Tidak seperti cuaca kemarin yang cerah bahkan sampai matahari menghilang di peraduannya, hari ini malah mendung berkepanjangan sampai akhirnya hujan-pun berjatuhan. Kilatan petir dan suara guntur juga ikut menghiasi langit yang dipenuhi awan kelabu itu.
Mood yang buruk, ditambah cuaca yang buruk pula, kombinasi yang lengkap untuk membuat Galen larut dalam pikiran kelamnya. Dalam keadaan mabuk seperti sekarang saja tidak mampu membuat Galen mengalihkan pikirannya itu.
Apa yang membuat Galen seperti itu? Tentu saja jawabannya tidak lain adalah kelakuannya sendiri.
Emosi yang tidak bisa di kontrol, pikirannya yang sempit, dan keegosiannya adalah musuh terbesar bagi Galen. Sebenarnya Galen juga tidak ingin mempunyai sifat buruk seperti itu. Atau mungkin setidaknya Galen bisa berubah sedikit demi sedikit menjadi lebih baik. Tapi bagaimana lagi? Galen tidak bisa mengendalikan itu semua sesuai dengan keinginannya. Ini sudah seperti takdir yang sama sekali tidak bisa di tolak oleh Galen.
Galen mungkin hanya tidak berusaha untuk berubah!
Kalian salah jika berpikir Galen tidak berusaha sama sekali. Selama ini, bahkan sebelum mengenal Liana, Galen sudah berusaha semaksimal mungkin agar dirinya menjadi orang normal layaknya orang lain. Cara mengontrol emosi, cara menghargai orang lain, cara berpikiran luas, dan masih banyak cara-cara menjadi orang baik lainnya yang Galen pelajari. Pria itu bahkan tidak mempelajari itu semua sendirian, ia di bimbing langsung oleh seorang Psikiater.
Iya, Galen adalah seorang pria yang mempunyai gangguan kepribadian. Ia selalu ingin menjadi yang dominan dalam segala hal. Itulah yang menyebabkan Galen tidak bisa menghargai orang lain, yang membuatnya bersikap egois dan keras kepala. Ia juga tipikal orang yang tidak mau kalah. Masalah ini tentu hanya diketahui oleh keluarga Galen. Liana maupun orang lain bahkan tidak ada yang menyadari jika sifat-sifat Galen tersebut masuk kedalam gangguan kepribadian.
Masih ingat saat pagi tadi mamah Galen menyuruh pria itu menemui dokternya? Dokter yang dimaksud saat itu adalah psikiater yang selama ini menangani Galen.
Bertahun-tahun menjalani perawatan, nyatanya tidak memberikan perubahan yang besar untuk Galen. Galen jadi muak sendiri sampai berpikir jika dirinya sama sekali tidak bisa berubah.
"Bunda, Bunda, lift-nya udah kebuka. Ayo, Bunda!"
Seruan dari anak kecil tadi membuat Galen tersadar dari lamunannya. Untung saja Galen sadar, jika tidak mungkin saja Galen akan melewati lantai apartemennya.
Galen dengan mata sayunya, memperhatikan anak kecil berambut panjang yang masuk kedalam lift sambil menarik tangan bundanya.
Galen tidak tahu jika ternyata wanita, dan anak kecil itu adalah Oliv, dan Raina.
"Bunda, bau apa ini? Baunya nusuk hidung Rain." Raina, anak kecil itu mencapit hidung menggunakan ibu jari, dan telunjuknya. Sambil menatap Oliv, kening Raina mengerut pelan.
Oliv yang sadar jika bau yang dimaksud Raina adalah bau alkohol, hanya mampu menatap Galen, satu-satunya orang yang berada di lift ini bersama dengan mereka. Oliv menduga didalam hatinya jika bau alkohol itu berasal dari Galen.
Galen nyatanya tidak memperdulikan tatapan Oliv. Pria itu malah menghalangi pintu lift yang hampir saja tertutup. Dan masih dengan tampang tidak peduli, Galen keluar dari dalam lift.
"Bunda!"
"Bukan apa-apa kok, Rain. Nanti juga hilang sendiri baunya."
Galen tidak mendengar lagi percakapan mereka, karena Galen memilih langsung pergi dari sana bersamaan dengan pintu lift yang tertutup.
Tidak butuh waktu lama untuk Galen sampai didepan apartemennya. Galen yang merasa lehernya seperti tercekik, mulai mengendorkan dasinya menggunakan tangan kiri, sedangkan tangannya yang lain sibuk memasukan sandi pintu apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Boyfriend | Jung Jaehyun
Romance𝐂𝐨𝐧𝐭𝐞𝐧𝐭 𝐰𝐚𝐫𝐧𝐢𝐧𝐠(𝐬) ; 𝐏𝐡𝐲𝐬𝐢𝐜𝐚𝐥 𝐭𝐨𝐮𝐜𝐡, 𝐤𝐢𝐬𝐬𝐢𝐧𝐠, 𝐜𝐮𝐝𝐝𝐥𝐞, 𝐚𝐥𝐜𝐨𝐡𝐨𝐥, 𝐡𝐚𝐫𝐬𝐡 𝐰𝐨𝐫𝐝, 𝐡𝐚𝐫𝐬𝐡𝐧𝐞𝐬𝐬, 𝐬𝐞𝐧𝐬𝐢𝐭𝐢𝐯𝐞 𝐭𝐨𝐩𝐢𝐜, 𝐞𝐭𝐜. _-_-_-_-_ Waktu bisa merubah sesuatu menjadi apa yang tida...