Ruangan gelap ini terasa begitu hampa, hingga menyisakan pengap yang sangat memuakan. Jika ada seseorang yang menyusuri ruangan ini, mungkin saja orang itu akan menyandung sesuatu, karena disini memang segelap itu, belum lagi ada beberapa barang yang berserakan diatas lantai.
Ruangan ini memang terlihat jauh berbeda dari hari-hari biasanya. Jika biasanya rapi, sekarang malah tidak lagi. Selain beberapa barang yang berserakan diatas lantai, di ruangan ini bahkan juga ada beberapa barang yang sudah pecah dengan mengenaskan. Ini semua bukti jika semalam ada hal luar biasa yang terjadi disini. Ada amarah juga yang pasti terlampiaskan dengan begitu hebat.
Dan sekarang, sang pelaku itu malah masih tengkurap dibawah selimut tebalnya, tidak peduli jika matahari sudah meninggi dibalik tirai tebal berwarna abu-abu yang tertutup rapat itu.
Sejak ia terbangun pagi tadi, ia hanya tengkurap sambil menatap nanar tirai itu. Matanya terlihat sangat sayu jika diperhatikan lebih dekat lagi, seolah hampir terpejam rapat.
Sebenarnya dibalik keterdiamannya ini, ada begitu banyak pikiran yang menghantuinya, menuntutnya agar segera terselesaikan dengan cara apapun juga. Pikiran-pikiran tanpa akhir ini yang membuat kepalanya sakit, sampai rasa-rasanya kepalanya bisa meledak kapan saja.
Galen, pria itu meremas kuat rambutnya bersamaan dengan erangan yang mulai menggema. Seolah tidak cukup dengan perdebatan hebat antara dirinya dengan ayahnya yang terjadi semalam, hari ini ia juga sangat merindukan Liana. Ia ingin sekali menemui perempuan itu, mendekapnya erat sampai perempuan itu tidak punya celah untuk keluar. Namun lagi-lagi, keinginannya itu terkubur perlahan dengan ingatan-ingatan kala ia menyakiti Liana.
Sekarang Galen hanya bisa menikmati kenangan-kenangan antara dirinya dengan Liana. Seperti kenangan di sabtu malam satu tahun yang lalu, ketika ia datang ke rumah Liana dengan amarah yang sudah sampai di ubun-ubun hanya karena pesan dan telfonnya tidak kunjung dibalas oleh perempuan itu. Namun hal yang ia temukan setelah sampai di rumah Liana malah membuat amarahnya menguap ke udara, digantikan dengan perasaan sendu yang tak kalah sendunya dengan mendung malam itu.
Saat itu Galen melihat Liana yang berjongkok sambil tersedu-sedu. Iya, perempuan itu sedang menangis sendirian. Ketika Galen menghampirinya, Galen menemukan kucing pemberian darinya sudah terbujur kaku diatas tanah. Liana malam itu menangisi kucing tersebut.
"Galen, kucingnya," saat itu, dengan pipi yang basah, Liana berujar pada Galen sambil menunjuk kucing didepannya. "Dia tiba-tiba udah kaya gini, Gal. Aku gak tau dia kenapa," dan saat itu yang Galen lakukan hanya mendekap tubuh Liana. Menenangkannya sebisa mungkin walaupun ia merasa tidak menyangka jika Liana menangis hanya karena kucingnya mati.
"Udahan nangisnya, mending kucing-nya kita kubur dulu!" kalimat itu ditutup dengan sebuah kecupan lembut di dahi Liana.
"Kenapa dia tiba-tiba mati kaya gini? Aku paling gak suka ditinggalin dengan cara kaya gini, Gal. Dengan cara tiba-tiba dan tanpa ada perpisahan yang layak."
"Na, itu cuma kucing!"
Seharusnya saat itu Galen sadar jika ada luka yang teramat dalam di hati Liana mengenai di tinggalkan dengan cara tak sopan seperti itu. Seharusnya Galen lebih peka dengan apa yang Liana rasakan.
Lelah memikirkannya, Galen beralih mengambil ponsel dibawah bantalnya. Melihat berbagai notifikasi yang masuk. Dan saat itu juga ia melihat ada keganjalan. Ia menemukan pesan yang di kirim pada Liana. Pesan yang sama sekali tidak mendapatkan balasan itu, memuakan di mata Galen.
Galen mengerang keras, lalu melempar ponselnya sampai menghantam dinding dengan sempurna. Setelah itu, ia menarik selimut sampai menutupi semua badannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Boyfriend | Jung Jaehyun
Romance𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 𝐰𝐚𝐫𝐧𝐢𝐧𝐠(𝐬) ; 𝐏𝐡𝐲𝐬𝐢𝐜𝐚𝐥 𝐭𝐨𝐮𝐜𝐡, 𝐤𝐢𝐬𝐬𝐢𝐧𝐠, 𝐜𝐮𝐝𝐝𝐥𝐞, 𝐚𝐥𝐜𝐨𝐡𝐨𝐥, 𝐡𝐚𝐫𝐬𝐡 𝐰𝐨𝐫𝐝, 𝐡𝐚𝐫𝐬𝐡𝐧𝐞𝐬𝐬, 𝐬𝐞𝐧𝐬𝐢𝐭𝐢𝐯𝐞 𝐭𝐨𝐩𝐢𝐜, 𝐞𝐭𝐜. _-_-_-_-_ Waktu bisa merubah sesuatu menjadi apa yang tida...