Setelah puas menangis semalam hingga membuat kamarnya di penuhi tisu bekas. Gadis mungil itu pun akhirnya beranjak dari ranjangnya.
Jam menunjukkan pukul 3 lewat 15 menit. Semua lagu galau playlistnya sudah di putar berulang kali hingga dia muak mendengar nya.
Suara perut keroncongan membuatnya sadar belum ada makan apapun dari pulang sekolah kemarin.
"Kira-kira ada cemilan nggak ya" Suarannya parau dan tenggorokan kering.
Langkah kakinya terhenti di depan cermin setinggi dirinya. Raut Acak-acak, hidung merah, mata sembab karena terlalu lama menangis.
Gadis mungil itu tertawa sambil menunjuk bayangan nya. Dia tertawa lepas hingga berganti jadi tangis.
"Makanya sadar diri goblok" Serunya setengah teriak.
Beruntung baginya sekarang adalah hari minggu. Dia tidak harus berpusing-pusing ria mengakali tampang menyedihkan nya hari ini. Ya setidaknya begitu.
****
Ternyata Anita terbangun karena teriakan Kakaknya. Dengan semua emosi yang memuncak di ubun-ubun gadis cantik itu menuju kamar sebelah.
Namun kekesalan nya sirna saat mengetahui keadaan kakaknya. Alhasil diapun kembali ke kamarnya seolah tidak mendengar apapun.
"Padahal udah gue bilangin juga dasar batu" Gumamnya lalu pergi
*****
Dengan kesal Sindy mengambil semua cemilan yang bisa dia ambil. Sambil mengomel-ngomel gadis mungil itu mulai mengumpulkan semua pemberian mantannya.
"Lagian gue juga enggak pernah minta di beliin ini. Sekalipun nggak pernah" Ocehan nya sambil terus menyendok es krim coklak tersebut.
Dengan asal-asalan gadis itu memasukkan semuanya kedalam kardus. Menyegelnya untuk siap di hilangkan dari kamar secepatnya.
"Ini juga. Cuma penyiksaan" Ocehan Sindy menjinjing high heels 7cm dengan ujung lancip yang sudah pasti mewah dan mahal.
Setelah puas mengoceh dan melahab satu bucket es krim serta beberapa bungkus cemilan. Gadis mungil itu akhirnya bisa terlelap.
"Jangan pikir gue bakal trauma cuma gara-gara ini" Serunya sambil menguap.
****
Perhatian Haris tertuju pada lampu yang masih menyala di rumah adik-kakak Marisa. Dia tahu betul tidak mungkin Sindy bangun sepagi ini.
"Masih galau kah itu anak " Serunya memandangi kamar pujaan hati dari balkon.
Ketos tampan itu memang biasa bangun sebelum jam 5 pagi walaupun akhirnya pekan.
"Harris, Papa dan Mama akan pergi keluar kota hingga minggu besok" Seru Mama.
Pemuda itu hanya tersenyum mengantar kepergian kedua orang tuanya. Dari dulu Harris hampir tidak pernah merepotkan kedua orang tuanya.
Malah dia bisa mengerjakannya pekerjaan rumah saat Sang Mama lupa. Entahlah mungkin karena sungkan menyusahkan keluarga sebelah.
"Iya Ma, Pa hati-hati" Seru Harris
*****
Sindy seketika tersentak bangun saat Ibu mengguyur nya menggunakan segayung air. Beruntung baginya umpatan masih belum terlontar dari mulut.
"Kamu nggak liat sekarang udah jam berapa? Makanya jangan kebanyakan bedagang. Gaya nya kek lebih banyak masalah aja dari orang dewasa" Omel Ibu bertolak pinggang
Gadis mungil itu hanya tertunduk mendengar ceramah Ibu.
Ya seperti Ibu-Ibu di Indonesia pada umumnya. Walaupun tidak ada kaitannya masalah lama pasti kembali di ungkit untuk memperpanjang durasi ceramah.
"Denger gak" Teriak Ibu galak.
Gadis itu hanya mengangguk sambil memungut sampah yang berserakan di kamarnya.
"Udah kamu jemur sana kasurnya mumpung lagi terik" Seru Ibu.
Ya Sindy terbangun tepat di tengah hari. Saat sengatan Sang Surya sedang terik-teriknya.
"Iya Bu" Serunya mulai membongkar kasurnya
Setelah menguras begitu banyak tenaga saat mengeluarkan kasur untuk di jemur. Sekarang Sindy terkapar di sofa ruang tamu.
"Gue pengen tidur lagi" Ocehan
Belum beberapa lama ponselnya berdering. Dengan malas gadis itu mengeluarkan ponselnya.
"Ya Halo" Seru gadis mungil itu malas.
Suara tawa Mahasiswa itu spontan membuat Sindy kaget. Dengan cepat suaranya berganti lemah lembut dan tawa canggung.
"Eh Senpai ada apa? " Serunya
Belum sempat pemuda itu melanjutkan kata-kata nya. Terdengar suara gadis seusianya dari seberang sana.
"Eh Ndy datang ke rumah gue nanti sore ya wajib" Seru Dinda
Gadis itu hanya tersenyum. Sepertinya tidak ada waktu untuk bermalas-malasan baginya.
"Emang ada apa Din? " Serunya
"Udah pokoknya datang aja "
"Astaga nggak gitu juga Dinda" Omel Rio
Setelah menerima panggilan tersebut. Tenaga Sindy seolah terisi penuh. Sambil bersenadung gadis itu berjalan menuju kamar mandi.
"Bagusnya nanti pakai baju apa ya? " Serunya
*****
Baru kemarin putus dengan Beny. Gadis itu sudah bisa kembali dekat dengan cowok. Entahlah seperti di kepalanya sudah tertanam bahwa nggak semua cowok itu sama.
"Mau kemana lo" Seru Anita yang berdiri di ambang pintu kamar
"Ke rumah Senpai Rio" Serunya sibuk mencari pakaian.
Seketika Anita menahan tangan nya. Gadis cantik itu mengajaknya untuk duduk sejenak.
"Buat apa lo ke rumah cowok lain? Terus Kak Beny lo gimana? " Serunya
Dengan enteng Sindy mengibaskan tangannya sambil kembali melihat pakaian di lemari.
"Oh kalo itu mah gue udah putus kemarin" Serunya
Anita memijit pelipisnya sejenak. Terkadang dia heran dengan cara kerja otak Kakak Perempuannya.
"Ndy lo manusia bukan si? " Serunya
Gadis itu menoleh dengan kesal. Dia benar-benar tersinggung dengan perkataan adiknya.
"Sembarangan aja mulut lo"
"Ya- udah lupain aja" Serunya keluar dari kamar kakaknya.
Sindy yang masih kepo terus mendesak adiknya untuk mengatakan kelanjutan kata-kata nya tadi.
"Jangan buat gue kepo deh" Serunya
Anita memberikan gaun pink sebatas lutut pada Sindy untuk mengalihkan pembicaraan.
"Udah mending lo pakai dress ini aja dan buat pergi nanti" Serunya pergi
Sindy yang masih kebingungan hanya menatap punggung Anita yang kian jauh. Sebelum akhirnya kembali drama persiapan sebelum jalan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hopelessly Girl
Teen FictionMarisa Sindy seorang kakak yang selalu hidup di balik bayang-bayang adiknya Marisa Anita. Anita terlahir rupawan serta tubuh yang ideal dan tentu saja populer di sekolah. Sedangkan Sindy harus berusaha mati matian untuk memiliki pacar. Ya sedari dul...