22. Trial Jadi Keluarga Sehari

3 2 0
                                    

Sindy yang mau tidak mau terseret liburan keluarga Rio hanya bisa pasrah di omelin Ibu lewat telpon.

"Ya aku juga nggak tau Bu. Tiba-tiba aja Dinda nyuruh kerumah dia" Seru Sindy.

"Banyak aja alasan kamu. Sindy kamu masih SMA loh. Ibu nggak suka kamu kayak gini" Omel Ibu di seberang sana.

Seketika tangan kekar itu mengambil ponsel Sindy. Sebisanya Mahasiswa tampan itu meyakinkan Ibu bahwa anaknya aman bersama dia.

"Maaf Tante Sindy mau nggak mau ngikutin keegoisan adik perempuan saya."Serunya "Saya bisa janjikan anak gadis Tante bakal aman sama saya"

Sindy hanya diam membeku dengan raut yang merona. Meski tahu akan di marahi Ibu nanti. Setidaknya dia harus bisa menikmati liburan dadakan ini.

Mereka akan bermalam di salah satu vila Puncak. Setelah selesai makan malam Sindy membantu Ibunya Rio.

"Padahal kamu itu tamu tapi malah ikut beres-beres" Seru wanita itu tersenyum

"Enggak papa kok Tante aku nggak enak kalo nggak ngapa-ngapain. " Seru Sindy.

Mendengar perkataan Sindy beliau langsung mendorongnya membawanya keluar dari dapur.

"Sudah kamu kumpul aja sama Dinda ataupun Rio" Seru nya

Meskipun terkesan sungkan. Aslinya gadis ini girang bukan kepalang. Namun dia hanya seulas senyum yang bisa dia munculkan demi menjaga imagenya.

"Gue bilang juga apa" Seru Dinda tersenyum penuh kemenangan.

"Yaelah namanya juga usaha Din" Gerutunya

Gadis itu menepuk-nepuk dengan iba pundak Sindy. Terlepas dari fakta Sindy menyukai Abangnya. Pertemanan mereka tidak terasa palsu sama sekali.

"Makanya serahin aja semuanya sama gue sebagai adik kesayangan Rio Wijaya" Serunya dengan bangga.

Rio hanya memperhatikan dari jauh kelakuan kedua gadis itu. Hanya mengawasi dengan seulas senyum senang. Boleh di bilang Rio adalah Abang idaman.

"Sindy temen sekelasnya Dinda ya? " Seru Mamanya

"Bukan Ma, mereka beda sekolah. Sindy itu anggota ektrakurikuler karate yang Rio latih" Jelas Rio

"Mama kirain satu kelas. Habis deket banget" Seru beliau tertawa geli.

Tak lama setelah itu Rio pun menghampiri kedua gadis yang sibuk dengan dunianya sendiri.

"Se-senpai" Seru Sindy gelagapan.

"Lagi ngapain si heboh banget" Seru Rio mengacak-acak rambut adiknya.

Berbeda dengan kedua adik-kakak rempong itu (Anita-Sindy). Rio dan Dinda adalah contoh saudara yang akur ralat- Rio terlalu memanjakan adiknya.

"Bang beliin gue cemilan" Seru Dinda dengan wajah memelas

"Kan baru tadi abis makan malam" Seru Rio tidak habis pikir "Gimana lo mau bodygols ngemil mulu" Serunya menarik manja hidung adiknya.

"Berisik, oh iya sekalian ajak si Sindy katanya ada yang mau di beli" Seru Dinda sambil mengedipkan sebelah matanya.

Spontan wajah nya berubah jadi semerah tomat. Bahkan gadis kuning langsat itu terbata-bata.

"Okeh" Rio hanya pasrah menuruti keinginan adik perempuan nya.

Mereka pun berjalan di dinginnya udara malam Puncak. Mau tak mau Sindy berjalan sedekat mungkin untuk mengusir dingin meski sedikit.

"Mau gandengan tangan? " Seru Rio tiba-tiba.

"Hah? " Gadis itu terdiam sejenak "Aku nggak lagi halu inikan? " Kata-kata itu keluar dengan mudahnya dari mulut Sindy.

Dengan seulas senyum Rio mengacak-acak rambut pendek Sindy.

"Kamu ngomong apa sih? Ada-ada aja" Gumam Rio.

Saat menyadari dirinya tengah mempermalukan diri sendiri. Spontan Sindy berpaling sambil menyembunyikan wajahnya.

"Bego, bego, bego" Pikir mengutuk diri sendiri.

Saat sampai di minimarket Rio langsung mengambil keranjang belanja. Keduanya pergi ke lorong cemilan.

"Wuaah, listnya kebanyakan makan manis" Keluh Sindy tanpa sadar.

"Emang kamu nggak suka makan manis? " Seru Rio mengintip dari balik bahu Sindy.

Spontan gadis itu menyikut Rio. Namun berhubung refleks Rio bagus hal yang tidak di inginkan dapat di hindari.

"Refleks kamu bagus tapi serem juga" Seru Rio tertawa.

"Maaf senpai" Entah berapa kali kata itu terucap dari bibinya.

Begitu sampai di kasir barulah Sindy ingat. Dia tidak membawa dompet. Saat gadis mungil itu sedang mengutuk kelalaian nya.

Rio pun membayar semuanya bahkan cemilan Sindy juga. Pemuda itu hanya tersenyum, mengacak-acak rambut Sindy dan menggenggam tangan nya untuk pergi.

"Udah ayo pulang" Serunya

Gadis itu hanya menurut saja. Membiarkan Rio menuntunnya kembali ke Vila tadi.

"Kakak kamu pasti gemas liat kelakuan kamu" Seru Rio.

"Aku nggak punya Kakak Senpai" Serunya "Yang aku punya cuma satu adek kek setan" Gumam Sindy murung seketika.

"Oh kirain habisnya sifat kamu sebelas dua belas sama Dinda. Jadi aku pikir kamu juga seorang adik bukan nya kakak" Seru Rio tertawa geli

"Banyak yang bilang gitu Senpai" Katanya tersenyum canggung.

Sindy yang biasa bangun pagi. Spontan mengambil celemek dan membuka kulkas seolah dirumahnya sendiri.

Sambil bersenandung gadis surai pendek itu mulai memasak. Tangannya dengan terampil memotong bahan makanan.

"Sindy " Seru wanita itu kaget.

Sindy yang baru menyadari dia tidak sedang di rumahnya ataupun rumah Harris pun spontan menjatuhkan spatula nya.

"Ma-maaf Tante. Aku seenaknya make dapur" Seru gadis itu tertunduk malu

Wanita itu hanya tersenyum sambil mengusap rambut pendek Sindy.

"Nggak papa kok Tante cuma kaget aja kok pagi-pagi udah ada aroma harum dari dapur " Serunya.

Dengan sungkan Sindy kembali lanjut memasak sarapan untuk mereka sekeluarga.

"Tumben rasa nasi gorengnya beda" Seru Papanya Rio dan Dinda

"Iya agak beda sama nasi goreng biasa Mama tapi enak juga" Seru Rio.

Sindy yang bersemu merah hanya terdiam sambil menyantap nasi gorengnya. Dinda dan Mamanya yang menyadari hal itu hanya tersenyum maklum.

"Aaaa Senpai Rio muji masakan gue" Pikirnya ingin teriak histeris.

Hopelessly GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang