SOROT BALIK 1 : Gallardia

748 77 35
                                    

"Kalian tidak tahu, Sayang, di antara jutaan jiwa yang berpapasan dengan kalian di dunia ini, siapa yang akan membuat kehidupan kalian berubah." - Angel in the Rain.

***

    Nara's POV

    Aku mempercepat larianku saat melihat bus yang baru saja berhenti akan segera melaju. Sebelah tanganku terus terulur ke depan dan bibirku terus berteriak tanpa kusadari. Berharap bus itu berhenti dan mempersilahkanku menaikinya.

    Mungkin kalian berpikir aku bisa menunggu bus yang lain dari pada bersusah payah berlari dan berjerit seperti orang gila. Tapi, menunggu bus lain datang itu sangatlah lama, sedangkan dua puluh menit lagi bel sekolah baruku berbunyi.

    Entah dewa bus mana yang membuat keajaiban menjadi memungkinkan. Tepat sebelum pintu bus benar-benar tertutup, aku melompat ke dalam dengan sekuat tenaga. Dan, berhasil.

    Saat aku melangkah masuk, sesosok pria paruhbaya dengan puluhan tiket ditangannya berdiri di dekat supir.

    Laki-laki itu melangkah ke arahku dan merobekkan tiketnya lalu memberinya padaku. Aku mengambilnya dan membayar uang dua ribu padanya--untuk anak yang memakai seragam sekolah akan mendapat diskon 20%.

   Aku mengatur nafas dan berjalan menuju bangku kosong tanpa melirik semua orang yang kuyakini kini tengah menatapku aneh.

    Kalau boleh jujur, ini adalah saat pertama kalinya aku berangkat sekolah menaiki bus. Semenjak papa terlibat permasalahan panjang mengenai perusahaannya, beliau selalu sibuk dan pulang ke rumah dua minggu sekali.

    Di antara keluargaku, tidak ada yang bisa mengendarai motor maupun mobil--kecuali papa. Papa selalu memaksaku untuk belajar bermotor, tapi mama juga selalu melarangku. Beliau berkata, "Nanti kamu jatuh, kecelakaan, tabrakan, kaki kamu patah, menabrak orang lain sampai meninggal, dan kamu dipenjara. Mama nggak mau itu terjadi!"

    Yah, Mamaku memang terlalu berlebihan. Tapi anehnya semua perkataannya selalu menghantuiku. Makanya aku jadi takut naik motor dan mobil. Dan aku juga tidak pernah dibonceng siapapun selain papa, karena aku tidak mau dibonceng sama orang yang tidak kupercayai.

    Setelah cukup lama di dalam bus, aku merasa bosan.

    Sesekali kulirik ke samping. Seorang laki-laki paruhbaya berbadan gendut dengan seragam dinas yang duduk di bangku paling belakang bus itu tengah tertidur, dengan bibir terbuka lebar dan kepala yang sesekali terantuk-antuk ke jendela.

    Mungkin suasana bus yang sejuk karena air conditioner-nya yang tidak terlalu dingin, disertai musik yang slow, membuat paman itu ngantuk dan tertidur dengan nyenyak. Tapi, aku menyadari bahwa wanita lansia dengan gigi bawah mencuat ke luar itu telah beberapa kali menggerutu, merasa jijik mendengar dengkuran pria berseragam dinas di sebelahnya.

    Lalu, ku lempar pandanganku ke depan. Beberapa wanita yang duduk di depanku tengah sibuk berbincang mengenai make-up yang sama sekali tak kumengerti. Aku kembali menunduk menatap sepatuku, dan kutengadahkan kepalaku ketika tempat yang kutuju sudah sampai.

    SMA Gallardia Bandung.

    Frasa tersebut tertulis di atas gapura yang dicat putih kecokelatan. Aku melangkah ke depan dengan senyuman mengembang, mendadak semangatku berangsur-angsur kembali dan lelah yang kurasakan akibat berlari mengejar bus tadi menghilang.

    Selamat datang di sekolah baru, Nara!

    Aku berjalan santai, membiarkan rambut pendekku tergerai ditiup angin. Kutarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pelan seraya mendongak ke atas, menatap pohon flamboyan berbunga ungu yang tertanam tepat di depan gerbang hitam sekolah Gallardia.

Story Under the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang