6.2 A-Capital: filial

257 37 151
                                    

DI ATAS tanah berpasir, seorang pemuda berjalan yakin. Mata birunya menatap cakrawala yang diselimuti ombak. Tiap langkahnya menjejak butiran pasir putih. Makka sudah sampai di teluk timur.

Malam ini akhirnya datang. Makka berucap dalam batin. Laki-laki yang menenteng shotgun itu terus tersenyum dalam setiap langkah. Perlahan menuju sesosok laki-laki yang duduk di atas batu karang, dirinya mulai mempercepat langkah.

"Hei! Kau berhasil sampai ke sini," ucap laki-laki yang duduk di atas batu karang kepada Makka. Dirinya tersenyum lebar menyambut Makka yang berjalan mendekatinya. "Aku sempat khawatir. Kata kekasihmu, Konvergen mengejarmu."

"Hahaha! Mereka sudah kalah," jawab Makka riang. Meski gembira, dia sedikit canggung. Semuanya akan berbeda setelah malam ini. Aku akan bertemu dengan ibuku.

"Benar, kan! Temanku ini pasti akan menang melawan siapa pun," ucap laki-laki di depan Makka sangat senang. Dia langsung menurunkan diri dari batu karang. Dengan menggandeng Makka, Taiga menariknya ke sebuah kapal pesiar kecil.

"Tunggu, ini kapal siapa lagi?" tanya laki-laki yang digandeng dengan sedikit menahan, "mana kapal tuamu?"

"Ini kapal sewaan. Aku tidak bisa membawa kapal tuaku ke teluk timur, tapi tenang. Kapal tuaku masih tersimpan di pantai barat," jawab laki-laki bernama Taiga enteng. Dia melanjutkan tarikan pada Makka. Mereka berdua memasuki sebuah kapal kecil berwarna putih, seperti kapal orang kaya. Taiga memang dapat diandalkan untuk mencari uang.

Setelah menarik dengan gandengan, kedua laki-laki itu sudah menginjakkan kaki di kapal pesiar kecil. Keduanya berdiri di geladak depan. Dengan yakin, Makka menatap tegak cakrawala, sedangkan Taiga menatap sepasang mata biru yang ada di sampingnya. "Ayo kita berangkat!"

Makka mengangguk seraya mengguratkan senyuman lebar. MESS air itu mengarahkan tangan ke tengah laut. Kapal putih itu melaju didorong ombak yang berdebur. Terus melaju ke timur dunia, kapal putih itu akan menuju Cycle Stream.

Pelayaran di malam bulan sabit itu berlangsung tanpa ada percakapan yang terjadi. Keduanya diam, fokus menatap bagian timur dunia. Taiga yang biasa mengeluarkan celoteh, kini bungkam seraya mengukir senyum menatap sang teman. Sementara itu, Makka menyeringai kecil sembari mengarahkan kapal putih.

Hari ini, Makka akan menepati permintaan sang bapak.

Laut pun mulai bergejolak. Suasana itu sama. Ombak-ombak ganas menarik kapal kencang. Bagai samudra yang mengamuk, tempat ini sudah lama dinantikan oleh sang MESS air. Makka sudah sampai di Cycle Stream.

"Air, berikan ketenanganmu!" Makka memasang senyuman yang membubuhi bibir.

Ombak-ombak yang bergejolak hebat seketika tertidur lelap. Lautan yang berarus ganas tiba-tiba menjinak. Di depan mata, kini hanyalah hamparan laut yang memantulkan sinar rembulan.

"Ibu! Ibu!"

Makka berteriak sekencang yang ia bisa. Meski di dalam hati kecilnya terdapat rasa khawatir, dia tetap berupaya menanamkan harapan.

Beberapa kali panggilan tidak menghasilkan jawaban. Mata birunya kini berkaca-kaca. Sementara laki-laki yang ada di sampingnya, mulai menguatkan Makka. Harapan Makka hampir pupus hingga dia melihat seorang wanita muncul dari permukaan laut.

Seekor duyung bermata biru.

Tak perlu menunggu, pemuda yang mencari ibunya itu langsung tersenyum lebar. Taiga juga ikut gembira, padahal itu bukan ibunya. Dia terkesan, ini baru pertama kali melihat Makka seriang ini.

"Ibu!" Makka mengukir senyum lebar. Aku akan menjemputmu.

MESS air itu langsung membekukan beberapa bagian laut di depan. Makka melompat ke lapisan es tebal yang barusan muncul. Dia berlari sekencang-kencangnya. Tak terasa, air mata keluar dari netra birunya.

MESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang