Selama dua hari ini, Liana hanya meringkuk di tempat tidurnya. Setelah bertengkar hebat dengan Galen beberapa hari yang lalu, kesehatan Liana drop seketika yang membuatnya harus beristirahat total seperti sekarang. Kondisinya kali ini, membuat Liana ingin menertawakan dirinya sendiri. Ia masih terlalu lemah untuk melawan Galen, itu yang terus terlintas di pikiran Liana.
Untung saja sejak hari itu, Galen belum juga menemuinya, jadi Liana benar-benar bisa beristirahat dengan tenang. Lagipula, waktu itu suasana diantara mereka berdua memang sangat panas, jadi keputusan untuk tidak saling bertemu lebih dulu adalah keputusan terbaik. Liana bersyukur karena kali ini Galen berpikiran sama dengannya.
Lama bergulat dengan isi pikirannya, Liana mulai mendengar pintu kamarnya terbuka. Walaupun begitu, itu tidak membuat Liana merubah posisi tidurnya yang membelakangi pintu kamar.
Mungkin mamahnya yang masuk kedalam kamarnya, mengingat ini sudah jam makan siang. Mamahnya itu pasti ingin memastikan Liana memakan makan sianganya, dan juga meminum obatnya. Itu yang akhir-akhir ini mamahnya lakukan.
"Aku pasti makan kok, mah tapi gak sekarang. Nanti aja, aku belum laper." Liana berkata lirih dengan bibir pucatnya setelah mendengar suara dari sesuatu yang sengaja diletakan diatas nakas.
"Makan sekarang!"
Detak jantung Liana seperti berhenti seketika setelah mendengar suara yang sudah dua hari ini tidak ia dengar. Liana tidak berani membalikan badan untuk sekedar melirik pemilik suara tadi, sehingga Liana hanya bisa terdiam dengan kedua tangan yang saling meremas.
"Liana."
"Nanti, Gal. Aku belum laper."
Suara tadi memang suara Galen, pria yang sebenarnya sedang ingin Liana hindari. Siapa sangka setelah dua hari berlalu, pria itu malah menemuinya lagi. Liana sebenarnya belum siap, Liana belum mau bertemu lagi. Perasaannya ini masih campur aduk, ia takut, tapi ia juga marah kepada Galen.
Lama tidak mendengar suara Galen, membuat Liana curiga. Kecurigaan itu benar saat ekor mata Liana mendapati sosok Galen yang berjalan menghampirinya lalu duduk ditepi tempat tidur dengan sorot mata yang mengarah kearah Liana.
"Makan, Liana. Biar kamu cepet sembuh."
Dengan ragu, Liana balas menatap mata Galen. Tidak ada lagi sorot menakutkan di mata Galen, sekarang hanya ada sorot teduh. Suara Galen juga tidak lagi meninggi, pria itu berujar lembut. Pria itu bukan seperti Galen yang ia temui dua hari yang lalu.
"Kamu yang sakit, yang khawatir orang lain."
Liana ingin berseru jika salah satu faktor ia sakit seperti ini ya, pria itu. Tapi Liana memilih untuk diam saja. Ia tidak mungkin memancing emosi Galen lagi, apalagi mereka sedang di rumah Liana, dan orang tuanya juga sedang ada di rumah. Liana tidak ingin sampai orang tuanya mendengar keributan antara dirinya dengan Galen.
"Maafin aku. Aku selalu lepas kendali kalo nyangkut masa lalu kamu."
Liana masih diam saja. Ia bosan dengan permintaan maaf Galen yang selalu sama, tapi selalu diulang pada akhirnya. Entah karena kesalahpahaman atau memang benar-benar kesalahan Liana, mereka berdua akan selalu berakhir dengan pertengkaran hebat karena itu memang sudah menjadi kebiasaan Galen, tidak peduli dengan kata maaf atau penyesalan yang dikatakan Galen setelahnya.
Usapan lembut yang Galen berikan di pipi Liana juga tidak membuatnya berbicara. Liana masih enggan untuk berbicara.
"Aku juga bawa ini," selain nampan berisi makanan, dan obat Liana, Galen ternyata juga membawa sebuah paper bag ber-merk ponsel keluaran terbaru. "Kamu butuh ponsel baru."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Boyfriend | Jung Jaehyun
Romance𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 𝐰𝐚𝐫𝐧𝐢𝐧𝐠(𝐬) ; 𝐏𝐡𝐲𝐬𝐢𝐜𝐚𝐥 𝐭𝐨𝐮𝐜𝐡, 𝐤𝐢𝐬𝐬𝐢𝐧𝐠, 𝐜𝐮𝐝𝐝𝐥𝐞, 𝐚𝐥𝐜𝐨𝐡𝐨𝐥, 𝐡𝐚𝐫𝐬𝐡 𝐰𝐨𝐫𝐝, 𝐡𝐚𝐫𝐬𝐡𝐧𝐞𝐬𝐬, 𝐬𝐞𝐧𝐬𝐢𝐭𝐢𝐯𝐞 𝐭𝐨𝐩𝐢𝐜, 𝐞𝐭𝐜. _-_-_-_-_ Waktu bisa merubah sesuatu menjadi apa yang tida...