Ila yang ingin menghabiskan hari terakhirnya bersama kedua anaknya sebelum berangkat ke Malaysia, terlihat sibuk. Ila sibuk membahagiakan kedua anaknya. Ila sangat menginginkan anaknya mengingat saat-saat bersamanya sehingga kedua anaknya tetap merasa memiliki seorang ibu. Diajaknya Zahrra dan Angga rekreasi. Ila juga membelikan berbagai kebutuhan mereka dan sesuatu yang mereka inginkan saat itu. Hingga sore Ila baru pulang bersama kedua anaknya yang sudah terlihat lelah.
Ketika malam, Ila menunggu telepon dari Faruk. Karena malam itu adalah malam yang ditentukan oleh Faruk untuk memberikan keputusannya tentang ajakan Ila bekerja ke Malaysia.
Malam terus memekat tapi telepon Faruk belum juga ada. Hal itu membuat Ila tidak sabar menunggu. Sesekali Ila memiscall nomor handphone Faruk untuk memberi isyarat mengingatkan. Namun masih saja Faruk tidak memberikan respons. Dia tetap tidak meneleon ataupun mengirim pesan. Akhirnya Ila pun tertidur dengan kekesalannya terhadap Faruk.
Di penghujung malam barulah handphone Ila berdering. Hingga empat kali deringan barulah Ila menerima telepon dari Faruk."Maaf, Dik. Tadi aku sedang mencari uang tambahan, Dik." Kata Faruk langsung mengawali pembicaraan.
"Maksudnya uang tambahan buat apa Bang Faruk?" Tanya Ila yang tidak mengerti dengan maksud perkataan Faruk.
"Ya untuk uang saku dong, Dik. Kita kan akan bepergian jauh. Masak tidak mau bawa uang saku yang cukup."
"Lhoh, memangnya mau pergi ke mana Bang?" Tanya Ila ingin memastikan maksud jawaban Faruk.
"Adik ini bagaimana, sih...? Tadi siang katanya mau pergi ke Malaysia. Sekarang malah nanya mau pergi ke mana," tanya Faruk heran dengan pertanyaan Ila yang masih dengan suara parau.
"Ooo. Jadi, Bang Faruk bersedia untuk ikut kerja ke Malaysia. Begitu...?"
"Ya iyalah, Dik. Itu aku lakukan, kan demi kamu. Aku tidak ingin kita berjauhan lagi, Dik." Jawab Faruk merasa bangga dengan alasan yang diutarakannya.
"Baguslah kalau begitu. Karena aku sudah merencanakan untuk berangkat besok walaupun tanpa Bang Faruk. Jadi, besok aku tunggu Bang Faruk di rumah saja ya?"
"Apa...?! Besok sudah mau berangkat...?!" Faruk kaget dengan pemberitahuan Ila yang dirasanya sangat mendadak.
"Kan sudah aku bilang, temanku membutuhkan tenaga kerja secepatnya. Jadinya, kita jangan membuang-buang waktu."
"Kan kita belum buat paspor dan surat-surat lainnya, Dik."
"Itu masalah gampang. Sekarang langsung bisa membuat di dalam pesawat. Dengan akses internet semakin mempermudah urusan yang kita hadapi. Pokoknya besok aku tunggu di rumah sampai pukul sembilan pagi. Kalau Bang Faruk tidak datang, aku akan berangkat sendiri." Dengan memperserius nada perkataannya, Ila menakut-nakuti Faruk.
"Wah, berarti aku sekarang mesti lembur untuk berkemas-kemas dong. Untung saja tadi aku sudah sedikit memberitahukan pada bosku kalau aku akan segera minta ijin untuk berhenti kerja. Tadi aku kan sedang ngangkut-ngangkut kelapa sawit ke truk. Karena ada bosku, sekalian saja aku memberitahukan niatku untuk berhenti kerja. Tampaknya dia merasa kecewa dengan permintaanku itu. Tapi dia mengijinkan setelah aku memberitahu alasanku berhenti kerja darinya."
"Aku tidak mau tahu itu. Yang penting besok pagi kalau Bang Faruk mau ikut, datanglah tepat pada waktunya. Jika tidak, Bang Faruk tahu sendiri akibatnya." Kata Ila tampak terdengar egois. Namun sebenarnya dalam hati Ila tertawa dengan rencana yang dijalankannya berjalan dengan baik sesuai keinginannya yang dia rasa saat itu sudah berhasil. Padahal, tanpa Faruk ikut serta, Ila tidak akan berangkat. Itu karena Ila merasa tidak begitu berguna lagi bagi Fara jika Ila tetap berangkat menemui Fara tanpa Faruk. Karena Ila tahu, tujuan Fara memanggilnya ke Malaysia tak lain adalah untuk menghadirkan Faruk di hadapannya.
