Selamat membaca.
Sabina tak berhenti menangis usai mendengarkan penjelasan dari sang Dokter. Ia tak menyangka ternyata saudaranya itu menderita penyakit serius.
Ia memasuki ruang inap Ananta dan duduk disamping Hospital bed. Ananta langsung membuka matanya, karna memang ia sudah bangun dari tadi.
"Kok lo nangis? Kenapa? Gue sakit apa, Bin?" Tanya Ananta kebingungan.
"Kak, kenapa lo ga bilang dari awal kalo lo sakit?" Lirihnya.
"Hah? Gue sakit apa? Gue gak sakit."
Sabina menghela nafas, "Lo benran gatau kak kalo lo punya penyakit serius?" Ucapnya pelan.
Ananta terdiam, ia sama sekali tak tahu hal itu. "Gue sakit apa, Bin?" Tanyanya.
"Kondisi pasien semakin melemah, penyakit gagal ginjal nya sudah memasuki stadium dua."
Sabina terdiam mendengar ucapan sang Dokter, "Kakak saya sakit, Dok? Saya tidak tau. Apa kakak saya bisa sembuh?"
"InsyaAllah jika Tuhan berkehendak. Kakak kamu harus mengurangi makanan pedas, asin dan di haruskan untuk memakan buah-buahan. Untuk stadium dua masih ringan, tapi jika sudah memasuki stadium tiga itu wajib cuci darah. Dan saya harap kakak kamu bisa sembuh, saya sangat khawatir karna kakak kamu masih sangat muda."
"Gue harap lo bisa jaga kesehatan lo mulai sekarang, kak."
Ananta terdiam memaku, fakta apalagi yang ia terima kali ini?
"Sabina, gue boleh minta tolong sama lo?"
Sabina mengangguk mantap, "Boleh, kak."
"Lo jangan ceritain ini kesiapa pun, ya? Gue mohon." Ucap Ananta dengan mata berkaca-kaca.
"Gue gabakal cerita ke siapa-siapa, kak. Tapi, lo harus janji sama gue, lo harus sembuh!" Tegasnya.
Ananta tertawa pelan melihat wajah adiknya yang tampak cemas, "Mana Sabina yang judes? Apa karna tau gue sakit makanya lo baik sama gue?"
"Gue dari dulu sayang sama lo, kak. Cuma gengsi aja."
✧
"Kalian dari mana? Tumben jalan berdua?"
Sabina dan Ananta saling lirik, "Kita habis jalan-jalan, Bun. Kita mau istirahat dulu ya, cape, hehe." Kekeh Sabina.
Sesampainya di kamar Ananta, Sabina langsung memberikan obat yang tadi ia beli. "Ini obat lo, kak. Lo harus rutin minum nya, jangan sampe telat, ya. Oh iya, lo harus kurangin makanan yang gak sehat, dan lo harus banyak makan buah."
"Iya, bawel deh lo. Udah sana pergi! Awas ya kalo lo bocor, gue robek mulut lo." Sinis Ananta.
Sabina menatap kesal, "Iya gue gabakal bocor! Udah pake nodrop soalnya." Sabina ikut menatap sinis.
Sabina pun segera pergi keluar kamar Ananta, dan menutupnya kembali. Ananta melirik obat-obat itu tak minat, kemudian menyembunyikannya agar tidak ketahuan.
"Mau mati aja ribet. Kalo gue ga konsumsi obat itu kayak nya gue bakalan lebih cepat mati, kan?"
Ananta menghela nafas, ia tak akan memberi tahu penyakitnya ini kepada siapapun. Biarkan saja cuma Sabina yang tau. Bahkan, Gama sendiri tak ia beritahu. Ia tak mau membuat Gama khawatir padanya.
✧
Sejak Sabina tau jika Ananta sakit, gadis itu terus-menerus berusaha untuk dekat dengan Ananta. Ia cuma ingin memastikan bahwa kakak nya baik-baik saja.
Sementara Ananta, ia bahkan tak peduli dengan penyakitnya. Ia heran, yang sakit dirinya tapi kenapa saudara nya yang cemas?
Apa saudaranya ingin cepat dirinya sembuh dan membiarkan hidupnya lebih lama agar bisa membuat nya semakin menderita? Tapi, seperti nya dugaan nya salah.
Karna sebenarnya Sabina hanya ingin memperbaiki hubungan persaudaraan antara mereka berdua.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSANANTA
Genç KurguBagi Aksara, Ananta itu ibarat sebuah Kanvas dan ia kuas sekaligus tinta-nya. Aksara membutuhkan Ananta, seperti Ananta membutuhkan kuas dan tinta untuk melukis. Hanya ketidak sengajaan yang membuat mereka bertemu, yaitu ketika ia menemukan sosok An...