15 Gini Amat Punya Kakak

8 4 0
                                    

Gadis mungil itu sedari tadi terus menganti chanel sambil sesekali menguap. Setelah kurang lebih satu menitan gonta-ganti chanel tv diapun menyerah.

" Gabut " seru nya tiduran di Sofa dengan tv yang masih menyala.

Dengan malas dia menggapai hapenya yang ada di meja. Namun seketika perhatiannya teralihkan pada Anita. Belakangan ini adik nya sering pergi dan pulang malam.

"Kemana Ta ?" seru Sindy

Gadis cantik itu seketika latah. Namun cepat-cepat gadis surai hitam panjang itu berusaha seperti biasa.

"Ga-gak kemana-mana" serunya "lagian kalo pun gue mau pergi juga bukan urusan lo" serunya

"Lo pergi hang out ya" seru Sindy saat melihat melihat riasan wajah Anita. "Ajak-ajak napa gue gabut banget nih" bujuk Sindy

Gadis cantik itu terdiam beberapa saat sebelum akhirnya pergi tanpa berkata apapun. Bagi Anita kakaknya tidak akan bisa membaur dengan mereka.

"Yee malah dicuekin. Gue ikut ya Ta, Ta please, janji deh gak bakal malu-maluin " rengek Sindy kekanak-kanakan.

"Lepasin Ndy gue udah mau telat ini" seru Anita berusaha melepaskan cengkraman tangan kakaknya.

"Jangan pelit gitu napa gue bentaran doang ganti bajunya" bujuk Sindy

Tarik-menarik selayaknya tarik tambang pun terjadi. Kedua adik kakak ini bersikukuh mempertahankan ego masing-masing.

"Ngapain sih lo, makanya punya temen jangan bisa di itung jari. Dasar manusia goa" seru Anita jengkel saat melirik jam dinding

"Ya sekalian gue cari temen pas hangout itu" sahutnya

Sindy seketika merebut tas biru itu dan ngacir ke kamarnya. Dia pun bergegas ganti pakaian.

"Bentar doang kok" serunya

Anita hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan kakaknya. Sambil sesekali melirik jam tangan serta tangannya yang berbekas merah.

"Sebenarnya yang kakaknya gue atau Sindy sih?" gerutunya mulai hilang kesabaran. Jika saja Sindy tak juga muncul.

Dengan seulas senyum gadis surai sebahu itu memberikan tas biru Anita. Si pemilikpun mengomel sambil berjalan menuju garasi mungil rumah mereka.

"Awas aja lo bikin gue malu nanti. Gue tinggalin lo" ancam Anita kesal.

"Iya-iya gue ngerti kok" seru Sindy memasang helm.

Sepanjang perjalanan kedua kakak beradik tersebut terus saja berisik. Penyakit buta arah Sindy membuat mereka tersesat. Namun Sindy tetap ngeyel tidak mau mendengarkan adiknya.

"Tenang aja gue cuma salah belok aja tadi" seru Sindy putar balik.

"Gimana bisa tenang kalo kesasar mulu dari tadi. Gue pikir penyakit buta arah lo udah ilang." omel Anita memperkeruh pikiran kakaknya

Sinar terik Sang Surya, udara yang di dominasi polusi. Tatapan beberapa orang yang melihat mereka mondar-mandir di komplek itu. Serta omelan Anita lengkap sudah untuk membuat gadis mungil itu mengamuk.

"BISA DIAM GAK SIHHH." teriak Sindy masa bodo dengan sekitarnya "Gue juga ngak mau nyasar gini."

Anita tertunduk diam berharap secepatnya bisa menjauh dari tatapan orang di sekitarnya. Namun hal itu hanya tinggal harapan jika menunggu kakaknya selesai mikir.

"Yang jelas jalan aja dulu bego" gumam Anita menepuk pundaknya

Setelah kurang lebih setengah jam nyasar akhir kedua kakak beradik itu sampai di cafe tempat hang out yang di maksud Anita.

"Akhir nya" seru Anita "Tapi-" gumamnya melirik tampang nya dan tampang kakaknya bergantian.

Kedua gadis itu terlihat seperti habis olah raga. Make up yang sudah bercampur minyak dan keringat. Rambut lepek awut-awutan. Serta aroma parfum yang berganti asap kendaraan.

"Tu-uhh kan nyampe juga" nafasnya tersekal-sekal.

"Ikut gue" seru Anita menyeret kakaknya ke salon terdekat.

Alhasil merekapun menghabiskan banyak waktu di salon. Biasalah cewek kalo perawatan mana kenal waktu.

"Lebih baik kek gini" gumam Anita.

Setelah melewati rangkaian perawatan di salon. Kedua kakak beradik itupun pergi nonton.

Pertengkaran mereka kembali terjadi saat pemilihan film yang akan di tonton. Anita bersikeras untuk nonton film horor. Sedangkan Sindy ingin nonton film apapun selain film horor.

" Udahlah bagus kok filmnya tentang orang yang mati habis nonton video" seru Anita "Masa udah gede takut begituan" ledeknya

"Bo-bodo amat. Apaan coba gak logis banget setan keluar dari layar" seru Sindy.

"Ya namanya juga cerita fiktif. Logika mah bodo amat" seru Anita menyeret Kakaknya kedalam gedung bioskop.

Kebetulan mereka dapat bangku agak kebelakang. Anita cukup antusias untuk menonton film horor dua jam tersebut. Ya gadis cantik itu saat adegan jump scare malah tertawa begitu menikmati suguhan film

"Hahahaha tuh kan cuma-" katanya terhenti.

"Eh iya gak serem filmnya"

Gadis itu tidak habis pikir bisa-bisanya ada orang yang nonton tapi matanya merem. Kek buang-buang duit sama waktu aja gitu.

"Kalo iya gak serem ngapain lo nutup mata bego" sindir Anita merogoh popcorn yang di beli kakaknya.

"Ba-bacot lagi pula elo yang maksa gue nonton ini film" sahutnya setengah berbisik.

Ya Sindy pun mau tak mau harus melalui dua jam yang menakutkan itu. Sesekali gadis mungil tersebut mengintip. Sialnya dia mengintip saat adegan horornya. Tentu hal itu membuat ketakutanya kian menjadi-jadi.

Debaran saat bersama gebetan tidak ada apa-apa nya di banding debaran saat menonton film horor baginya-paling tidak sekarang.

"Bukan gue yang penakut Anita aja yang emang sebelas-dua belas sama setan" pikirnya mengalihkan pikiran dari sosok hantu di film tersebut.

Setelah pemutaran film selesai barulah terlihat jelas wajah pucat Sindy. Ya gadis ketakutan akan film horor tadi.

"Mau lanjut nonton lagi?" seru Anita tertawa.

"Ngak makasih udah gue mau pulang aja" seru Sindy cemas berlebihan.

Efek dari film horor itupun membuat Sindy ngotot tidur sekamar dengan Adiknya selama beberapa hari. Tak hanya itu Sindy juga minta di temani kemanapun walau siang bolong.

"Gini amat punya kakak" pikir Anita sedikit menyesali perbuatannya.

Hopelessly GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang