Lebih baik dibuat tambahan modal daripada digunakan hanya untuk tidur dan makan. Begitu saran Ila yang mengawali peran dirinya dalam kehidupan Yusuf di bidang berbisnis.Setiba di rumah yang khusus dikontrakkan untuk Ila, Yusuf dan Ila mulai menjalani kehidupan rumahtangganya.
Memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan melayani Yusuf, Ila jalankan dengan baik. Saat itu Ila masih saja diperintahkan oleh Yusuf untuk tetap tinggal di rumah saja. Dan mereka sudah memberli rumah sendiri di daerah Perumahan Umum Mutiara Rini.Yusuf masih sendiri mengurus restoran-restorannya yang sudah berjalan dengan baik. Sering Ila mengutarakan keinginannya untuk bisa ikut membantu Yusuf. Namun Yusuf masih melarangnya dengan alasan bahwa Ila belum selayaknya bekerja. Masih dirasa kurang baik jika baru saja menikah langsung menyuruh istrinya bekerja keras. Dengan patuh Ila pun mengikuti saran Yusuf.
Hingga pada akhirnya saat akan dilaksanakan peresmian juga pembukaan restoran cabang milik Yusuf, Ila mendapatkan kesempatan untuk bisa bekerja membantu menangani restoran baru itu. Ila ditugaskan sebagai orang yang berperan utama di restoran itu. Sehingga pada waktu peresmian dan pembukaan restoran, Ila diijinkan hadir ke acara tersebut.
Di acara itu Ila mendapatkan hantaman batin. Senyumnya tetap ia usahakan berkibar bak bendera yang lembab karena dijatuhi hujan gerimis. Di acara itu Ila menyaksikan Yusuf mendaratkan kecupan bibirnya di kening seorang wanita setelah pemotongan pita berbunga sebagai simbol peresmian dan merupakan tanda dimulainya pembukaan restoran Yusuf yang diberi nama Restoran Mega itu.
Nama Restoran Mega itu terpampang indah dengan hiasan saat tirai yang menutupinya tersingkap manakala Yusuf bersama wanita di sampingnya menggunting pita berbunga yang telah disediakan sebagai pemicu.Ila menjauh dari kerumunan para undangan yang sedang bertepuk tangan bersama yang isyaratkan bahwa mereka ikut bersenang hati dan mendukung atas berdiri dan dibukanya Restoran Mega saat itu.
Ila merasa bukanlah termasuk orang penting dalam acara itu. Walau dirinya istri Yusuf, tapi dia tidak mendapat perhatian khusus dari Yusuf saat itu. Merasa terkucilkan lebih tepatnya yang Ila rasakan saat itu.
Saat acara makan-makan, Ila dikagetkan oleh kedatangan Yusuf bersama wanita berpakaian rapi dengan rok pendek, tidak mengenakan jilbab seperti halnya Ila saat itu. Hanya saja rambut wanita itu panjang hingga punggungnya.
"Perkenalkan, ia ni Ila yang mase tu ai ceritakan kat awak."
(Kenalkan, dialah Ila yang waktu lalu aku ceritakan padamu.) Yusuf memperkenalkan Ila pada wanita di sampingnya."Ooo. Ia keh, yang namenye Ila? Cantek juge,"
(Ooo. Dia ya, yang namanya Ila? Cantik juga,) sambil berkata menilai, wanita itu mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Ila yang tak bersuara."Perkenalkan, ia Fara."
(Kenalkan, dia Fara.) Yusuf juga memperkenalkan wanita di sampingnya dengan senyumnya yang sering berderma."Iye, Bang."
(Iya, Bang.) Jawab Ila singkat tidak ingin dihinggapi rasa cemburu yang berkelamaan karena dia tahu bagaimana tingkah laku dan cara bergaul orang-orang kota apalagi sekarang dia berada di negara asing yang pastinya memiliki adab yang berbeda dengan adab orang Indonesia.Ila anggap Fara adalah rekan bisnis suaminya sehingga Ila saat itu dapat kembangkan senyum ketika Farah mengajaknya mengobrol sejenak. Mereka pun kemudian berpisah dengan Yusuf tetap mendampingi Fara yang berkeliling ruangan restoran untuk melihat-lihat suasana di sana. Sedangkan Ila melanjutkan lagi minum jus anggurnya.
Ketika Ila menjumpai ada salah satu karyawan laki-laki melintas di depannya, Ila menyempatkan bertanya tentang Fara untuk menghilangkan rasa penasarannya pada Fara yang begitu sangat mendapatkan perhatian dari Yusuf.
"Eh, Bang. Nak tanye ni."
(Eh, Bang. Mau nanya, nih.) Ila mendekatkan dirinya pada karyawan yang berseragam warna oranye."Iye, Cik. Nak tanye pasal ape?"
(Iya, Kak. Mau nanya apa?) Sahut karyawan tersebut setelah menghentikan langkahnya."Pempoan yang kat Abang Yusuf tu siape?"
(Wanita yang bersama Abang Yusuf itu siapa?)"Ooo. Ia tu poan Fara."
(Ooo, dia itu Nyonya Fara.)"Iye saye tau namenye. Ape ia tu rekan bisnis Bang Yusuf? Ataukah kawan dekak? Ataukah ia tu investor yang nak kerjesame kat Bang Yusuf?"
(Iya kalau namanya saya tahu. Apa dia itu rekan bisnis Abang Yusuf? Atau mungkin teman dekat Atau mungkin dia itu investor yang ingin bekerjasama dengan Abang Yusuf?) Ila memperjelas pertanyaannya."Sat tadi saye dengar daripade kawan ni, poan Fara tu suri daripade Tuan Yusuf. Buat lebeh jelasnye saye tak tau. Kan saye karyawan baru kat sini, Cik."
(Tadi saya dengar dari teman sih, Nyonya Fara itu istri Pak Yusuf. Untuk lebih jelasnya saya tidak tahu. Kan saya karyawan baru di sini, Kak.) Jawab si karyawan yang lantas pergi ketika melihat Ila langsung terdiam mendengar pemberitahuannya.Ila terlihat lesu. Dirinya mulai merasa kecewa dengan statusnya sebagai istri Yusuf yang masih sekitar satu bulan. Dia merasa dibohongi oleh suaminya. Ingin berteriak dan memberontak di hadapan Yusuf, namun keinginan itu ia sumpat dan ia kekang di dalam batinnya. Ila tidak ingin semakin dipermalukan di banyak orang karena mengaku-ngaku sebagai istri Yusuf. Hanya saja Ila ingin cepat pulang dan berbicara empat mata dengan Yusuf untuk mempertanyakan kejelasan tentang Fara.
Sambil menekan rasa jengkel dan kekecewaannya, Ila menuju ke tempat kerjanya. Di sana Ila duduk dengan tatapan kosong ke ruangan restoran yang masih banyak para undangan peresmian.
Sedangkan Yusuf dan Fara sudah meninggalkan tempat tanpa berpamitan pada seluruh tamu undangan. Hanya pada sebagian tamu saja Yusuf berpamitan sedangkan pada Ila tidak.Saat masa pagi sudah berganti masa siang, para undangan pun berundur diri tanpa ada yang memberikan jabatan tangan sebagai tanda perpisahan.
Ila yang tetap gelisah dalam hatinya, tidak mau peduli dengan para undangan. Ila membengong (melamun), duduk di kursi kerjanya. Tidak ada karyawan yang berani datang dan membuyarkan ilusi metafisikanya. Hingga ruang restoran sepi orang, Ila masih saja membengong dengan dagu yang kini ia sanggah dengan tangan kirinya sedang di tangan kanannya menjepit bolpoin beralaskan buku jurnal yang dibuka pada halaman pertamanya yang masih kosong.Adzan Zuhur yang menyebar oleh pengeras suara di masjid yang tidak jauh berada dari Restoran Mega, membuat Ila terjaga dari terpakunya.
Dikernyitkan alisnya sehingga kulit dahinya terlihat berkerut-kerut. Kemudian barulah ia sadari bahwa ia baru tersadar dari lamunan yang menyedihkan.
BERSAMBUNG....
KAMU SEDANG MEMBACA
Menara - Menara Cinta
RomansaCerita tentang percintaan yang kompleks dan jarang terjadi dalam kehidupan. Seorang wanita desa yang tangguh bersama lika-liku kehidupannya menjadikan cerita ini seru karena undakan-undakan ataupun tangga-tangga susah-senangnya mampu dia lewati deng...