1.1 Makka: be my b*tch!

968 183 148
                                    

SUDAH SETAHUN BERLALU. Sekarang, kakiku telah menjejak bagian utara Benua Midas. Sebentar lagi, aku akan keluar dari tempat ini. Bagaimana pun caranya!"

Di tengah kebun gelap, Makka meninju sebuah pohon berkali-kali. Ratusan kali. Entah, tidak ada yang sanggup menghitungnya.

Amarah masih menguar dari laki-laki bermata biru itu. Mata seindah lautan yang memantulkan sinar hangat rembulan, yang hanya dimiliki oleh makhluk air yang perkasa. Seakan termakan oleh dendam, Makka menganggap pohon di depannya sebagai pria yang membunuh sang bapak.

"Aku akan menjadi kuat!" teriak Makka sekali lagi sembari meninju sebatang pohon kurma kering.

Tubuhnya yang dipenuhi keringat mengilap sampai memantulkan sinar rembulan. Otot-ototnya terukir keras menghiasi setiap sudut. Amat gagah. Bahkan, Makka tidak merasakan dinginnya malam yang menusuk. Dia tetap berlatih 'tuk membalaskan dendam setahun lalu.

Lebih besar daripada tinjuan atlet, Makka bergegas menghunjam bogem mentah ke pohon di depannya kuat-kuat. Dia tak akan berhenti, hingga pohon yang ia hantam menjadi retak, lalu tumbang terbelah dua.

Sudah dua jam lamanya ia meninju pohon kurma kering, akhirnya, batang itu tumbang. Makka pun sampai bernapas terengah-engah. Dia tersenyum. Latihan pun telah usai. Jatuhnya pohon tadi menjadi tanda bahwa amarah hari ini sudah terbayar tuntas.

Makka pun berjalan perlahan, pulang ke sebuah pondok. Di sana, dia mengambil selembar handuk. Ia usapkan kain putih gading itu ke setiap sisi tubuh, tak terlupa berewok yang sudah semakin tebal yang ada di wajah.

Setelah itu, Makka mengambil kaos oblong semerah mawar di sebelah handuk. Tak menunggu lama, dia mengarah ke kamar mandi. Laki-laki berdarah Arab itu memancurkan seisi shower ke arah tubuhnya yang kekar. Dia memejamkan mata, lalu membiarkan sekujur badan dibasahi oleh dinginnya air malam.

"Sial, malam ini diriku akan berusia delapan belas tahun! Para monyet itu pasti akan menjualku. Semoga tidak ada seorang pun yang harus aku bunuh malam ini."

Makka berucap sembari memasang pakaian yang ada di atas sebuah kasur jerami.

Setelah rapi dan wangi berpakaian, laki-laki bermata biru itu bergegas keluar dari pondok. Dia berjalan cepat turun ke pusat kota. Netranya masih menguarkan amarah. Dengan keyakinan yang membara, dia akan memulai hidup di malam terburuk dari sepanjang tahun yang telah ia jalani.

Malam ulang tahun yang kedelapan belas

***

Selamat datang di Benua Midas!

Benua Emas. Mungkin lebih tepatnya, benua emas dengan emasnya adalah gurun pasir. Tempat dulunya negara gurun pasir menancapkan tonggak kebesaran pada masa lalu.

Akan tetapi, sekarang tempat yang dulu dikenal dengan nama Timur-Tengah itu, berubah menjadi benua tanpa arah aturan bagi setiap penduduk.

Mereka masih menyembah Allah Yang Maha Esa. Namun, mereka sekarang menjual manusia layaknya boneka. Beruntung, siaran dari Benua A-Capital—benua yang dulunya adalah Amerika Serikat—memberikan peringatan untuk melindungi semua orang yang berusia di bawah delapan belas tahun.

Akan tetapi, setiap anak yang sudah menginjak delapan belas tahun, harus bersiap mengalami mimpi buruk yang tak kan bisa mereka lupakan. 

Malam Penjualan.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
MESSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang