Sambil bercermin, tangan Aldi bergerak membuat simpul dasi di kerah kemejanya. Gerakan Aldi sangat teliti, terlihat jelas jika ia ingin membuat simpul dasi yang rapi.
Ditengah-tengah gerakan tangannya, Aldi kembali mengingat apa yang terjadi satu hari yang lalu. Ingatan itu melintas di pikirannya begitu saja.
Satu hari yang lalu, tepatnya saat Liana kembali meminta izin untuk tidak masuk kantor. Saat itu, Aldi sebenarnya sedang berada tepat didepan rumah Liana. Bukan tanpa alasan Aldi ada disana. Ia kesana karena ingin memastikan sendiri bagaimana keadaan Liana. Walaupun awalnya Aldi tidak begitu yakin dengan niatnya itu, tapi pada akhirnya ia benar-benar sampai didepan rumah Liana.
Saat itu, Aldi memang tidak sampai masuk kedalam rumah Liana setelah ia mendapat pesan dari nomor asing yang ternyata adalah nomor perempuan itu. Tapi ada hal lain yang akhirnya mengganggu pikirannya sampai sekarang. Dream catcher, hadiah darinya untuk Liana dulu masih terlihat menggantung disalah satu pintu balkon rumah Liana. Aldi masih ingat betul bentuk, dan warnanya karena itu adalah buatan tangan Aldi sendiri. Dan Aldi tidak bisa mengelak pikirannya sendiri saat ia melihat Liana yang melepas dream catcher itu. Perempuan itu juga sempat menatap nanar benda tersebut.
Kenyataan jika Liana masih menyimpannya, benar-benar membuat Aldi kehabisan kata-kata.
Sadar dengan lamunannya ini, Aldi langsung menggelengkan kepalanya pelan. Karena lamunanya tadi Aldi sampai salah membuat simpul dasi, membuat pria itu menghela napas dan akhirnya membetulkannya dengan malas-malasan.
"Jangan goyah, Al." Aldi berbisik pada dirinya sendiri.
Selesai memakai dasi, Aldi meluruskan lengan kemejanya yang tadi digulung asal. Selesai dengan itu, pria itu tidak lupa memakai jas kerjanya.
Sekarang penampilannya sudah rapi.
Tok...tok...tok...
"Permisi, den."
Aldi menatap pintu kamarnya yang sejak tadi terbuka lebar. Disana ada wanita paruh baya yang satu bulan terakhir ini ia pekerjakan untuk membantunya mengurus rumah. "Ada apa, bi?" Aldi berjalan mendekatinya sekalian keluar dari kamar karena ia sudah siap pergi bekerja.
"Itu, dibawah ada tamu."
Setelah menutup pintu kamar, Aldi kembali menatap wanita paruh baya itu dengan bingung. "Tamu? Siapa?"
Ini masih sangat pagi, bahkan belum ada jam setengah delapan. Siapa yang bertamu se-pagi ini di jam kerja?
"Katanya si pegawai kantornya aden. Bibi malah lupa tanya namanya."
Setelah mendengar itu, Aldi menuruni anak tangga dengan mata yang berusaha mencari keberadaan tamunya itu. Dan setelah Aldi mendapati apa yang ia cari, ia tidak melepaskan tatapannya sedikitpun.
"Liana?"
Perempuan didepan Aldi membalikan badannya, menampilkan wajah segarnya. Sepertinya perempuan itu sudah benar-benar sehat.
"Ada apa?"
Aldi terheran-heran dengan kedatangan Liana kali ini.
"Maaf sebelumnya," ujar Liana tidak enak hati. "Subuh tadi saya dikasih kabar sama kak Sara, katanya meeting sama pihak investor yang tadinya dijadwalkan jam sembilan pagi, dimajukan jadi jam delapan pagi."
"Kenapa mendadak sekali?" Aldi bertanya sambil berjalan diikuti oleh Liana.
"Soalnya mereka ada meeting lain yang dimajukan juga oleh pihak lain. Jadi jadwal mereka akhirnya bentrok seperti ini. Berhubung jam delapan kita gak ada jadwal, jadi akhirnya pihak kita menyetujuinya," tidak terasa ternyata Liana mengikuti Aldi sampai keluar dari rumah. "Pak Aldi gak sarapan dulu?" tanya Liana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Boyfriend | Jung Jaehyun
Romance𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 𝐰𝐚𝐫𝐧𝐢𝐧𝐠(𝐬) ; 𝐏𝐡𝐲𝐬𝐢𝐜𝐚𝐥 𝐭𝐨𝐮𝐜𝐡, 𝐤𝐢𝐬𝐬𝐢𝐧𝐠, 𝐜𝐮𝐝𝐝𝐥𝐞, 𝐚𝐥𝐜𝐨𝐡𝐨𝐥, 𝐡𝐚𝐫𝐬𝐡 𝐰𝐨𝐫𝐝, 𝐡𝐚𝐫𝐬𝐡𝐧𝐞𝐬𝐬, 𝐬𝐞𝐧𝐬𝐢𝐭𝐢𝐯𝐞 𝐭𝐨𝐩𝐢𝐜, 𝐞𝐭𝐜. _-_-_-_-_ Waktu bisa merubah sesuatu menjadi apa yang tida...