Liana menghela napas panjang sambil menutup rapat wajahnya setelah bercerita kepada teman-temannya tentang apa yang sudah ia alami karena Galen, bahkan Liana bercerita sampai ke bagian bagaimana Aldi menemaninya semalaman penuh.
Walaupun dengan bercerita masih membuat dada Liana sesak, tapi Liana berusaha melakukannya sampai akhir. Liana memilih jalan itu daripada teman-temannya salah mengira dengan apa yang di maksud oleh Vero. Pria itu memang sempat menguping sebagian dari pembicaraan Liana, dan David tadi lalu tanpa pikir panjang malah mengatakannya pada yang lain.
Masih menutup rapat wajahnya, Liana merasakan ada usapan-usapan lembut dikedua bahunya. Tidak lama setelahnya, Liana mulai merasakan pelukan hangat dari berbagai sisi.
"Na, maaf karena kita maksa lo buat cerita." Tiara berujar penuh sesal.
Aliya mengangguk setuju. "Jangan sedih, Na!" katanya. "Awas aja si Galen, kalo ketemu bakal gue hajar habis-habisan dia," lanjutnya dengan amarah yang berkobar-kobar.
"Na, lo gak nangis lagi, kan?" kini Clara yang bertanya.
"BALIK KE JAKARTA SEKARANG AJA, AYOK! GUE JADINYA PENGIN NINJU GALEN SEKARANG JUGA." Vero langsung berdiri dari duduknya. Pria itu berteriak keras. "BANGSATNYA GAK NGOTAK BANGET!" kesalnya.
Tama menghela nafas berat, lalu ia menarik kuat Vero sampai terduduk lagi. "Gak usah asal bertindak, deh! Dan juga namanya orang bangsat mana bisa pakai otak?"
"Bener juga, sih." Vero mengangguk-anggukan kepalanya. "AH, TAPI GUE BENER-BENER KESEL INI, LOH!" Vero berteriak lagi, saking kesalnya. Kakinya sampai dihentakan keras ke lantai.
"VER, BISA DIEM GAK SIH LO? GAK USAH TERIAK-TERIAK TERUS!" Bela malah ikut berteriak. Ia pening mendengar teriakan Vero yang tidak terkontrol.
"LO JUGA TERIAK, NJIR!"
"MAKANNYA JANGAN MULAI!"
"Diem gak lo pada!" Tama kesal sendiri mendengarnya.
Tiara yang masih setia memeluk Liana juga jadi ikutan kesal. Perempuan itu menatap tajam Bela, dan Vero yang jarang sekali bisa akur. "Tau nih, lo pada. Liat situasi kondisi dulu kenapa kalo mau adu mulut!" ujarnya.
"Ya, maaf." Vero, dan Bela berujar bersamaan. Dan setelah itu mereka berdua jadi saling menatap tajam karena tidak suka mengatakan hal yang sama secara bersamaan.
Liana kembali menghela nafas. Ia mulai memberanikan diri menatap teman-temannya dengan mata yang sedikit memerah. "Gue gak papa, kok. Lagian itu udah berlalu, dan juga_" Liana memejamkan matanya beberapa saat. "Untungnya hal terburuk gak sampai terjadi." Liana melirih ketika melanjutkan kalimatnya.
"Lo selalu gini, Na. Bilangnya gak papa padahal kenapa-kenapa. Sekali-kali jujur sama perasaan lo sendiri itu penting." Aliya memberi komentar. "Ngomong sedih kalo emang sedih, ngomong marah kalo emang marah! Kita bakalan dengerin semua unek-unek lo kok, Na."
"Tapi kalo itu rasanya masih berat, jangan dipaksa juga, nanti ujungnya malah nyakitin diri lo sendiri!" Clara juga ikut memberi saran.
"Dulu maupun sekarang, kita bakalan ada buat lo," ujar Tama yang diangguki oleh mereka semua.
"Makasih temen-temen." Liana tersenyum kecil sambil menatap teman-temannya secara bergantian.
Keempat perempuan itu langsung memeluk Liana penuh sayang hingga tubuh Liana tidak terlihat.
Vero yang mendengar percakapan itu, bergidik karena merinding. Pria itu langsung mengusap lengannya. "Kalian kerasukan apa, sih? Gue merinding denger omongan kalian yang tumben banget berfaedah."
"Sialan lo." Tama tidak segan-segan mendorong kuat tubuh Vero.
"Ada apa, nih?"
Mereka semua langsung menatap kearah pintu vila. David yang tadi pamitan pergi membeli cemilan ternyata sudah kembali. Tapi David tidak sendirian, dibelakangnya ada Aldi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Boyfriend | Jung Jaehyun
Romance𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 𝐰𝐚𝐫𝐧𝐢𝐧𝐠(𝐬) ; 𝐏𝐡𝐲𝐬𝐢𝐜𝐚𝐥 𝐭𝐨𝐮𝐜𝐡, 𝐤𝐢𝐬𝐬𝐢𝐧𝐠, 𝐜𝐮𝐝𝐝𝐥𝐞, 𝐚𝐥𝐜𝐨𝐡𝐨𝐥, 𝐡𝐚𝐫𝐬𝐡 𝐰𝐨𝐫𝐝, 𝐡𝐚𝐫𝐬𝐡𝐧𝐞𝐬𝐬, 𝐬𝐞𝐧𝐬𝐢𝐭𝐢𝐯𝐞 𝐭𝐨𝐩𝐢𝐜, 𝐞𝐭𝐜. _-_-_-_-_ Waktu bisa merubah sesuatu menjadi apa yang tida...