"Ya sudah, Dik. Aku mau berkemas dulu. Sampai ketemu besok."
"Iya, Bang." Jawab Ila dengan senyum mengekspresikan keberhasilan rencananya yang berjalan mulus.
Sedangkan Faruk sibuk berkemas dengan apa-apa yang dianggapnya perlu untuk dibawanya. Dengan tidak adanya kedua orangtuanya yang telah meninggal, membuat Faruk lebih bebas dalam mengatur rencana hidupnya. Tidak mempunyai banyak beban pikiran untuk meninggalkan Lampung. Yang dia pikirkan adalah cintanya pada Ila. Dia ingin terus mengejar Ila dan ingin menikahi Ila apa pun syaratnya. Dia akan tetap terus berusaha, itu janjinya.
Dan malam pun berlalu, berganti pagi. Saat itulah Faruk berdebar untuk memulai perjalanannya meninggalkan biliknya yang berjauhan dari bilik-bilik lainnya.
Dia pompakan nafasnya kuat-kuat untuk mendetakkan jantungnya yang tidak melemah dalam pengejarannya terhadap Ila yang dicintanya.Ila yang menunggu Faruk, tidak ada rasa cemas, karena Ila yakin bahwa Faruk pasti akan datang dan siap digiringnya menuju sarang yang telah disediakan di jauh sana.
Faruk pun datang lebih awal dari dugaan Ila. Sebelum Ila selesai berdandan, Faruk sudah datang dengan tas gendongnya yang tampak sesak, entah berisi apa.
Agak lama menunggu, sekitar setengah jam barulah Ila mengajak untuk berangkat yang tentunya sudah berpamitan pada ibu tirinya, tetangga, dan kedua anaknya yang belum tahu arti perpisahan.Terlihat di wajah Ila memerah dengan mata yang berkaca-kaca saat menciumi kedua anaknya. Tidak ingin berlama dirundung haru, Ila bersegera menegakkan semangat untuk menjalankan misinya. Rasa tak tega dihilangkannya. Yang ada rasa ingin membahagiakan; bahagiakan kedua anaknya dan sahabatnya yang menunggu penuh harap di Malaysia sana.
Digiringnya Faruk yang dia cinta pada Fara yang begitu membutuhkan cinta. Ila tidak peduli dengan cinta yang sudah dia hias untuk Faruk. Dia lebih rela menyaksikan Fara berbahagia dengan kesembuhan jiwa kewanitaannya oleh Faruk.
Dengan pesawat dari Bandara Branti menuju Bandara Soekarno-Hatta yang kemudian berganti pesawat menuju Bandara Internasional Kuala Lumpur.
Dalam sehari, Ila dan Faruk telah tiba di Kuala Lumpur, Malaysia."Kenapa Bang Faruk dari tadi senyum-senyum begitu? Aku kok jadi heran," tanya Ila pada Faruk ketika menanti jemputan di Bandara Internasional Kuala Lumpur.
"Bagaimana tidak mau tersenyum, Dik? Karena cinta, aku bisa sampai di sini. Di negeri yang tidak pernah aku tahu. Aku rasa, bagai tamasyakan cinta ke Malaysia bersamamu, Dik." Jawab Faruk dengan tetap senyumkan ketakjubannya pada kekuatan cinta yang menghuni hatinya.
Mendengar jawaban Faruk, Ila tersenyum ringan. Ada rasa bersalah saat itu dalam hati Ila. Namun dengan cepat Ila hempaskan perasaan itu kuat-kuat hingga buyar tak berbentuk.
Dan setelah sekitar setengah jam menunggu, jemputan pun datang. Kini yang menjemput mereka adalah Fara sendiri. Hal itu semakin meyakinkan Ila bahwa Fara memang benar-benar mencintai Faruk.
BERSAMBUNG....
KAMU SEDANG MEMBACA
Menara - Menara Cinta
RomansaCerita tentang percintaan yang kompleks dan jarang terjadi dalam kehidupan. Seorang wanita desa yang tangguh bersama lika-liku kehidupannya menjadikan cerita ini seru karena undakan-undakan ataupun tangga-tangga susah-senangnya mampu dia lewati deng...