Sucre Patiesserie dan Serpihan Kenangan

705 100 28
                                    

"Kau tidak boleh melihat masa lalumu terus. Walaupun itu sangat manis dan menggoda. Sekali kau kembali ke masa lalumu, kau tidak akan bisa melangkah ke masa depan." -Sebastian Michaelis.

***

    Di tengah hiruk-pikuknya kebun teh yang mendadak ramai dikunjungi berbagai kalangan manusia, tampaklah seorang laki-laki yang tertawa bersama seorang gadis yang berjalan di sebelahnya. Menyusuri jalanan yang tertanam teh di sisi kanan dan kirinya. Melangkah. Bergandengan tangan.

    Laki-laki itu adalah laki-laki tampan yang menarik perhatian para gadis di sekitar kebun teh.

    Kedua mata hitamnya begitu memukau, tajam dan dan seksi pada saat yang bersamaan.

    Hidungnya mancung dengan proporsi yang tidak terlalu berlebihan, tidak terlalu mancung layaknya orang-orang Barat dan tidak juga terlalu pesek layaknya orang yang jatuh dengan hidung duluan.

    Bibir tipisnya yang selalu tersenyum saat berbicara pada gadis di sampingnya itu terlihat sangat memikat. Kesempurnaannya didukung oleh postur tubuh yang tegap dan atletis.

    Gadis manis yang berjalan tepat di sisinya sudah jelas merupakan gadis paling beruntung.

    Bagaimana tidak? Setiap kali mereka berdua berjalan kaki dari rumah sakit sampai ke tempat ini, puluhan pasang mata milik kaum hawa menatap gadis itu dengan pandangan membunuh. Seolah-olah menginginkannya sirna dari sisi laki-laki rupawan itu.

    Seandainya tatapan bisa membunuh, gadis itu pasti sudah mati.

    Mereka adalah Vigna Radiata Haptari dan Rai-nama lengkap belum diketahui.

    "Rai."

    "Hm?"

    "Kamu katanya mau cerita?"

    "Oh, iya lupa. Hehe."

    "Buruan."

    "Tapi, kayaknya... gue nggak bisa cerita sama lo, deh."

    Jawaban singkat yang benar-benar menyebalkan itu membuat Nara naik pitam. Ia menginjak kaki yang dibalut sepatu hitam milik laki-laki di sampingnya, kemudian mengoceh panjang.

    "Dasar! Untuk apa kamu ngajak aku kesini kalo bukan untuk cerita?! Nyebelin banget!" gerutuan-gerutuan itu keluar dari bibir Nara yang menekuk serta alis hitamnya yang mengkerut. Sungguh, ia terlihat sangat lucu.

    "Kenapa nggak mau cerita, sih?! Padahal aku udah siap mau dengerin semua cerita kamu, tahu! Apa alasannya?"

    "Karena... ra-ha-si-a." lagi-lagi jawaban singkat yang Rai ucapkan itu mampu membuat Nara semakin kesal.

    "Kenapa harus rahasia?"

    "Yaa.. karena rahasia,"

    "Kamu ini aneh."

    Rai hanya menanggapi kalimat Nara barusan dengan ber-hehehe ria.

    Nara terdiam. Kenapa orang di sebelahnya itu menyimpan banyak sekali rahasia yang tak pernah ia ketahui? Bahkan nama lengkapnya pun ia tak mau menyebutkannya. Apakah sebegitu sulit Nara dipercayainya? Mungkin Rai memang tidak mau Nara mengetahui batas privasinya, tapi apa susahnya menyebutkan nama lengkap?

    Lagi-lagi ia bingung dengan laki-laki itu. Rai memiliki pribadi yang aneh. Pribadi yang sangat tertutup.

    Padahal tadi ia mengajaknya ke sini untuk berbagi cerita. Padahal Nara sudah merancang berbagai kata-kata motivasi yang akan ia berikan pada Rai ketika laki-laki itu putus asa.

Story Under the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang