Lima

1.9K 106 5
                                    


Jika tak bisa berkata  manis..
Setidaknya jangan bikin sakit....

-Safina-


Berapa hari Fin?

Sampai Minggu Ma...

Ya sudah biar di sini saja.
Kamu jaga kondisi ya Fin...
Cuaca lagi gak tentu..
Makan yang banyak .
Gak usah stress..
Jangan lupa vitamin dibawa...

Makasih Ma ...

Fina meletakkan ponsel hitamnya di meja. Dipejamkan mata sejenak seraya memijit pangkal hidungnya. Begitulah kalau bicara dengan Mama Tia dan Papa Haryo, orangtua Arya. Rasa sayangnya pada sang menantu tak ubahnya anak sendiri.  Tidaklah mengherankan karena Fina mengenalnya sejak kecil. Ketika keduanya memutuskan menjadi orangtua asuh bagi Fina dan delapan anak panti temannya.

Hari ini tubuh Fina merasa lelah luar biasa. Seharian ini ia mesti bolak balik pabrik dan office. Walaupun pabrik hanya berjarak sepuluh meter dari office, dipisahkan dengan halaman parkir untuk sepuluh armada milik cabang Semarang, tapi cukup sudah menguras energinya.

"Bu... Brosurnya sudah datang ya?" , Tiga orang staf marketing bersamaan menyeruak masuk ke ruangannya. Mencari cetakan brosur promosi produk terbaru yang baru saja datang dari kantor pusat, yang bertumpuk di atas meja.

Berkumpul di ruang kebesaran Fina memang sudah menjadi kebiasaan mereka yang rata-rata lelaki. Tak hanya membahas masalah pekerjaan, seringkali mereka asik meng- ghibahkan tingkah laku ajaib customer mereka.

"Bu.. pak Tedy minta Bu Fina lho yang ambil tagihan! Setengah M Bu." Seketika Find mendongak. Nah kan..

Fina berdecak sebal sambil merotasi mata. Entah sudah berapa kali customer satu itu bertingkah. Hanya dengan alasan "cuman ingin melihat wajahnya saja", ia sengaja menahan tagihan atau surat jalan yang tentu saja bernilai besar. Mengingat Tedy adalah salah satu customer potensial. Pemilik tiga toko furniture besar dan beberapa hotel di Jawa tengah. Berumur sekitar limapuluh tahunan dan bahkan sudah memiliki dua istri. Bahh... Sungguh sangat menyebalkan.

"Kudu aku apain sih bangke satu itu Dre. Berasa banget jadi wanita panggilan akunya tuh"

Ketiga lelaki di depannya hanya tergelak. Bagaimana lagi. Pesona seorang Safina terbukti tak bisa dianggap enteng. Jika ia bertugas keliling ke customer, ada saja tanggapan iseng dari para customernya.

"Udah.. anggap aja hiburan Bu..."

"Sinting tuh orang ya ..  belum cukup apa dua istri?"

"Belum cukup Bu... Katanya belum punya yang segalak Bu Fina!", Fina hanya melotot menatap Aji yang mengambil botol softdrink dari kulkas di ujung ruangannya sambil terkekeh.

Kulkas di ruangannya itu memang patut diberi tulisan "siapa saja boleh menaruh, siapa saja boleh mengambil" mirip etalase nasi sedekah di masjid. Di saat mendapat komisi, pasti mereka bersemangat memenuhi isinya. Belum lagi di atas kulkas berjejer berbagai sachet minuman instant. Jangan lupakan jejeran stoples tuppy di meja sofa, isinya cemilan kesukaan yang selalu datang silih berganti.

"Asiik... Makan enak nih kita ditraktir pak bos", Cipto mengacungkan layar ponsel. "Yuk Bu... Ditunggu pak Seno di lobby"

Pilihan makan siang kali ini Chinese food kaki lima yang terkenal enak. Konon pemiliknya mantan chef salah satu hotel ternama. Menu khas seperti kwetiauw, nasi hainan, capjay, udang , cumi, rasanya pas di lidah dan bikin mata melek. Warung makan ini langganan Fina dan teman-teman sekantornya.

Ayo Kita Pisah (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang