Nata saat ini tengah menyesal sendiri. Tau begini dia benar-benar bertanya pada Hesta tentang berapa gaji tukang kebun di rumah besarnya ini. Ya karena saat ini Nata tengah membantu neneknya Hesta berkebun. Untungnya Nata suka berkebun walau dia harus kelelahan karena berkebun di Surabaya di tengah hari tidak seenak di Bandung. Beda cuaca memang walau sesama ada di pulau Jawa.
"Lidah buaya itu paling bagus ditanam di tempat yang kering jadi jangan sampai kehujanan kalau bisa. Makanya kita tidak perlu sering-sering menyiram karena memang nggak baik kalau kebanyakan air."
Nata mengangguk sambil mengikuti kegiatan neneknya Hesta yang tengah menanam tanaman sejenis sukulen itu.
Nata tidak membenci lidah buaya, hanya saja menanam di lahan seluas ini membuatnya kelelahan. Belum lagi cuacanya sangat panas.
Keringat Nata terus bercucuran.
"Kalau tiba-tiba hujan deras gimana nek?"
Neneknya Hesta melirik sinis Nata. "Saya sudah pelajari kalau hujan untuk sebulan ini tidak akan turun di langit Surabaya."
"Tapi kan nek-"
"Saya bawa kamu berkebun bukan untuk memikirkan hal yang sudah saya perkirakan. Memangnya kamu pikir saya tidak punya perhitungan sendiri?"
"Maaf nek..." kata Nata yang hanya bisa menatap nenek Hesta langsung berdiri dan berjalan jauh masuk ke dalam rumah karena terlihat kesal pada Nata.
Nata inginnya menyusul tapi pasti masalahnya akan lebih besar jadi mau tidak mau dia kembali melanjutkan kegiatan berkebunnya.
***
Nata merasa kesepian. Karena nenek Hesta marah padanya dan mendiamkannya sudah hampir tiga hari setelah kejadian berkebun kemarin keluarga Hesta yang lain sibuk jadi Nata hanya makan sendirian di ruang makan yang besar ini. Hesta juga selalu pulang larut malam dan pergi sangat pagi jadi tidak bisa menemani Nata makan.
Nata memang biasa makan sendiri tapi tidak di tempat seluas ini. Lagipula kalau Nata makan sendiri biasanya ia ditemani dengan tontonan lewat televisi, ponsel atau laptopnya. Tapi disini dia tidak bisa melakukannya. Jatuhnya tidak sopan walaupun tidak akan ada yang memarahinya.
Nata hanya di temani beberapa pelayan yang hanya menemaninya dari jauh untuk berjaga-jaga barang kali ada yang Nata inginkan. Padahal Nata tidak ingin ditemani yang seperti itu. Rasanya tidak enak jika hanya dia yang makan. Dia tadi sudah menawarkan tapi mereka menolaknya sopan. Mereka melanggar peraturan dan Nata tentu saja tidak mau membuat mereka dihukum karena melanggar peraturan.
Nata yang butuh makan akhirnya menikmati makanannya itu sendirian sebelum akhirnya ia kembali ke Kamarnya dan Hesta seperti biasa.
Dia menghubungi Caitlyn yang masih di Bali. Nata melakukan video call dengan sahabatnya itu. Dan Nata merasa menyesal melakukan panggilan video karena yang kini dia lihat benar-benar membuatnya iri.
"Kalian lagi di Nusa Penida?" tebak Nata melihat pemandangan yang tersaji.
"Iya nih Nat... sayang banget lo pulang tapi ya gimana ya kan sekarang lo harus jadi menantu yang baik," ledek Caitlyn lewat layar ponsel mereka.
"Ngapain gue nikah ya kalau gini..." gumam Nata sambil tersenyum lirih.
"Tapi Surabaya asik kan? Lo beruntung jadi bisa ke dua kota dalam waktu dekat ini," kata Caitlyn seolah mencoba menghibur Nata walau yang dihibur tidak merasa terhibur.
"Oh sangat beruntung sih emang gue," kata Nata dengan nada sarkasme mengingat dia tidak menikmati liburannya apalagi orang yang membuatnya merasakan ini justru jadi jarang ia temui karena biasanya Hesta pulang ketika Nata sudah tidur dan pergi sebelum Nata bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hei, Nata!
RomanceZennata Maheswari frustasi karena kedua orang tuanya yang strict parents. Nata akhirnya meminta tetangganya sendiri untuk menikah dengannya agar ia bisa berlibur dengan mudah ke Bali. Lalu apa tetangganya itu akan menerimanya dengan mudah? Au jungri.