"Karena badai telah berlalu, lusa sekolah kita akan mengadakan festival olahraga. Untuk itu, semua siswa-siswi diharapkan ikut berpartisipasi. Setiap kelas wajib memilih perwakilan yang akan mengikuti berbagai lomba. Dan wajib menjadi supporter kelas masing-masing. Untuk penjelasan lebih lanjut, wali kelas akan menjelaskannya di kelas masing-masing."
Pengumuman itu terdengar di setiap sudut sekolah. Seluruh murid bersorak-sorai karena berarti besok dan lusa tidak belajar.
Terlebih kelas 11-IPS-1 yang tidak terkontrol.
Beberapa murid laki-laki langsung melompat dan menari-nari di atas meja dengan buku digelung dan dijadikan toa untuk bernyanyi. Sedangkan murid perempuannya geleng-geleng melihat tingkah kekanakan mereka.
"Badai telah berlalu! Lusa kita 'kan lomba! Yeah!" Salah satu siswa ngerap sembari duduk di atas meja paling belakang, seragamnya sudah tak karuan, ada dasi yang melingkar di kepalanya.
"Duh, berisik!"
"Hyaaat! Jurus naga air!" Bahkan ada yang beradu sapu.
"Jurus ketampanan!"
"Hohoho."
Semua merayakan kabar gembira—yang barusan diperdengarkan di toa sekolah—dengan berdiri di atas meja sambil berlaga tidak jelas.
"Teman-teman, hari ini kita pembersihan karena besok dan lusa kelas tidak akan dipakai. Kata Pak Sam, setelah pembersihan kelas kita pemilihan perwakilan lomba. Kemudian, nanti jangan pulang dulu. Kita juga latihan untuk menyambut lomba, besok juga kelas dikosongkan karena seluruh kelas diwajibkan menyaksikan lomba."
Suara ketua kelas terdengar samar, walaupun gadis itu sudah berjerit. Di kedua tangannya terdapat banyak sapu dan pel.
"Pak Sam kemana, Yan?" Salah satu di antara mereka bertanya.
Yana—sang ketua kelas, menjawab, "Pak Sam ada urusan katanya."
Dan dalam sekejap, bunyi pukulan meja kembali memekakkan telinga.
Setelah puas berdendang ria, anak laki-laki segera keluar kelas, diikuti anak perempuan. Sang ketua kelas berulang kali memekikkan nama-nama temannya, tapi tak ada yang mau menoleh. "Suruh yang piket aja yang bersihin kelasnya!" Teriak para laki-laki kompak.
Yana membuang nafas kesal, ia segera menyebutkan nama-nama yang piket di hari selasa.
"Alevro, Alvin, Deni, Hana, Raihan. Tolong bersih-bersih kelas, ya." Suara Yana menggema. "Aku mau pergi dulu, anggota MPK disuruh kumpul." Ia menyerahkan sapu dan pel pada teman-temannya yang tinggal di kelas, lalu segera pergi dari ruangan berdebu itu.
Mereka segera mengangkat kursi-kursi ke atas meja.
"Ini kelas kotor banget, dah." Laki-laki berjaket biru itu menyeletuk. Namanya Raihan.
"Ya iya atuh, Rai. Kan kemaren ada badai gede." Satu-satunya gadis di sana menyahut, ia menggelung rambut dan menyelipkan pensil di antara rambutnya.
Laki-laki bername tag Deni segera menyandar di papan tulis, sebelah tangannya malas-malasan menyapu lantai. Ia bergumam, "Ah, gue benci banget bersih-bersih kelas."
Dan ditanggapi Rio yang dari tadi hanya duduk di atas meja guru.
"Seandainya gue bisa sihir, pasti bersih-bersih bisa jadi mudah..."
Namun, alih-alih pembersihan, mereka malah bernyanyi.
Laki-laki yang bernama Deni itu tiba-tiba melompar, berdiri di atas meja, lalu mulai bernyanyi dengan kemoceng di tangannya yang ia jadikan microphone.
KAMU SEDANG MEMBACA
Story Under the Rain
Teen FictionMasa lalu akan tetap ada. Kamu tak perlu terjebak terlalu lama di dalamnya. Tapi apakah cinta mampu memaksamu berdamai dengan masa lalu? Pada kisah ini, kamu akan bertemu laki-laki yang selalu berdiri di bawah hujan. Laki-laki yang tak mau menyeb...