Sedikit info! Jika kalian mencari cerita yang konflik berat bukan disini tempatnya.
Selamat membaca.
Semilir angin malam menerpa wajah gadis berambut cokelat itu. Ia tak terganggu dengan angin yang mulai menusuk kulitnya, ia hanya fokus menatap pemandangan di depannya.
Ia tersenyum kecil usai melihat pemandangan indah itu, tangannya mulai bergerak melukis di atas kanvas yang berada di sampingnya.
Hampir satu jam ia habiskan untuk melukis, ia tersenyum puas melihat lukisannya kali ini. Tapi, senyumnya luntur begitu saja saat cat terakhir yang ia gunakan habis.
Awan berwarna hitam yang ia lukis sedikit lagi akan selesai, tapi sialnya cat itu habis tak tahu waktu. Ananta, gadis itu berdecak sebal, sungguh menghancurkan mood nya saja.
"Lo butuh ini?" Tanya seseorang yang entah datang dari mana.
Orang itu menyodorkan satu set cat minyak ke arah gadis di depannya. Tapi, gadis itu tak kunjung menerimanya.
"Gue Aksara Algarick, ambil aja gak bayar kok, gue tau lo lagi butuh."
Gadis itu mengangguk dan langsung mengambil pemberian dari pemuda itu yang ia tau nama nya ialah, Aksara Algarick.
Ia melanjutkan melukis gambarnya hingga selesai. Tak sadar jika sosok itu masih belum pergi dan sedari tadi hanya memperhatikan gerak-gerik nya.
"Lo kenapa masih di sini?" Tanya Ananta dengan suara lembutnya.
"Liat lo ngelukis, lukisan lo bagus."
"Terimakasih karna lo udah puji lukisan gue dan kasih gue cat juga. Nanti gue ganti deh."
"Ga perlu di ganti, gue kasih. Biar lo makin semangat ngelukisnya. Oh iya, nama lo siapa?"
"Renjana Ananta, sekali lagi terimakasih, ya. Gue mau pulang dulu, udah larut. See you again!"
Setelah punggung gadis itu menjauh dari pandangannya Aksara terdiam, ia seperti tak asing dengan nama gadis itu.
✧
Ananta memasuki perkarangan rumah yang tampak sepi, ia menghela nafas pelan kemudian memasuki rumah sederhana itu.
Setelah sampai di kamarnya ia segera merebahkan tubuhnya di kasur sembari menatap hasil lukisannya tadi. Ia menaruh lukisan itu pada dinding kamarnya dan mulai memejamkan mata.
Suara adzan berkumandang, tak sadar kini sudah pagi. Padahal Ananta masih mengantuk karna tadi malam tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Walaupun mengantuk, tapi Ananta tetap melawannya. Ia mandi terlebih dahulu setelah itu menunaikan ibadah shalat subuh.
Memasukkan buku pelajaran dan mulai memasak bekal untuk ia bawa ke sekolah nanti.
Setelah jam menunjukkan pukul 06:43 ia langsung bergegas pergi sekolah menggunakan g-ojek.
Sesampainya di kelas Ananta langsung menghampiri teman-temannya yang tampak sudah hadir.
"Ana, tumben lo kesiangan, ada apa?" Tanya Haura.
"Pasti lo ngelukis lagi kan? Kali ini lo ngelukis di mana lagi? Padahal hampir tiap sudut kota Bandung udah lo lukis." Ayesha bergumam kesal.
"Terserah Ana lah mau ngelukis di mana, kok lo sewot!" Aleana, gadis paling polos di antara mereka menjawab.
Ananta tertawa kecil, "Gue ngelukis di depan koffie Braga pemandangan bagus banget, tapi sialnya pas mau selesai cat hitam gue abis."
"Jadi, gambar lo selesai apa engga?"
"Selesai, karna ada cowok yang kasih gue cat gratis."
Ketiga gadis itu terkejut mendengar penuturan Ananta. Mereka bertanya-tanya siapa sosok yang memberikan cat kepada temannya.
"Lo tau siapa yang kasih?" Tanya Haura.
Ananta tampak terdiam mengingat nama yang di sebutkan pemuda itu tadi malam. "Kalo gak salah nama nya Aksara Algarick."
"APA? Becanda lo mah, ga mungkin Aksa yang kasih." Ujar Ayesha.
"Engga kok, kayak nya juga gue gak salah nama emang itu nama orang yang kasih gue cat."
"Astaga speechless gue, Na. Bisa-bisanya dia kasih lo cat."
"Emang dia siapa? Kok kalian kayak kaget?"
Ayesha menghela nafas sebelum akhirnya menjelaskan secara detail mengenai Aksara.
"Oh, jadi dia anak band? Pantesan pakaian tadi malem kayak abis nge-job."
"Kok lo gak kaget kalo dia anak band?" Haura menatap temannya aneh.
"Ngapain harus kaget?"
"Dia di sukai cewek-cewek loh, Na. Kalo cewek-cewek tau pasti mereka ketar-ketir."
"Oh, gitu." Ananta tampak malas jika sudah membahas tentang laki-laki.
"Dia sekolah di sini kan, Sha?" Tanya Aleana.
"Iya, anak IPS 2 tapi jarang masuk karna sibuk nge-band."
"Dia sekolah di sini? Gue kok gak pernah liat." Ananta bertanya.
"Sibuk band soalnya dia vokalis. Jadi, wajar aja. Pihak sekolah pun biasa aja engga mempermasalahin itu."
"Oh," Ucap Ananta mengakhiri pembicaraan karna memang bel sudah berbunyi pertanda literasi akan segera di mulai.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSANANTA
Teen FictionBagi Aksara, Ananta itu ibarat sebuah Kanvas dan ia kuas sekaligus tinta-nya. Aksara membutuhkan Ananta, seperti Ananta membutuhkan kuas dan tinta untuk melukis. Hanya ketidak sengajaan yang membuat mereka bertemu, yaitu ketika ia menemukan sosok An...