Sebelas

1.8K 124 16
                                    

Terkadang kita harus merasa kecewa

Agar kita belajar untuk menjadi lebih kuat...

-Safina-

Satu tahun kemudian....

"Dari siapa Sar?"

"Riko Arwandanu lagi mbak Fina"

Fina mendengus kecil sambil memijit pelipisnya seraya mengambil paper bag besar itu. Sejak statusnya sebagai janda merebak di kantor, seringkali ada bermacam kiriman dari lelaki yang iseng terhadap dirinya. Riko adalah salah satunya. Manajer pemasaran salah satu anak perusahaan Adiswara itu,  seminggu lalu  mengirimkan buket anggrek. Sekarang ia mengirim hampers berisi kue kering. Di kantor pun seringkali menawarinya lunch bersama. Padahal lelaki berjambang itu jelas sudah beristri. Bahh... menyebalkan sekali.

Tapi kalau yang ini ditolak koq sayang ya... Hari ini kebetulan di apartemen, stok cemilan kan habis.

" Sari.. kamu ambil  satu gih. Trus dicoba ya sekarang... "

"Saya Mbak Fina?" Untung Sari menurut saja.

Konon kiriman pelet seseorang itu kan ampuh bekerja  di gigitan pertama. Biar saja kalo betul ada peletnya , biar nyasar ke Sari. Sari itu resepsionis apartemen. Wanita perkasa. Dia hobi sekali berolahraga. Otot tubuhnya kelihatan liat. Kalo kena pelet, Riko bisa kena gampar Sari sekalian.

Satu stoples nastar berbentuk daun diambil Sari, sisanya Fina angkut ke atas. Lumayan... buat persediaan satu bulan kan....Rejeki gitu loh...

Jam di dinding abu itu menunjukkan pukul delapan malam. Fina sudah terbiasa untuk pulang selarut itu hampir di setiap harinya. Divisi yang ditanganinya memang memiliki jam kerja yang cenderung lebih panjang. Namun di sisi lain jam masuknya pun lebih fleksible. Jam sepuluh setidaknya sudah stand by di kantor. Tapi ia sangat menikmatinya. Masuk ke dalam unit apartemennya, Fina tersenyum ke arah belakang sofa.

"Hallo kak.... Bunda pulang....", Menaruh paper bag di meja makan dan menegak air minum dingin dari dispenser setelah mencuci tangan di wastafel sebelumnya. Seraya duduk di meja makan, tangan Fina mengambil botol kecil berisi pelet cacing merah. Menuangkan sedikit di dua stoples bulat yang ada di atas meja makan.

"Hai... Dino.. Drako... dinner dulu yuk sama Kak Bian...", dua ekor cupang bersirip merah dan ungu itu dengan sigap melahap santapan dari tuannya. Membuat Fina terkekeh geli. Dua penghuni akuarium kecil itu menemani hari-harinya di sini. Dibeli tiga bulan lalu di penjual ikan jalanan ketika jogging pagi.

"Kak...Gimana sekolah hari ini? Udah mau ujian lagi ya Kak? Belajar yang rajin ya kak.. Kakak pasti makin ganteng. Tambah tinggi. Bunda bentar lagi udah kalah tinggi pasti", ujung jari Fina mencelup masuk, mencoba menggoda si Red Drako. Bibirnya sedikit tertarik ketika mulut Drako menyentuh jarinya.

"Hari ini Mbok masak apa Kak?Ayam goreng lagi...? Kakak tuh gak bosan-bosannya ama ayam goreng ", sambil menenteng blazer abunya, Fina melangkah ke kamar. Terduduk di depan meja rias dan meraih bingkai foto kecil yang ada di sana.

"Di Bandung, ada tempat berkuda bagus kak, Bunda jadi pengin ajak kakak ke sini. Ntar ya.. bunda jemput kalo libur sekolah..", diciumnya foto bergambar bocah berjaket baseball itu sesaat sebelum melangkah ke kamar mandi. Setiap hari itulah yang dilakukannya demi mengobati rasa rindu yang kadang menyiksanya. Satu foto ukuran berpigura besar ia taruh di ruang tivi. Foto dirinya dan Bian dari ponselnya dulu. 

Dapat salam dari Pak Tedy...minta alamat di Bandung tuh.. kasih ga..?

Ih.. serah deh ah...

Ayo Kita Pisah (end)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang