6.3 A-Capital: grown up

242 33 113
                                    

SETELAH malam yang penuh kebahagiaan, kedua laki-laki itu tertidur lelap. Di sebuah kamar tanpa pencahayaan, Makka dan Taiga menghabiskan malam yang gelap. Keduanya masih tidak menyangka hari itu telah terjadi. Orang tua mereka. Keduanya telah menjumpainya.

"Taiga, maafkan aku," ucap Makka kepada temannya yang masih terlelap.

Jam menunjukkan pukul tiga pagi. Makka tidak bisa tidur lebih lama. Pemuda yang sedang diliputi kecemasan itu hanya bisa mematung di teras kamar. Ketika melihat bintang-bintang yang semakin pudar, dia harus memilih satu pilihan.

Dan sudah terpilih.

"Taiga, aku pergi," sambung Makka sekali lagi. Sambil membenarkan selimut di atas Taiga, netranya berkaca-kaca.

Makka akan berkorban. MESS air itu akan pergi ke pusat A-Capital. Dia akan menjadi Kaisar.

Makka berjalan tegap—untuk menguatkan diri. Sepatu hitamnya menggaung keras mengetuk lantai. Dengan berbekal kaos biru tua yang ia kenakan, Makka pergi. Tak lupa, shotgun kesayangannya ia tenteng erat. Ini adalah takdirku.

Sepatu hitam Makka terus memukul jalan dengan keras. Dia bersungguh-sungguh. Dia terus melangkah maju, lalu mendekat ke sebuah gedung megah dengan alun-alun di depannya. Itu pusat A-Capital, tempat para Kaisar berkumpul, tempat Lemyaku.

Di setiap langkah, Makka mengingat amarahnya pada masa lalu. Segala teriakan, keringat, dan air mata, dia tak bisa melupakannya. Kalau begitu, mengapa melakukan ini?

Makka seakan menjilat ludah sendiri. Namun, dirinya terus menyanggah pernyataan itu. Dunia luar telah mengajari pemuda ini. Makka tak hidup sendiri. Ada orang lain yang harus dilindungi. Sangat banyak. Aku tidak bisa berjalan pergi.

Tak terasa, langkahnya tiba-tiba berhenti. Makka sudah sampai.

Sebuah gedung megah yang berwarna putih, berdiri kokoh di pusat kota. Halamannya sangat luas. Hijau subur. Gedung itu sangat kontras dengan gedung-gedung tinggi yang ada di A-Capital. Anehnya, meski ini adalah gedung putih, tempat presiden A-Capital tinggal, tak ada seorang penjaga berlalu lalang.

Sepi. Gedung itu kosong, tapi tetap bersih. Lemyaku sepertinya benar-benar kuat. Presiden A-Capital ini mengerjakan semuanya seorang diri.

"Berhenti di sana!" seru seorang pria yang tiba-tiba muncul tak jauh di hadapan Makka. Sampai mengagetkan Makka, pria itu berseru seakan menodong.

Makka hanya bisa mematung tak bergerak. Dia sadar, pemilik gedung putih sudah keluar. Itu adalah Presiden Lemyaku.

"Aku adalah laki-laki yang kau cari," ucap Makka tegas. Suaranya keras sampai memecah kesunyian malam. "Makka, putra Naru."

Spontan, pria di depan Makka itu tertawa. Dia menggelengkan kepala. Setelah itu, dia bertepuk berkali-kali. Pria berambut emas ini seperti sedang menyoraki diri sendiri.

"Hahaha! Konyol sekali aku!" seru Lemyaku membiarkan tawa mengiringi. "Aku mengejarmu dengan berbagai cara, tapi kau malah datang sendiri ke hadapanku!"

Makka tak menanggapi tawa gila pria yang ada di depannya. Ini bukan gurauan. "Aku datang ke sini tidak untuk bertarung."

Terdiam. Lemyaku menghentikan tawanya. Pria bermata emas itu sudah bersiap untuk berkelahi habis-habisan. Namun, sang penghalang-rencananya ini malah bersikap lembut kepada Lemyaku. "Apa yang kau inginkan?"

Makka berhenti sesaat. Dia menguatkan diri terlebih dulu.

"Aku ingin melindungi semua orang." Makka menyorotkan tatapan tajam. Meski amarah masih tersimpan di dalam dirinya, pemuda Arab itu berusaha bertahan untuk semua orang. Sekali lagi, MESS air itu menghela napas panjang. Untuk sebuah perkataan. "Aku mau bergabung dengan Kaisar."

MESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang