SINAR hangat mentari semakin merambat ke dalam kabin kapal tua. Di dalamnya, Taiga tengah memandang bola panas yang beranjak naik. Ketika melihat keluar dari jendela kaca, dia melakukan hal yang sama. Lagi.
Sebelum memakai baju di pagi hari, Taiga selalu meminum sebuah kapsul transparan. Tanpa meneguk segelas air, pil bening itu ia telan walau menyakiti kerongkongan.
Berbeda dari biasa, senyum Taiga tidak lagi lebar. Belakangan ini, dirinya cemas. Keringat mengucur deras dari tubuh kerasnya. Napasnya tersengal-sengal dan tatapannya dipenuhi ketakutan.
Sudah belasan kali Taiga seperti ini, terutama setelah ia bangkit dari tidur. Makka yang ada di samping selalu dibuat terkejut oleh tingkah anehnya. Beruntung, laki-laki dari A-Capital ini sudah bercerita kepada Makka. Karena itu, Makka tidak sempat hati untuk menarik pelatuk shotgun yang selalu ada dalam pelukan.
"Aku harus minum obat ini setiap hari," ujar Taiga kepada Makka. "Aku tidak mau termakan kabut delusi yang ada di otakku. Kabut itu dapat membuatku lepas kendali."
Makka tidak mau mengambil pusing dengan masa lalu sang teman. Jika Taiga lupa meminum obat, Makka akan mengingatkannya. Walaupun merepotkan,dia tetap melakukannya dengan tekun karena ia sudah tahu sebuah rahasia. Taiga adalah putra dari Leviathan, MESS-03.
"Makka, apakah obat bisa tidak manjur setelah semakin lama?" tanya Taiga tiba-tiba.
"Aku tidak tahu. Aku bukan dokter," jawab Makka datar. Walaupun bernada tenang, di dalam diri sang sahabat itu, terbangun gejolak kekhawatiran yang besar. Hanya saja, dia ingin menutupinya dari Taiga. Makka tidak mau sang teman semakin cepat-tidak-waras sebab stres memikirkan sebuah kapsul bodoh. "Tapi aku yakin pada satu hal. Delusimu semakin parah semenjak mendekati Efrat."
Taiga tertegun setelah mendengar perkataan Makka. Mata hijaunya hanya bisa menatap netra biru Makka. Tanpa ada sepatah kata, bersama tatapannya yang lebar, Taiga seakan berkata, "Bagaimana bisa? Namun, mungkin ...."
Dengan tatapan yang sama, penuh tanda tanya, dua laki-laki itu tenggelam dalam keheningan. Namun, kesenyapan itu tiba-tiba pecah ketika keduanya mendengar suara keramaian yang menyeruak, suara manusia bersahutan layaknya sebuah pasar.
Tanpa menunggu lama, kedua laki-laki itu langsung berlomba ke atas geladak. Dengan dua pasang mata, kedua laki-laki itu tersenyum bahagia. Mereka sampai di Efrat, benua ketiga yang harus mereka singgahi.
"Makka, setengah jalan lagi," ucap Taiga dengan binar terang terpancar dari kedua bola mata hijaunya.
Kedua laki-laki itu melihat daratan hijau yang dipenuhi oleh rimbunan pohon. Sebuah mulut sungai terbuka lebar di tengah. Seakan menyambut kapal tua yang bergerak maju, ayunan dahan melambai menyambut kedatangan Makka dan Taiga.
"Ini ... Sungai Nil?" tanya Makka bernada polos. "Besar sekali!"
"Kita akan menembus sungai ini, Makka," balas laki-laki yang ada di sampingnya.
Kapal tua Taiga terus melaju melalui muara Sungai Nil. Nama ini tidak pernah berubah walaupun telah dilanda kiamat lima puluh tahun lalu.
Sungai itu dipenuhi kapal yang ramai berlalu lalang. Bagai antrean di jalanan perkotaan, kapal-kapal berjejer rapi melewati Benua Efrat. Kau tahu, para kapten kapal tidak mau gila dengan melalui sisi selatan Efrat. Di sana, segitiga bermuda Efrat terlahir. Makam kapal-kapal karam berhamburan disebabkan pertengkaran Warm Sea dan Cold Sea, berada di situ.
Tak mau terlambat, Makka dan Taiga bergegas menyembunyikan muka mereka. Di Efrat yang damai, mereka enggan untuk menghancurkan negeri ini.
Bunyi gesekan ranting pohon terdengar halus di rongga telinga. Begitu pula dengan ramai sahutan satwa, membuat hati yang lelah, sirna ditenggelamkan alam. Namun, di tengah suara-suara indah itu, sebuah bunyi yang kontras terlintas,
KAMU SEDANG MEMBACA
MESS
Fantasy[DAFTAR PENDEK WATTYS 2023] Setelah kiamat kedua, Makka---manusia berdarah campuran MESS---harus menemukan ibunya di sisi lain bumi-yang-baru sebelum keempat Kaisar memulai kiamat ketiga untuk membinasakan semua MESS dan manusia. *** MESS, Mortal En...