SOROT BALIK 18: Badai

140 15 3
                                    

    Malam ini, pukul tujuh kurang, Nara sudah berada di sekitar komplek perumahan Luna. Sedikit ragu dengan penampilannya yang serba gelap. Kedua tangannya memeluk kotak berbungkus senada dengan warna gaun yang ia pakai, perang pendapat mulai terjadi di otaknya.

    Bagaimana kalau Freya menipunya? Bagaimana kalau di sana ia dijadikan bahan tawaan karena salah memakai kostum? Apa yang terjadi kalau ternyata Luna tak menganggap kehadirannya?

    Tapi, sisi lain di otaknya menyela untuk tidak berpikir yang negatif.

    Jadi, dengan sekali hembusan nafas, Nara mengulum senyum. Ia menguatkan pelukannya pada si kotak dan melangkah tanpa ragu.

    Begitu sampai di sana, ia terpana sesaat.

    Meja-meja tertutup taplak berpola terang dan vas-vas dipenuhi bunga liar berwarna cerah. Dahan pohon berkelap-kelip dengan rangkaian lampu mungil, dan beberapa lampion kertas tergantung di antara pepohonan.

    Terpasang pula spanduk warna-warni, dengan satu huruf pada setiap bendera segitiga, bertuliskan: SELAMAT ULANG TAHUN, LUNA!

    Nara tersenyum, ia mulai memasuki halaman rumah Luna yang ramai.. tapi, tunggu.

    Senyumnya pupus ketika melihat para tamu yang hadir.

    Tidak ada satu pun yang memakai kostum berbau hallowen.

    Tidak ada satu pun yang berdandan menyeramkan.

    Dan tidak ada satu orang pun yang tidak menatapnya.

    Kotak yang ada dipelukkannya hampir saja terjatuh jika ia tidak mengeratkan pelukan. Nara segera mendongak, menarik nafas panjang-panjang, berharap agar air matanya tidak turun di sini. Ia harus kuat.

    Sambil terus melangkah, Nara tidak menghiraukan setiap tatap mata tajam yang terarah padanya. Ia melangkah dan terus melangkah, menahan isakan. Ketika sudah sampai di ambang pintu, Nara melepas sepatu hitamnya dan meletakkan kotak hadiah yang dipeluknya ke tumpukkan hadiah-hadiah lain.

    Begitu ia mendongakkan kepalanya, matanya bertemu dengan mata Luna yang berdiri jauh di depan.

    "Selamat ulang tahun, Luna." Ucap Nara memaksakan seulas senyum. Tapi, belum sempat ia melihat ekspresi wajah teman semejanya itu, kepalanya kembali tertunduk dan berbalik segera keluar dari ruangan.

    "Ahahaha! Ada nenek sihir!" itu suara Freya. Si gadis licik yang menipunya.

    Seharusnya ia tidak usah percaya pada setiap kata yang keluar dari bibir Freya. Karena, semuanya adalah palsu.

    "Lun, dia badut yang kamu sewa?"

    ".."

    Sayup-sayup telinganya menangkap gosip-gosip tajam yang mengomentari dirinya.

    Tak tahan, Nara mempercepat jalannya dan berlari.

    Rasanya seperti ada beribu jarum tajam yang menusuk.

    Tapi, belum sepenuhnya keluar dari halaman rumah Luna yang luas, seseorang menarik tangannya.

    Nara terkejut, tapi tubuhnya lemas. Jadi, ia tidak mengelak.

    Begitu sorot lampion menyinari wajah orang yang tadi menariknya, Nara membelalak.

    "Nara, lo kenapa pake gaun penyihir kayak gini?" pemuda yang menariknya tadi adalah Alevro R. Hermiko. Laki-laki itu mengenakan tuxedo hitam yang rapi, rambutnya ia susun model cepak, sangat tampan.

Story Under the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang