Ku Harus jadi SEPERTI DIA

2K 138 3
                                    

Reya POV

Kembali ke lima hari sebelumnya, saat Reya masih di Stasiun.

Menunggu kereta datang, wanita yang membawa koper berwarna hitam itu duduk di pojok sambil menatap sendu ke orang-orang yang lalu lalang di depannya.

Beberapa kali ia menghela nafas karena dada yang terasa sesak, setiap kali berpergian sendiri dalam keadaan seperti ini.

Dua tahun lalu, Reya juga berada di tempat ini dengan perasaan yang sama. Sama-sama terluka. Terluka bukan karena cinta, tapi karena omongan yang keluar dari mulut orang-orang terdekatnya.

Sebenarnya, Reya selalu mendengar omongan yang tak enak, tapi ia hanya sekedar mendengar di telinga kanan, dan langsung keluar di telinga kiri, terserah mau ngomong apa. Tapi, ada saat dimana omongan itu masuk ke telinga, tapi gak keluar-keluar. Dan tentu saja, omongan itu masuk kedalam hati.

Kota yang menjadi tujuan Reya kali ini adalah Surabaya. Beberapa kali datang ke Surabaya, hanya sekedar menemani orangtua nya kerja saja, bukan liburan. Tapi kali ini, Reya lebih mau menikmati waktu sendirinya.

Sebenarnya, sebelum ada masalah yang terjadi. Reya sudah merencanakan ke Surabaya setelah maju hasil, karena teman dekat Reya ada yang mau lamaran dan sidang, jadi ya sekalian saja datang ke kota ini.

Surabaya

Tiba di Surabaya dengan keadaan hari sudah gelap dan jam sudah menunjukkan pukul delapan malam.

Sengaja Reya memesan hotel yang pemandangannya itu indah, karena Reya suka sekali duduk di depan kaca saat malam hari, sambil melihat bulan dan bintang dan juga pemandangan yang di bawah.

Reya menyenderkan kepalanya di kaca, kedua kakinya di tekuk, perlahan air matanya menetes.

"Gue sudah menuruti segala permintaan Papa, dijohkan gue mau, ikut Papa ketika kerja juga gue mau walaupun lagi banyak tugas, diminta Papa jauhi sahabat saat SMA juga gue mau, tapi kenapa Papa dengan entengnya nyebut malu punya anak seperti gue ini?, apa memang gue ini sangat malu-maluin untuk keluargaku?" Reya menangis sampai tersedu-sedu hingga saluran nafasnya terasa sempit.

Kalau mau dibilang memang Papa jarang banget marah, tapi ketika marah omongan yang keluar dari mulut Papa itu sangat membekas di hati.

"Hikss, hikss" Tangis Reya.

Sekitar dua jam berada di depan kaca, memandangi langit malam. Kini Reya naik ke kasur dan menyilimuti badannya yang terasa capek padahal seharian nga ngapa-ngapain.

...

Keesokan harinya...

Janji adalah janji, dan harus ditepatin. Sudah dari jauh-jauh hari Reya berjanji untuk datang ke sidang temannya itu.

Namanya Sadam, mahasiswa jurusan teknik di UNAIR. Anaknya memang pintar, yaiyalah hobinya saja belajar, hahaha.

Bukan hanya Reya saja yang datang, tapi juga beberapa teman saat SMA, yang juga kuliah juga di kampus yang sama.

Kelar sidang, Sadam keluar menghampiri teman-teman nya di luar ruangan.

Dari jauh Sadam sudah tersenyum melihat kehadiran Reya yang duduk di kursi paling pojok sambil bergibah dengan yang lainnya. Reya ga bilang kalau dia nya mau datang, makanya Sadam rada kaget.

Dosen a.n DanujaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang