B a b 2 1

15 7 0
                                    

Happy Reading

***

Karena geram Vanesa pun mengambil pistol yang berada disaku pakaiannya dan menodongkan kepada pelaku hingga akhirnya menarik pelatuk.

DOR

Vino, Dino, dan Andra melebarkan matanya dan menatap tidak percaya ke arah Vanesa.  Pelaku tersebut pun mati dengan tembakan tepat di daerah jantung.

PRANG

Pistol itu jatuh ke lantai, dan tubuh Vanesa melemas namun dengan cepat Vino menompang tubuh Vanesa.

"Are you okay?" Tanya Vino khawatir sambil memegang kedua bahu Vanesa. Gadis itupun menggeleng. Lalu dengan cepat pun Vino menggendong Vanesa dengan bridal style.

"Bersihin ruangan ini sampe ga ada jejak satu pun. Dan gue mau pelaku dibuang dan hilangin semua jejak seolah pelaku mati secara natural." Ujar Ken pada anak buahnya.

"Siap bos!"

Ken dan lainnya keluar ruangan untuk mengecek keadaan Vanesa.

"Gila. I-itu tadi Vanesa?" Bisik Dino dengan sedikit gemetar kearah Andra.

"Ya lu pikir setan. Gue juga shock anjir!"

"Emejing"

"Ganyangka gue juga"

Kini Vino membawa Vanesa di ruang kumpul yang memang tersedia sofa-sofa. Tempat itu merupakan sebuah ruang kumpul dan bermain para anggota Drax. Vanesa direbahkan pada sofa.

Perasaan dan pikiran Vanesa cukup kalut dengan semua ini. Dalang dari musibah yang dialaminya adalah campur tangan dari tante dan sepupunya. Tapi kenapa? Bahkan ia tidak merasa memiliki salah bahkan mengusik mereka. Vanesa harus menyelidikinya.

"Mau ke rumah sakit aja hem?" Tanya Vino dengan lembut sambil menyampirkan helaian rambut ke telinga. Sejujurnya Vino memiliki banyak pertanyaan yang ingin ia tanyakan kepada gadis dihadapannya. Tapi ia tidak ingin menanyakan karena kondisi yang tidak memungkinkan.

"Engga, kalian pada pulang aja. Gue masih mau disini."

"Disini gak ada yang jagain ca. Mending ke rumah sakit aja ya."

"Engga vin, gue cuma butuh istirahat. Kalian pulang aja. Ini udah larut malam. Disini aman kok, lo pada tenang aja."

"Huft, okay."

"Ken, tolong jagain Caca. Kalo ada apa-apa kabarin gue."

"Lo tenang aja. Caca aman sama gue."

"Hmm.. yaudah aku pamit ya. See you dear."

"Hmm.." Caca menutupi rasa senangnya dengan menjawab singkat. Kenapa Vino sangat manis dan perhatian kepadanya. Dan kenapa jantungnya kini berdetak sangat cepat. Apakah ia udah bisa membuka hati?

Vino, Dino, dan Andra sudah keluar dari markas Drax. Vanesa dengan cepat mengganti posisinya menjadi duduk dibantu dengan aksa.

"Gimana bisa Ca lo ceroboh datang kesini? Lo gak takut Vino curiga antara kedekatan kita dan identitas asli lo disini?" Tanya Ken

"Ya maap bang, ya gimana gue juga gak bisa diem aja ketika pelaku udah ditahan."

"Keras kepala." Ujar Aksa menusuk dan Vanesa hanya mengerucutkan bibirnya.

"Terus saat lo tau dalang dibalik ini semua lo mau gimana?"

"Untuk urusan itu, gue yang bakal turun tangan sendiri." Ujar Vanesa dengan tekad yang bulat.

'Liat aja kalian bakal menyesal. And we will start a games' batin Vanesa.

"Yaudah, kita cuma bisa dukung lo. Sekarang lo istirahat aja disini." Ujar Rino membuka suaranya.

***

"Gimana dengan pelaku?" Tanya Reza.

"Pelaku berhasil dieksekusi tuan oleh non Caca langsung. Dan kabarnya pelaku sudah mati."

"Bagus. Lalu informasi apa yang didapat?"

"Rumornya, saya mendapat dari salah satu suruhan kita yang menyamar bahwa dalang semua ini adalah Mara dan Rania."

"Sial! Kirim semua barang bukti itu dan saya mau malam ini sudah ada."

"Baik Tuan."

Reza mengepalkan tangannya erat lalu menonjol tangannya pada dinding. Ia merasa tidak berguna sebagai saudara kandung yang tidak bisa melindungi kakaknya. Harus berapa lama ia harus menunggu ini semua. Cukup melelahkan.

Tring

Tring

Tring

Suara pesan masuk terdengar dari ponsel Reza.

"SIAL! Oke kalo itu cara licik mereka buat ngehancurin keluarga gue terutama kakak gue. Gue akan hancurin keluarga dia secara perlahan. Tunggu aku kak." Ujar Reza sambil menatap foto kakaknya yang terletak di meja kerjanya.

"REZAA.. Makan malamnya sudah jadi. Cepat kemari" ujar Oma dari luar  ruang kamarnya.

"Iya, Oma. " Jawab Reza. Reza harus memasang topeng agar terlihat menjadi anak yang tidak mengetahui apa-apa. Kita lihat seperti apa wajah-wajah tak berdosa ketika sedang berkumpul. Dengan cepat Reza pun ke ruang makan. Disana sudah ada Oma, tantenya dan sepupunya.

"Nih oma sudah siapin makanan kesukaan kamu. Ada capcai, ayam goreng plus sambalnya."

"Makasih Oma. Gausah repot-repot masakin aku. Aku bisa makan diluar atau minta bantuan mba. Kasian tubuh oma kalo diforsir terus."

"Betul itu oma. Oma kan sudah menua. Kasian badan oma kalau melakukan hal berat-berat." Ujar Mara aka Ibu Raina.

"Iya oma. Lagi pula di rumah ini kita kan punya mba. Kita bisa minta tolong mba untuk melakukan pekerjaan ini." Sambar Raina.

'munafik' batin Reza

"Gapapa. Untuk cucu oma, oma gak ngerasa cape." Ujar oma sambil mengelus rambut reza. Reza hanya tersenyum sambil mengambil lauk yang telah tersedia. Namun, siapa sangka hatinya begitu perih mengingat moment hangat seperti ini tidak ada sosok yang ia rindukan.

"Yasudah, tapi janji jangan cape-cape?" Ujar Reza.

"Iya sayang."

***

Tbc

Hallo readers! Apa kabar kalian? Maaf banget aku jarang banget up ceritanya. Tapi terima kasih banyak yang udah mau baca cerita ini. Aku harap kalian tidak bosan dengan cerita yang aku buat. Aku juga mau terima kasih atas vote dan komen yang kalian kasih ke aku. Lop u

DOUBLE V (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang