SOROT BALIK 26: Pembawa Hujan

1 0 0
                                    


Setiap malam, selalu dibuka pasar cisangkuy. Di dalamnya ada banyak kedai yang menjual berbagai makanan murah. Di sana lah Rio meminta Nara untuk mentraktirnya karena menang taruhan. Nara menyesal terlalu percaya pada perwakilan kelasnya.

Tapi, ia menanggapi ajakan Rio itu sebagai permintaan kencan.

Dan di sini lah dia.

Mematut diri di depan cermin selama hampir dua jam penuh.

Nara memperhatikan pantulan dirinya di cermin. Tidak terlalu berlebihan. Dengan memadu-padankan terusan berwarna peach dengan sneakers putih. Tapi, sesungguhnya, ia tengah menetralkan detak jantungnya.

Ia melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul tujuh kurang sepuluh, lalu tak lama kemudian, suara bel rumahnya berbunyi.

Nara buru-buru berlari sembari menyambar tas bertali panjang, tak lupa untuk berpamitan dengan mamanya. Papanya sedang lembur.

Setelah sampai di depan pagar, Nara menarik nafas panjang dan membuka pagarnya. Rio sedang iseng menekan bel rumah yang tertempel di dinding pagar. "Belnya berfungsi nggak, Ra?"

Nara tercengang sesaat, namun ia mengangguk.

"Oh, gue kira udah nggak berfungsi." Kata Rio akhirnya menoleh pada Nara. Laki-laki itu mengangkat sebelah alis seraya melirik Nara dari atas sampai bawah, yang tentu saja membuat Nara grogi.

"A-ap-apa?"

"Nggak. Lo... cantik."

Detak jantung yang tadi mati-matian ia netralkan, kini kembali tak terkontrol. Pipinya semerah tomat. Untung saja hari sudah malam, jadi Rio tak melihat dengan jelas. Laki-laki itu berpakaian sederhana, kaos putih dan celana lepis hitam yang juga dilengkapi dengan jaket abu-abu berbahan wol. Tapi mampu membuat Nara terkagum-kagum.

Orang tampan memang beda. Mau pakai baju apapun, tetap keren.

"K-kita mau kemana?" pura-pura bertanya, Nara berharap Rio tak menyadari kegugupannya. Padahal ia sudah tahu jawabannya.

"Ke pasar cisangkuy."

Nara mengangguk kikuk, "Tapi.. kamu nggak macem-macem, kan?"

"Astaga! Jadi ini yang buat lo dari tadi grogi?"

Ternyata sedari tadi Rio tahu bahwa ia grogi?

"Ya nggak lah. Atau jangan-jangan ini pertama kalinya lo keluar malem bareng cowok ganteng macam gue, ya?" guyonan Rio benar-benar menusuk. Memang benar, ini pertama kalinya ia keluar malam-malam. Bareng laki-laki terpopuler di sekolahnya.

Rasanya kayak jadi tokoh utama cewek dalam novel-novel yang kencan bareng most wanted sekolah.

Nara tak mampu menjawab, ia mencibir.

"Yaudah, sinian." Intrupsi Rio yang ternyata sudah siap dengan sepedanya. Nara menurut, ia melangkah menyusul Rio, mensejajarkan diri di sebelahnya

"Yosh! Akhirna ditraktir dahar!—(akhirnya ditraktir makan)."

Setelah berseru seperti itu, Rio tersenyum lebar, dan mereka pun menerjang dinginnya malam bersama.

***

Mereka sudah sampai sejak setengah jam lalu. Rio berjalan lebih dulu, menelaah setiap objek di sebrang mereka. Nara hanya mengikuti, walau sesungguhnya ia letih berjalan.

"Eh, Ra mau di ruang indoor atau outdoor?" Kata Rio memecah keheningan.

Nara yang larut dengan suara mesin dan klakson kendaraan pun menoleh.

Story Under the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang