Rasa-rasanya baru saja kemarin Aldi memakai seragam SMA untuk terakhir kalinya, tapi nyatanya sudah enam tahun berlalu. Enam tahun yang bagi Aldi seperti mimpi tak terlupakan. Niat, dan usaha melupakannya saja tidak pernah bisa membantu Aldi sama sekali. Semua tetap sama, mereka yang hadir di masa remajanya masih saja menghantui Aldi tanpa bosan.
Berdiri menghadap kaca gedung di ruangannya, Aldi mulai menatap segala sesuatu yang bisa ia lihat dari sini. Sampai tatapannya terpaku dengan satu bangunan yang terlihat mini jika di lihat dari gedung lantai lima belas dimana Aldi berada sekarang. Gedung itu adalah sebuah SMA yang kebetulan berada tidak jauh dari perusahaannya.
Aldi memasukan kedua tangan kedalam saku celana bersamaan dengan helaan nafas panjang yang ia hembuskan kasar. "Waktu emang merubah banyak hal," lirihnya yang masih terus menatap gedung sekolah itu.
Tok... Tok... Tok...
Aldi tetap berdiam diri ditempatnya berdiri saat mendengar suara ketukan dari pintu ruangannya.
Tidak lama setelahnya, Aldi mendengar ada ketukan sepatu hak tinggi di lantai, bersamaan dengan harum teh manis yang masuk kedalam indra penciuman Aldi.
Orang yang sudah masuk kedalam ruangannya itu pasti Liana. Aldi hanya menebak saja, lagipula siapa lagi yang bisa masuk kesini tanpa izin jika bukan sekertaris barunya itu.
Mengingat Liana, Aldi jadi teringat dengan kejadian di rumah Vero waktu itu. Dan pertanyaan dalam benaknya masih saja sama. Apa Liana mendengar semua pembicaraan mereka?
Sedari awal tahu jika Liana salah paham dengan hubungannya dan Oliv, Aldi tidak berniat sekalipun untuk memberi penjelasan atau semacamnya, walaupun ia yakin jika pada akhirnya kebenaran itu pasti akan terungkap dengan sendirinya. Alasan Aldi melakukan itu karena Aldi punya satu firasat. Jika saja Liana tahu kebenarannya, mungkin saja diantara mereka akan timbul harapan kecil yang bisa bertambah besar seiring berjalannya waktu. Aldi tidak menginginkan hal itu, apalagi setelah ia tahu jika Liana sudah bertunangan dengan pria lain.
Mungkin banyak yang bertanya-tanya, kenapa Aldi bisa sepercaya diri ini? Alasannya, Aldi masih melihat tatapan sama dari Liana enam tahun lalu kepada dirinya. Tatapan yang tidak Aldi temukan saat Liana menatap pria yang saat itu mengaku kepada Aldi jika ia adalah tunangan Liana. Dalam kata lain, Aldi masih bisa merasakan jika ada sisa rasa didalam hati Liana untuknya. Dan tentu hal itu tidak baik untuk mereka, lebih tepatnya untuk Liana yang sudah terlampau disakiti olehnya.
"Saya bawakan teh hangat buat pak Aldi."
Aldi memejamkan kedua matanya mendengar suara Liana yang masuk kedalam telinganya. Dan ketika Liana memanggilnya dengan panggilan seperti itu, Aldi kembali merasakan hal yang aneh. Mungkin lebih tepatnya, ia tidak menyangka jika Liana akan tetap memanggilnya dengan sebutan itu. "Taruh saja disitu!" masih tanpa menatap Liana, Aldi menjawab.
"Saya juga bawakan roti rasa vanila."
"Dia masih inget?" Aldi membuka matanya. Sekarang, yang terlintas di pikirannya adalah Liana yang hanya membawa asal cemilan untuknya, atau perempuan itu sengaja membawakan roti rasa vanila kesukaannya?
Pertanyaan macam apa ini?
"Terimakasih."
Aldi mendengar suara ketukan pelan antara cangkir dengan meja kerjanya yang beralas kaca. Tandanya jika Liana sedang meletakan cangkir keatas meja kerja Aldi.
Brugh
Mendengar ada suara sesuatu yang jatuh, Aldi langsung menatap kearah Liana. Perempuan itu terlihat melamun melihat sebuah bingkai foto yang sepertinya tidak sengaja ia senggol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Boyfriend | Jung Jaehyun
Romance𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 𝐰𝐚𝐫𝐧𝐢𝐧𝐠(𝐬) ; 𝐏𝐡𝐲𝐬𝐢𝐜𝐚𝐥 𝐭𝐨𝐮𝐜𝐡, 𝐤𝐢𝐬𝐬𝐢𝐧𝐠, 𝐜𝐮𝐝𝐝𝐥𝐞, 𝐚𝐥𝐜𝐨𝐡𝐨𝐥, 𝐡𝐚𝐫𝐬𝐡 𝐰𝐨𝐫𝐝, 𝐡𝐚𝐫𝐬𝐡𝐧𝐞𝐬𝐬, 𝐬𝐞𝐧𝐬𝐢𝐭𝐢𝐯𝐞 𝐭𝐨𝐩𝐢𝐜, 𝐞𝐭𝐜. _-_-_-_-_ Waktu bisa merubah sesuatu menjadi apa yang tida...