BENUA Hispan sudah berada di depan mata. Sebentar lagi, kedua anak yatim dari Negeri Jonah akan pulang ke kampung tempat mereka dilahirkan. Makka sungguh menepati janji.
Dia melaju cepat-cepat bersama tiga MESS lainnya. Di atas sebuah raksasa, keempat orang ini dapat melalui Benua Uro dalam setengah hari. Sangat kencang.
Di Benua Uro—atau dulu bernama Eropa—Makka dan ketiga temannya tak melalui jalan raya utama. Benua Uro masih dipenuhi gedung-gedung tinggi. Mustahil untuk melewatinya. Mereka adalah MESS. Apalagi, mereka menaiki sebuah raksasa. Sangat memancing perhatian.
Empat MESS yang keluar dari Negeri Jonah ini, mengendarai sebongkah batu. Lebih tepatnya, raksasa batu yang berlari kencang. Bagai mengikuti lomba lari, raksasa itu melesat secepat pesawat terbang.
Sang raksasa berlari menyusuri pantai barat. Di sana, jarak tempuh lebih pendek. Selain itu, manusia jarang meninggalinya. Keputusan yang sangat cerdas.
Mereka melaju dari pagi, tanpa henti. Waktu sore bahkan sudah menyambut keempat orang di atas raksasa itu. Langit telah menunjukkan mega. Terasa lelah, tapi menyenangkan bagi pencari kebebasan.
"Makka, beristirahatlah!" seru Inoe sembari duduk santai. "Kau dari pagi berdiri terus."
Inoe bersama dua anak yatim itu duduk di dalam mulut raksasa yang terus menganga. Sementara itu, Makka terus bertengger di pundak kanan raksasa yang berlari kencang. Menatap bergantian ke depan dan belakang, dia selalu waspada.
"Tidak, Inoe. Terima kasih." Makka menggelengkan kepala. Wajahnya masih khawatir. "Aku khawatir kepada mereka."
Inoe memicingkan mata peraknya. Laki-laki berambut pirang itu tidak tahu orang-orang yang dimaksud Makka. Tidak, hingga dirinya sadar bahwa mereka sedang ada di benua cold sea. "Konvergen?"
Makka mengangguk seraya memasang tatapan serius. Pemuda Arab itu berupaya menyiapkan kedatangan murid-murid sang guru, Romanov. Pria itu pasti sudah menyiapkan Konvergen dengan baik. Sebuah mesin pembunuh. Sama seperti Makka.
Ketika melihat temannya yang khawatir, Inoe menggeleng dengan senyuman. Laki-laki berambut pirang itu menatap arah belakang. Mata peraknya menunjukkan sesuatu kepada sang teman. "Makka, akan kuberi tahu suatu hal."
Pemuda Arab itu seketika menolehkan mata birunya kepada Inoe. Akhirnya, Makka melepaskan tatapan dari cakrawala yang ia awasi sejak tadi pagi.
"Konvergen ada di belakang kita," bisik Inoe tanpa rasa takut. Aneh. MESS gaib itu malah tertawa kecil. Tak gemetar ragu.
Makka membelalakkan mata. Mulutnya ia tekuk. Pemuda Arab itu seperti hendak menerkam Inoe. Mengapa dirinya tidak diberi tahu sejak awal? "Kenapa kau—"
"Aku bisa mendapat kabar dari makhluk gaib yang bisa terbang," ujar Inoe memotong perkataan Makka. Hampir lengah, laki-laki berdarah Alaska ini sudah terbuai dengan kedamaian SEA yang ia tinggali setahun lalu. "Mereka menemukan kita karena seorang MESS burung. Aku tidak tahu jenisnya. Lucunya, dia berwarna biru. Haha!"
Makka tak tertawa sama sekali. Dia malah menatap Inoe datar. Wajahnya kesal. Dirinya mengetahui bahwa Inoe belum mengenal Konvergen sepenuhnya. "Kau salah, Inoe."
"Tidak mungkin Blue Bird bisa melacak kita. Dia hanyalah seorang pengawas.
"Keberadaan kita dilacak oleh pria yang bernama Gold Fish. Dia dapat menggunakan sonar seperti lumba-lumba. Sayang, lumba-lumba bahkan bukan jenis ikan. Namun, dia memaksa menggunakan nama Fish.
"Selain itu, mereka pasti bisa mengejar kita berkat Red Bull. Wanita itu bisa mengubah bagian tubuh menjadi banteng seenak jidat. Sebuah kulit ari pun bisa ia ubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MESS
Fantasía[DAFTAR PENDEK WATTYS 2023] Setelah kiamat kedua, Makka---manusia berdarah campuran MESS---harus menemukan ibunya di sisi lain bumi-yang-baru sebelum keempat Kaisar memulai kiamat ketiga untuk membinasakan semua MESS dan manusia. *** MESS, Mortal En...