HN 02

706 160 20
                                    

"Pokoknya kalau ayah udah nggak izinin berarti bunda juga nggak izinin kamu buat liburan ke Bali," kata perempuan paruh baya itu.

"Tapi Bun... Nata tuh udah gede. Nata udah bisa cari uang sendiri. Lagian Nata liburan juga pakai uang Nata sendiri bukan uang bunda sama ayah," rengek Nata.

"Ya ayah sama bundamu nggak peduli kamu mau pakai uang siapa. Tapi yang ayah sama bundamu peduliin itu keselamatan kamu," jelas ayahnya Nata.

Nata mendengus. "Ya Nata juga bisa jaga diri lagian Nata nggak sendiri, Nata kesana bereempat, sama Ketlin juga," bujuk Nata lagi.

"Kalau memang acara kantormu, ayah sama bunda bakal izinin, kalau cuma kamu sama temen-temen SMA kamu itu aja kita nggak bisa ngizinin," kata ayahnya Nata yang langsung pergi meninggalkan Nata dan bundanya yang tengah berada di ruang kekuarga itu.

"Ya kalau nungguin dari kantor mah nggak tau kapan bakal ada karena kita lagi sibuk-sibuknya kerja Bun..." kata Nata menatap bundanya.

"Ya gimana, bunda sama ayah itu khawatir sama kamu Nat..."

"Tapi Nata tuh udah gede, udah kepala dua, kalau nggak boleh terus nanti Nata makin tua makin nggak bisa main gimana?" tanya Nata yang mulai meneteskan air matanya.

"Ya nanti kamu liburannya sama suami kamu," kata bundanya yang berhasil membuat Nata geleng-geleng.

"Nata punya pacar aja dilarang gimana mau nikah, lagian Nata nggak mau nikah muda ah! Gimana kalau Nata nanti dapet suami yang justru ngekang Nata nggak boleh kemana-kemana gimana? Mau kapan Nata liburannya?" rengek Nata lagi.

"Yaudah makanya mainnya di Bandung aja, nggak usah jauh-jauh," sanggah bundanya.

"Tapi Nata maunya ke Bali bun... bosen kalau cuma di Bandung," kata Nata lagi.

"Pokoknya kalau kamu masih mau dianggap anak sama ayah dan bunda, kamu nurutin apa kata ayah dan bunda!"

***

"Hes, Hes," kata Nata sambil menatap keluar kaca mobil yang baru saja membawa mereka masuk ke dalam kawasan kediaman keluarga Winata itu. Nata sejak tadi memang melamun, mengingat percakapannya dengan ibunya beberapa hari yang lalu.

"Apa?"

Nata melirik laki-laki yang sibuk dengan IPad nya itu. Ternyata Hesta sesibuk itu sampai di akhir minggu saja masih mengurus pekerjaannya.

"Lagi ngurusin kerjaan?"

Hesta geleng-geleng lalu menunjukkan layar Ipadnya. "Lagi main game," sahut Hesta santai yang kembali melanjutkan permainannya.

Nata langsung memutar bola matanya karena sudah terpikir untuk memuji Hesta namun ternyata sia-sia.

"Hes, jadi tukang kebun di rumah kamu gajinya pasti besar ya?" tanya Nata membuat Hesta heran karena pertanyaan random nya.

"Kenapa? Kamu mendadak mau daftar jadi tukang kebun disini aja daripada jadi istri saya?"

Nata menggeleng cepat. "Bukan gitu, cuma kebayang aja, kebun kamu dari gerbang ke dalam aja luas banget, jadi pasti cape jadi si tukang kebunnya mana sendirian dan karena cape pasti gajinya besar kan? Awas aja kalau nggak besar aku yang bakal protes nih!"

Hesta berdecak. "Ya kamu pikir aja sendiri yakali cuma ada satu tukang kebun," balas Hesta sinis.

"Ya iya sih..."

Hening kemudian kembali melanda mereka.

"Hes, hes," panggil Nata lagi.

"Apaan lagi?"

Hei, Nata!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang