5.2 Quartz: spirit tale

277 43 120
                                    

MAKKA, pegang tanganku!"

Seorang laki-laki berambut pirang berteriak sekencang yang ia bisa, bahkan lebih keras daripada dorongan angin yang melawan gravitasi. Tanpa pikir panjang, Makka menuruti seruan yang ia dengar. Dirinya bergegas memegang erat telapak MESS gaib yang berkeringat di hadapannya.

Makka dan Inoe masih terjun bebas.

Kabut tebal menyelimuti langit di sekitar kedua laki-laki ini. Inoe meminta Makka menggandeng tangannya bukan tanpa sebab. MESS gaib itu adalah kunci Negeri Jonah.

Negeri itu dijuluki tertutup bukan tanpa alasan. Setiap pelanggar yang keluar-masuk tempat itu, harus bersiap kehilangan nyawa. Mereka akan menjadi benda mati bagai sebuah perabotan. Sungguh kebetulan, keanehan itu sama dengan kekuatan Quartz yang menghilang.

Negeri Jonah bak dikelilingi medan tak kasat mata. Benar kata Inoe, negeri itu benar menyimpan kekuatan MESS-02 yang selama ini dikatakan sirna.

Makka harus memegang tangan MESS gaib yang ada di sampingnya. Kalau tidak, MESS air itu harus mengakhiri perjalanannya di sini, dan menjadi sebuah perabotan.

Aku merasakan sebuah tekanan di sekujur tubuhku. Makka membatin keheranan. Dia sudah memasuki medan kekuatan yang melindungi Negeri Jonah. Beruntung, keberadaan Inoe mencegah medan itu untuk mengubah Makka.

Semakin rendah ketinggian, tekanan yang ganjil mulai berkurang. Medan aneh ini sudah tidak terasa lagi. Makka pun mulai bisa melepaskan tangan MESS gaib yang ada di sampingnya.

Setelah membebaskan genggaman, Makka langsung menarik air laut yang tak jauh di barat mereka. Ombak-ombak pun bergulung cepat ke daratan. Bagai menangkap sebuah bola bisbol, air laut yang barusan dipanggil menahan Makka dan Inoe dari terjun bebas.

Deburan ombak segera pulang ke laut setelah Makka dan Inoe menginjak tanah. Setelah eninggalkan kedua laki-laki yang berdiri basah, air laut tadi pergi tak berjejak. Tenang. Bukan masalah bagi Makka. MESS air itu bergegas menarik butir-butir air yang bersarang di tubuh mereka, dan membuat pakaian mereka kering kembali.

"Makka, terima kasih," ucap Inoe sopan. Laki-laki berambut pirang ini sangat berbeda dengan Taiga. Di usia yang sama, dirinya lebih dewasa. Inoe selalu mencegah sebuah kematian. Alasannya sederhana: menjadi MESS gaib bukanlah anugerah ketika melihat ruh meninggalkan jasad. Inoe bisa melihat kesedihan orang-orang alim, begitu pula dengan ketakutan para pendosa. Sangat mengerikan.

"Tentu, sama-sama," balas Makka enteng. Air memang tugasnya. Jadi, tidak perlu ditanyakan lagi. "Terima kasih juga Inoe ... pegangan tadi."

Inoe pun mengangguk. Dirinya tidak menjawab sama-sama seperti Makka. Dia seorang yang pendiam. Bukan pendiam karena bodoh, melainkan dirinya selalu berpikir. Hampir seperti introver, tapi Inoe bukan. Jangan bilang introver di hadapan laki-laki berdarah Alaska itu, dia tidak suka.

Makka tak mau ambil pusing dengan karakter Inoe. Setidaknya, laki-laki berambut pirang ini tidak berisik seperti Taiga. Dengan begitu, Makka bisa berpikir lebih tenang, termasuk berbicara lebih dalam. "Jadi, Inoe. Kau ini putra Quartz?"

"Bisa dikatakan begitu, tapi bukan. Aku bukan anak seperti yang kau bayangkan," jawab Inoe menunjukkan mata perak yang menatap lekat-lekat. Laki-laki berambut pirang itu mau-tak-mau harus mengatakan siapa dirinya—untuk ke sekian kali.

Hingga cerita yang sudah Inoe kubur harus terbaca lagi.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang