SOROT BALIK 22: Badai di Hari Kedua

74 9 0
                                    

    Pagi-pagi sekali Bramantyo pulang.

    Dan pagi-pagi sekali pula, Lusy membangunkan kedua anaknya. Katanya, "Sarapan sudah siap." Sambil mengetok-ngetok pintu kamar Nara dan Rion bergantian.

    Yang pertama keluar adalah Nara, ia telah siap dengan seragam sekolahnya. Dan selanjutnya, Rion. Masih dengan pakaian tidurnya. Mereka berjalan mengekori Lusy menuju ruang makan.

    Dan disambut dengan ayah mereka yang tersenyum.

    Bramantyo tersenyum!

    "Pagi anak-anak Papa." Katanya ceria, kemudian ia menyeruput kopi hitamnya yang tanpa gula.

    "Pagi, Kapten!" Rion membalas, sedangkan Nara membalas dengan cengiran lebar yang sebenarnya masih kebingungan. Apa yang terjadi? Kenapa ayahnya tampak sangat bahagia? Dan.. lebih ramah?

    Mereka pun duduk di kursi masing-masing, sambil menikmati sarapan. Tak ada yang berbicara ketika sedang makan. Itu adalah salah satu aturan yang melekat di rumah mereka. Jadi, untuk beberapa saat ke depan, yang terdengar hanya denting sendok dan piring.

    Setelah selesai makan, mereka bersiap-siap berangkat ke sekolah.

    "Rion udah kelas satu, ya? Sekolah di mana?" tanya Bramantyo, dan segera dibalas anak laki-lakinya dengan cengiran lebar. "Iya! Di dekat sekolahnya Kara, Pa."

    Saat itu Bramantyo tak ikut mengurus awal Rion masuk sekolah. Ia sibuk dengan perusahaannya.

    "Hari ini masih badai, mau Papa anter nggak?" tanyanya lagi. Nara menoleh, dan ia kaget ketika ayahnya juga ternyata menatapnya.

    "Boleh.." jawabnya dengan senang dan juga bingung.

***

    Nara hendak turun dari mobil, tapi ayahnya memanggil. "Kamu bawa payung?"

    Ia menggeleng. 

    "Ambil payung yang ada di belakang, biar nggak basah." Kata Bramantyo memerintah, dan anak gadisnya menurut. Jadi, ia mengembangkan payungnya dan beranjak turun dari mobil, tak lupa sebelum itu ia berpamitan.

    "Daah, Kara! Belajar yang benar, yaa!" Rion berteriak di dalam mobil, Nara terkekeh sambil melambai.

    Baru berjalan beberapa langkah, seseorang menyelinap di sampingnya. Nara kaget bukan main. Ia hampir saja berteriak.

    "K-kamu ngapain?!" suaranya meninggi.

    "Aku nebeng bentar ya, Nara. Kalau kamu udah sampe di kelas, aku mau pinjem payungnya, boleh?" laki-laki itu bertanya sembari sibuk mengepak-ngepakkan seragamnya yang basah dan bernoda kecokelatan.

    "B-buat?"

    "Jemput Alice." Katanya nyengir.

    Nara menganggukkan kepalanya mengerti, dan ketika itu pula Raihan ber-yes ria. "Makasih, Nara. Aku doain semoga langgeng sama Rio!" lalu, ia mengusap wajahnya dengan kedua telapak tangan sambil berkata amin.

    "Heeeh..." Nara tersenyum dengan alis berkerut, diam-diam dia mengaminkannya.

    "Alice kalo di kelas jutek nggak, Ra?" setelah sekian detik terdiam, laki-laki tinggi di sebelahnya bersuara. Nara menoleh dan mengangkat alisnya tinggi-tinggi.

    "Siapa?"

    "Alice." Ulang Raihan.

    Nara mencoba mengingat-ingat nama teman-teman di kelasnya, setahunya tak ada yang bernama Alice. Ia baru saja hendak berkata tidak tahu, tapi Raihan buru-buru angkat suara lagi.

Story Under the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang