HN 18

485 111 23
                                    

"Mbak Nata tolong angkat buku nikahnya lebih tinggi lagi dong!"

"Cincinnya mana mbak Nata?"

"Senyumnya Mbak Nata jangan lupa!"

"Nat?"

Dan suara Hesta lah satu-satunya suara yang berhasil menembus ruang sadar Nata. Suara orang-orang yang berteriak itu benar-benar seolah tidak terdengar di telinga Nata.

Nata dan Hesta melangsungkan pernikahan mereka pagi ini. Semua rangkaian pernikahan ini terasa berjalan cepat begitu saja bagi Nata.

Pernikahannya hari ini bahkan ijab qabulnya baru disahkan beberapa menit yang lalu. Tapi jiwa Nata saat ini seolah tidak ada di tempatnya. Apa karena Nata terlalu gugup? Terlalu senang? Atau kenangan beberapa hari yang lalu masih ada di pikirannya?

Ucapan buruk Hesta saat di telpon mereka saat pesta lajang benar-benar terus terngiang di kepala Nata.

"What if almost?"

Hampir? Hesta dan Gaby hampir berciuman malam itu.

Nata mendengar suara Hesta tertawa di ujung teleponnya saat itu.

"Mau hampir atau sudah juga bukannya bukan urusan kamu kan Nat? Harusnya kamu udah nggak ada hak juga buat batalin pernikahan ini. Perlu kamu ingat lagi kalau pernikahan kita cuma karena ide gila kamu sama sahabat kamu biar kalian bisa liburan di Bali bareng jadi harusnya kamu pihak yang merasa paling diuntungkan dengan adanya pernikahan ini."

Nata yang pusing karena pengaruh alkohol mencoba dengan susah payah mencerna kata-kata Hesta.

"Kecuali kalau kamu beneran cinta sama saya, kamu jatuh cinta sama saya Nat?"

"Mau izin istirahat dulu Nat?"

Nata melirik Hesta yang menatapnya walau tangannya masih sibuk menunjukkan buku nikah mereka pada beberapa orang di hadapan mereka. Bukan hanya keluarga, rekan, teman, sahabat atau bahkan kolega, tapi beberapa wartawan juga hadir di pernikahan ini.

Nata menggelengkan kepalanya. "Nggak usah Ta, aku nggak kenapa-kenapa lagian."

Nata lalu memasang senyum terbaiknya lalu mengacuhkan tatapan Hesta dan kini dia menatap ke depan dengan percaya diri sambil memamerkan cincin serta buku nikah di tangannya seolah ia tengah tidak memikirkan soal apapun.

Ini kan yang sejak dulu diinginkan Nata?

Memiliki suami yang bisa membuatnya terbebas dari keluarganya.

***

Caitlyn mengusir semua orang yang ada di ruang make up dan meminta mereka memberinya waktu untuk mengobrol hanya berdua dengan si pengantin perempuan yang kini sudah berganti pakaian akad ke pakaian resepsi.

"Gue kira lo bakal ngebatalin pernikahan lo pas kabur semalem," kata Caitlyn.

Nata terkekeh mengingat semalam dia memang sempat terpikir untuk benar-benar kabur agar pernikahannya dengan Hesta batal tapi rupanya kini justru Nata sudah berstatus sebagai istri sah Hesta.

Nata memandangi cincin yang melingkar di jari manisnya.

"Nggak lah gila aja, ini liburan kita udah di depan mata masa gue batalin gitu aja..."

"Terus semalem-"

Nata melirik Caitlyn lalu tersenyum. "Semalem gue cuma mau cari udara segar aja Ket... Lo cobain makanya nikah sama Rayn, pasti lo bakal ngerasain perasaan campur aduk pas di malam sebelum hari pernikahan lo," jelas Nata mencoba meyakinkan Caitlyn.

"Tapi kalau gue nikah sama Rayn kan kita nikah berdasarkan cinta. Kalau lo sama Hesta sekarang kan-"

"Gue sama Hesta juga berdasarkan cinta. Cinta diri kita masing-masing tapi," jelas Nata sambil tertawa lirih.

Hei, Nata!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang