MEMBAYAR FASAKH

32 16 4
                                    

Pagi hari Zahid kembali pulang. Ila tetap menyambut dengan senyuman. Ila ingin Zahid sadar dengan semua kebaikan dan kesabaran yang diberikannya.

Setelah sarapan pagi, Zahid tidak banyak bicara. Dan datanglah kemudian Dea yang membuat Ila banyak terkaan tentang kedatangannya. Terjadilah bincang-bincang antara mereka yang kemudian Dea dengan berani menyampaikan keinginannya untuk menjadi istri muda Zahid.

"Dik, kamu jangan minta pendapat kakak. Kakak hanya bisa mengangguk jika Bang Zahid memang mau menikahimu," jawab Ila ketika mendapat permintaan dan pertanyaan Dea tentang keinginannya untuk menjadi istri muda Zahid.

"Tidak, Kak. Kak Ila lebih berhak. Karena walaupun Bang Zahid mau menikahiku tapi jika tidak mendapat ijin dari Kak Ila, Dea tidak mau. Dea telah banyak berhutang budi pada Kakak. Tapi Dea sangat berharap, Kakak mau memaafkan Dea dan Kakak juga mau memberikan sedikit kebahagiaan. Dea sangat ingin menjadi istri Bang Zahid."

"Cam mane, Bang? Saat nilah Abang yang punye keputusan kuat. Adik jadi suri Abang adaleh buat slalu boleh bahagiekan Abang. Saat ni terserah Abanglah. Bile Dea boleh jadi penyempurne kebahagiean Abang, adik kan setujui ape yang Dea nak. Ape Abang cinte juge sayangkan Dea?"
(Bagaimana, Bang? Sekarang Abanglah yang punya keputusan kuat. Adik menjadi istri Abang adalah untuk selalu bisa membahagiakan Abang. Sekarang terserah Abang. Jika Dea akan menjadi penyempurna kebahagiaan Abang, adik akan menyetujui keinginan Dea. Apakah Abang mencintai dan menyayangi Dea?) Tanya Ila pada Zahid yang banyak membisu. Dengan gemetar Ila menahan gemuruh perasaannya dan menahan airmata yang sudah berkaca-kaca di matanya.

"Jawablah, Bang! Supaye segalenye jalan dengan baek," (Ayo jawab, Bang! Biar semua berjalan dengan baik,) desak Ila menunggu Zahid yang membisu menghadapi permasalahan itu.

"Iye, Dik. Abang cinte dan sayangkan Eia. Abang juge nak kawenkannye sebab Abang berase silap bile tak nak tanggongjawab atas perbuatan abang kat Eia." (Iya, Dik. Abang cintai dan sayangi Eia. Abang juga ingin menikahinya karena Abang merasa bersalah jika tidak bertanggungjawab atas perbuatan Abang pada Eia.)

"Namon adik mohon, setelah Abang kawenkan Dea, Abang tak boleh tidor kat sini juge tak boleh bawe Dea diam kat rumah ni." (Tapi adik minta, setelah Abang menikahi Dea, Abang jangan tidur di sini juga jangan bawa Dea tinggal di rumah ini.)
Mendengar permintaan Ila, Zahid agak kaget yang kemudian melihat ke arah Dea yang tersenyum karena Dea sedikit banyak tahu bahwa Ila masih belum begitu rela jika dia dimadu.

"Lantas Abang nak diam kat mane, Dik?" (Lantas Abang mau tinggal di mana, Dik?)

"Tu terserah Abanglah. Abang kan dapek sewa hotel atao nak diamkan kat kontrakankeh, segalanye tu terserah Abang. Adik tak nak tau. Masa bodo," jawab Ila agak sinis. (Itu terserah Abang. Abang kan bisa tinggal di hotel atau tinggal di kontrakan, semua itu terserah Abang. Adik tidak mau tahu. Masa bodoh,)

"Sudehlah, Abang tak usah payah pusingkan rumah. Jadi, kapan Abang nak kawenkan Dea? Saat ni je, selagi Abang ade mase juge selagi Dea nak sangak kawen. Jom, kite pi kat penghulu!"
(Sudahlah, Abang tidak usah memikirkan tempat tinggal. Jadi, kapan Abang ingin menikahi Dea? Sekarang saja, mumpung Abang punya waktu dan mumpung Dea sedang kepingin banget menikah. Yuk, kita pergi ke penghulu!)

Mendengar saran dan ajakan Ila yang terdengar aneh, Zahid dan Dea saling berpandangan dan melepas senyum.

"Jomlah, selagi adik tak ubah pikeran!" (Ayolah, mumpung adik tidak berubah pikiran!) Ajak Ila sambil memberi sedikit ancaman. Sehingga saat mendengar ajakan Ila yang kedua, Zahid dan Dea bersegera bangkit dari duduknya mengikuti Ila yang sudah beranjak duluan dari tempat duduknya.

Menikahlah Zahid dengan Dea. Selama satu minggu Zahid tidak pulang ke rumah Ila. Zahid dan Dea tinggal di Hotel Wisma. Karena Ila merasa kasihan, kemudian Ila mencarikan rumah kontrakan untuk Zahid dan Dea.
Setelah dua bulan dari pernikahan, Zahid dan Dea sering bertengkar. Dea merasa iri karena Zahid mulai sering pulang ke Ila. Dea pun meminta dengan paksa pada Zahid agar dia juga diijinkan tinggal bersama di rumah Ila.
Karena Ila sudah mendapat paksaan dari Zahid, Ila pun mengijinkan Dea untuk tinggal satu rumah dengannya. Ila menyiapkan kamar untuk Dea.

Malam pertama Dea tinggal di rumah Ila berjalan dengan baik. Tapi malam kedua, Dea mulai marah-marah pada Zahid karena Zahid jarang tinggal sekamar dengannya. Akhirnya, Dea meminta pada Zahid dan Ila agar dirinya boleh tinggal bersama dalam kamar Ila. Karena Dea dan Zahid sering ribut bertengkar karena masalah keinginan Dea, Ila kemudian mengijinkan dengan berat hati untuk Dea tinggal sekamar dengannya.

Sungguh malam yang menyakitkan bagi Ila. Malam itu saat Ila gelisah, sulit tidur, Ila memutuskan untuk sholat malam. Saat Ila keluar kamar, dia diikuti oleh Zahid yang menginginkan agar Ila tetap tinggal di dalam kamarnya. Setelah dari kamar mandi, Ila langsung disuruh masuk lagi ke kamar dan kemudian pintu dikunci oleh Zahid.

Sungguh tidak tahu perasaan dan tidak tahu sopan-santun, Dea mengajak Zahid berhubungan intim saat Ila sedang sholat. Perasaan Ila saat sholat tidak karuan.
Dalam pikiran dan hatinya saat itu buyar kekhusyukannya mendengar desahan dan rintihan Dea ketika mendapati perlakuan Zahid. Hingga bertelanjangan dan persetubuhan mereka pun berlangsung. Saat itu Ila mempercepat bacaan sholatnya berharap untuk cepat sampai pada salam penutup sholat. Ila secepatnya beranjak dari sajadahnya dan menendang-nendang pintu yang membuat Zahid dan Dea kaget. Lantas dicarinya kunci yang disimpan Zahid, sudah ditemukan, Ila langsung keluar kamar dengan kemarahan yang amat sangat. Ila menangiskan diri di sofa hingga pagi bersinaran matahari, Ila bersendu. Ila tidak mau lagi memasak dan tidak lagi memberikan sambutan baik kepada Zahid dan Dea. Zahid yang meminta maaf, langsung mendapat tamparan Ila yang pertamakali didaratkan ke wajah Zahid.

"Bang, baru pertama ni adik sakiti Abang gunekan tangan adik. Dan ni adik lakukan sebab Abang dah melampao lakukan siksean baten kat adik."
(Bang, baru pertamakali ini adik menyakiti Abang dengan tangan adik. Dan ini adik lakukan karena Abang sudah sangat keterlaluan melakukan penyiksaan batin pada adik.)
Setelah menampar dan memarahi Zahid, Ila kemudian menemui Dea yang masih berada dalam kamarnya.

"Sekarang kamu pergi dari rumah ini! Aku sudah tidak ingin menganggapmu sebagai adik. Ternyata kamu adalah adik yang kurangajar! Tidak tahu dikasihani. Cepat keluar dari kamar ini dan pergi dari rumahku ini!" Ila membentak-bentak Dea yang saat itu dia masih tak berpakaian. Dengan bertutup selimut, Dea keluar dari kamar. Dia pun lantas pergi setelah berpakaian, diantar Zahid ke kosan Dea dulu.

Semenjak kejadian itu, Ila tidak lagi menghubungi Dea. Dan Zahid juga sudah tidak mau memperdulikan Ila. Zahid pergi ke Singapur dan lama tidak kembali.
Ila mendapat kabar bahwa Zahid sudah menceraikan Dea. Sedangkan Ila tidak mendapat cerai dari Zahid. Karena sudah satu tahun Ila ditinggalkan, Ila kemudian berusaha mengajukan perceraian ke Departemen Agama. Dengan mudah Ila membeli Fasakh itu karena semua surat nikah berada di tangannya.

Setelah Ila mendapat surat cerai yang sah dari Departemen Agama, Ila merasa bebas dan berani menjual mobil, rumah serta isinya yang merupakan pemberian Zahid.

Dengan membawa uang yang banyak, Ila berfoya-foya untuk menghibur dirinya.
Sedangkan Zahid merasa kehilangan Ila ketika dia mulai terpuruk di dalam kariernya.
Dia dipecat dari perusahaan tempat kerjanya karena telah menghilangkan uang perusahaan dalam jumlah besar. Akhirnya Zahid meninggal di Hotel Pelita karena sakit keras.
BERSAMBUNG....

Menara - Menara CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang