Selamat membaca.
"WOII BOCILLL!!"
Ananta berlari cepat kala mendengar teriakan nyaring dari luar rumah. Untung saja orang rumah nya sudah berangkat ke Jogja, jika tidak pasti Ananta akan di omeli karna lari-larian di dalam rumah.
Ananta membuka pintu dengan perasaan dongkol, ia menatap Arsen tajam. Arsen yang di tatap seperti ingin di lahap saat itu juga hanya menyengir kuda.
"Gue kan bilang agak siang, ini masih pagi!" Ketus Ananta.
"Ya gapapa, enak kalo selesai. Bdw lo gamau nyuruh gue masuk gitu?"
"Masuk." Ajaknya.
Arsen masuk mengikuti langkah kaki Ananta, ia menatap rumah sederhana Ananta penuh kagum, rumah Ananta dari depan terlihat kecil tapi pas masuk sangat luas.
"Rumah lo sepi banget."
"Keluarga gue lagi ke Jogja."
Arsen menunduk lesu, "Yah, padahal gue mau cepu kalo lo sakit."
"Sialan lo!"
Arsen membekap mulut Ananta sembari menyentil pelan kening gadis itu, "Hush! Ga boleh ngomong kasar, gue lebih tua dari lo. Panggil gue Abang Arsen yang tampan nan rupawan." Ucap Arsen sembari menurun-naikkan alisnya.
Ananta berdecak sebal, "Kalo lo bukan partner gue lo udah gue jual ke Janda anjir!"
"Emang disini ada janda?" Arsen bertanya sembari menangkup kedua pipinya.
Jika perempuan lain yang melihatnya pasti akan mengatakan Arsen sangat lucu. Dimata Ananta Arsen juga lucu, tapi sifat menyebalkan pria itu lebih dominan. Wajah Arsen yang terkesan bocil kerap di sangka masih anak-anak SMA, padahal Arsen sudah lulus 2 tahun lalu. Arsen itu anak kuliahan semester dua, bukan anak sekolahan lagi.
"Ada disamping rumah gue, umur 26 tahun, anak 1."
"Rambutnya pirang engga? Alisnya di sulam engga? Pake behel engga? An—" Belum selesai Arsen bertanya Ananta sudah memotongnya.
Ananta kembali menatap tajam pria didepannya dan mencubit bahu Arsen kuat. Arsen meringis pelan kemudian mengusapnya.
"Lo mau nemenin gue cuci darah atau mau tanyain soal janda?" Kesal Ananta.
"Dua-duanya sih, hehe."
"Tau ah! Gue siap-siap dulu, kalo lo mau nyemil ambil aja di kulkas." Ucap Ananta sebelum akhirnya kembali ke kamarnya untuk bersiap.
"GUE MAU AMBIL SERTIFIKAT RUMAH AJA, BOLEH KAN, CILL?" Teriak Arsen.
"TERSERAH!"
Arsen tertawa pelan, sungguh membuat Ananta kesal adalah hobby barunya. Arsen beranjak dari sofa dan melihat-lihat figura photo yang berjejer rapi disana.
Ia menggulum senyum tipis kemudian memotret photo itu, photo yang memperlihatkan seorang gadis kecil yang tengah bermain boneka. Siapa lagi kalau bukan, Ananta.
"Kasian gue sama lo cill, masih bocil udah penyakitan." Gumam Arsen.
Arsen kembali ketempat duduknya dan memainkan handphone nya sembari menunggu Ananta. Tak menunggu lama kini Ananta sudah siap dengan pakaian simple nya.
"Ayo, bang."
Mata Arsen melotot, ia terkejut mendengar kata yang terucap dari mulut Ananta. Arsen tak menyangka gadis itu mau memanggilnya dengan sebutan 'Abang' ia tersenyum tipis, tak bisa dipungkiri bahwa ia sangat senang sekarang.
Dari dulu ia memang ingin mempunyai seorang adik perempuan, ia sangat ingin di panggil dengan sebutan 'Abang' dan sekarang keinginannya tercapai.
Arsen meraih pergelangan tangan Ananta dan mengajaknya segera menuju ke mobil, "Ayo, cill."
✧
Setelah hampir 20 menit dihabiskan diperjalanan, kini mereka telah sampai di rumah sakit.
Arsen dan Ananta berjalan beriringan menuju tempat cuci darah, Arsen senantiasa menggenggam erat tangan gadis itu. Arsen melirik darah yang terus bergerak dari selang infus dan langsung memalingkan wajahnya.
"Gue takut darah, cill." Ucapnya terdengar lirih.
Ananta tertawa pelan, "Jangan di liat atuhh, liat muka gue aja."
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSANANTA
Novela JuvenilBagi Aksara, Ananta itu ibarat sebuah Kanvas dan ia kuas sekaligus tinta-nya. Aksara membutuhkan Ananta, seperti Ananta membutuhkan kuas dan tinta untuk melukis. Hanya ketidak sengajaan yang membuat mereka bertemu, yaitu ketika ia menemukan sosok An...