SOROT BALIK 8: Berbeda

338 36 1
                                    

    "IYA! LO EMANG SALAH! LO BEGO! GADIS PALING BEGO YANG PERNAH GUE KENAL! NGEJAGA ANAK KECIL AJA NGGAK BISA! GUE BENAR-BENAR BENCI SAMA LO!"

    Kata-kata itu terus memenuhi benak Nara yang kini sedang berjalan santai di trotoar. Sudah tiga hari ini Rio tidak masuk sekolah, dan tidak ada kabar. Hampir semua siswa dan guru tahu kalau ia baru saja kehilangan adik satu-satunya yang berharga, jadi mereka memaklumi.

    Kehilangan orang yang sangat berharga memang benar-benar menyakitkan. Nara tahu itu. Karena, ia pernah merasakannya. Dulu, setelah kak Levi meninggalkannya.

    Tapi, sekuat apapun ia berusaha memaklumi Rio, tetap saja tidak bisa. Ia selalu memikirkan laki-laki itu dan kata-kata tajam yang berhasil mengoyak hatinya.

   Nara ingat. Hari itu, adalah hari paling berharga dan hari paling sial seumur hidupnya. Padahal, mereka baru saja tertawa bersama pagi itu, mereka baru saja akrab, mereka baru saja mandi hujan bersama, mereka baru saja jalan-jalan ke kebun teh bersama. Tapi, siangnya, Nara melakukan sebuah kesalahan besar yang tidak akan bisa dilupakan Rio.

    Bahkan, ia mendengar jelas laki-laki itu berteriak di depan wajahnya, "GUE BENAR-BENAR BENCI SAMA LO!"

    Kata-kata itu adalah kata-kata yang membuatnya terjatuh ke dalam sumur gelap dan dalam. Bukankah rasanya sakit, ketika orang yang disukai malah berkata terang-terangan kalau ia membenci dirimu?

    Mata gadis itu sudah berair, ia segera mendongak dan mengerjap-ngerjapkannya, menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan.

"Kara nggak apa-apa?"

    Suara imut itu membuyarkan lamunan, Nara menoleh dan menunduk, melihat adiknya yang kini sudah berjalan sembari memegang erat tangannya. Tas berwarna hitam tanpa gambar itu terlihat besar di punggung Rion.

    "Mm." Nara mengangguk dan mengulum senyum.

    "Oh iya.. kemarin temen-temen pada nanyain kenapa Kara nggak ngajar. Bu Revi juga bilang Ayu nggak bisa sekolah lagi gara-gara kecelakaan. Padahal kemarin Ai udah nyiapin banyak kertas supaya bisa jahilin Ayu." Ocehan panjang lebar itu semakin membuat hati Nara terasa miris.

    "Iyakah?" hanya itulah kata yang berhasil lolos dari bibir Nara. Ia berusaha mati-matian menahan air mata.

    Rion tidak boleh tahu. Semua anak-anak kelas Mangga tidak boleh tahu. Guru-guru di sana juga tidak ada yang boleh tahu—kecuali guru Tati yang sudah melihat kejadian yang sebenarnya. Kalau mereka semua tahu, mereka akan sedih dan kecewa padanya. Dan habis itu, Nara pasti tidak tahu harus berkata apa.

    "Iya."

    Nara hanya tersenyum. Rion menjawab tak kalah pendek dengan pertanyaannya. Laki-laki cilik itu terlihat sebal, ia tahu benar kalau Rion tidak suka diabaikan. Ketika Rion melepas genggaman, Nara langsung mengacak-acak rambut hitamnya.

    "Udah, masuk sana. Ai udah nungguin kamu tuh di depan gerbang," ucapnya dengan mata mengarah ke gadis kecil yang berdiri manis di depan gerbang TK, kedua tangannya terlipat di depan dada. Lalu, gadis kecil itu melambai-lambai ke arah mereka berdua sambil tersenyum lebar.

    Rion mengangguk dan berlari-larian menyebrang jalan menuju tempat Ai berada.

    Sekali lagi Nara hanya bisa tersenyum. Kemudian, gadis itu kembali melangkah.

    Tes..

    Tes..

    Tes...

    Rintikan air hujan turun membasahi jalan, membuat Nara langsung berlari menuju toko terdekat yang memiliki atap sedikit panjang. Di sana ada banyak sekali orang berteduh.

Story Under the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang