SOROT BALIK 19: Luna

92 8 0
                                    


Hari itu, aku berusia tujuh belas tahun. Menandakan aku sudah dewasa, tapi malaikat di sisi kananku berkata kalau aku belum dewasa dalam menjalani hidup.

Hari itu juga, sahabatku datang ke acara ulang tahunku dengan gaun serba hitam. Ia membawakanku kotak berbungkus sewarna dengan gaunnya yang dihias dengan pita. Jujur, aku senang. Sangat senang, karena dia bersedia datang dan membawakanku hadiah. Walau dengan gaun yang salah.

Tapi, begitu tahu dia memakai gaun yang salah, wajahnya berubah suram seperti suasana temaram yang dibawanya. Aku tahu, dia menahan amarahnya sampai matanya memerah, tapi dia tetap masuk dan meletakkan kotak hadiahnya tepat di hadapanku-tapi, tidak menatapku.

Jujur saja, saat itu air mataku menetes.

Jujur saja, aku benar-benar tidak ingin mengiyakan informasi menyesatkan yang keluar dari bibir Freya. Tapi, aku tidak tahu, kenapa aku sangat sulit menentang gadis itu.

Aku tak suka dia berteman dengan gadis yang sempat membuat hubungan keluargaku berantakan, aku tak suka dia berteman dengan gadis yang mengambil alih perhatian laki-laki yang kusukai. Aku tak suka dia membela gadis yang.... ah sudahlah.

Setelah meletakkan kotak kadonya, dia berlari keluar. Ketika aku mengejarnya, dia sudah ditarik oleh Rio, dan laki-laki itu berusaha menenangkannya. Aku lega. Karena masih ada orang lain yang bisa membuatnya tenang.

Saat itu juga, aku mendapat ceramah dari orang-orang terdekatku di kelas.

"Lo sama Nara kenapa, sih?"

Aku diam. Kemudian, ada lagi yang bertanya.

"Kalian masih temenan, kan?"

Lalu, tiba-tiba orang yang kusukai menyela.

"Dia ada di sisi lo setiap kali lo membutuhkannya. Tapi, apa lo ada di sisinya saat dia membutuhkan lo? Apa hubungan semacam ini yang lo bilang persahabatan?"

Saat itu, aku ingin lari. Bahkan, orang yang kusukai pun membela Nara. Mereka hanya memandangku sebelah mata. Mereka hanya memandang bahwa aku lah yang salah, Nara dan Cesa yang tersakiti.

Mereka tidak tahu, kalau aku yang paling tersakiti.

Dituduh dan dipandang remeh oleh orang yang kusukai.

Bahkan, aku tak bisa berbuat apa-apa ketika kedua orang tuaku ribut masalah wanita lain yang tertangkap basah oleh ibuku.

Aku masih melamun di balik kaca jendela kamar yang basah karena badai kencang di luar. Tiba-tiba, sebuah pesan masuk.

From: Revanzi Panji

Ini bukan tentang siapa yang tersakiti, Lun. Tapi, tentang siapa yang paling peduli.

Melihatnya, membuatku tersenyum miris. Laki-laki itu bahkan masih tetap membelanya. Tapi, ada benarnya juga.

Maka, dengan langkah sigap, aku mencari kotak berbungkus hitam di tumpukan kado. Membukanya, lalu tercengang ketika melihat isinya.

Sebungkus cokelat. Dua tiket bioskop. Dan... sebuah flashdisk?

Penasaran, segera kunyalakan laptop dan membuka setiap file yang ada di flashdisk itu. Isinya adalah berbagai film yang belum pernah kutonton. Dan pemainnya adalah idolaku. Ah, klasik.

Lalu, mataku tak sengaja membaca file paling ujung dan bawah yang bernama Happy Birthday, Luna!

File apa lagi itu?

Story Under the RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang