Selamat membaca.
Ananta mengerutuki diri nya sendiri, ia menyesal karena tadi memilih dare. Teman-temannya sungguh licik karna memilihkan dare yang sangat susah.
"Oke, Dare nya lo harus minta temenin sama Aksara untuk ngelukis, terserah lo mau lukis apa, intinya harus sama dia."
Karna dare sialan itu berujung lah Ananta disini sendirian, mencari keberadaan Aksara. Teman-temannya tak ada yang ingin membantu, mereka hanya mau bukti hasil dare yang telah Ananta kerjakan.
Tapi, teman-temannya Ananta tak menagih dare itu sekarang. Mereka mengatakan lakukan saja nanti malam, karna sehabis ini guru akan masuk. Intinya tidak apa nanti, yang penting di kerjakan. Jika tidak, Ananta di haruskan men-traktir tiga temannya selama seminggu.
Bukan tak mau men-traktir temannya, ia hanya ingin menghemat uang. Lebih baik uangnya ia tabung, jadi ia akan lakukan dare ini meskipun ia tertekan.
Ia menghela nafas kasar karna sedari tak tak kunjung menemukan Aksara. Ia tak menyerah tetap ia telusuri koridor sekolah sembari mencari laki-laki itu.
Ia tersenyum kecil kala melihat Aksara dan ke-empat temannya tengah berbincang. Ia kemudian menghampiri Aksara dengan bimbang meyakinkan dirinya, ia agak takut menghampiri Aksara karna lelaki itu sedang bersama temannya.
Kaki nya berjalan kecil menghampiri Aksara dan teman-temannya. Kelima orang itu menatap Ananta heran, Ananta yang di tatap seperti itu menunduk malu.
"Ana, kenapa kesini? Ada perlu?" Tanya Jeano menatap gadis itu. Ia mengenal Ananta, tapi hanya sebatas nama.
"Lo yang tadi malem kan?" Tanya Aksara.
Ananta mengangguk. "Gue boleh minta tolong gak?" Tanya nya.
"Ke siapa?" Tanya Haidar.
"Aksara. Gue sama temen gue tadi main truth or dare nah gue milih dare, ter-" Belum sempat Ananta melanjutkan pembicaraannya tiba-tiba Aksara menyela.
"Disuruh photo sama gue?" Tanyanya.
"Bukan. Gue gak yakin lo mau, eum yaudah deh gajadi." Ananta hendak pergi tapi pergelangan tangannya di tarik oleh Aksara.
"Gue mau, emang apa?"
"Temui gue di Jalan Braga depan Koffie Djawa, setelah isya nanti malem. Bye!" Ananta langsung pergi tanpa memberi tahu.
Orang-orang itu keheranan menatap Ananta. Tak urung mengatakan gadis itu aneh.
"Kita gak ada job kan malam ini? Tanya Aksara kepada temannya. Teman-temannya menggeleng sebagai jawaban.
"Gue bakal temui dia nanti malem." Ucapnya memberi tahu.
"Gak sekalian PDKT nih?" Goda Jeano.
"Gue gak tertarik, gue cuma mau bantuin dia selesain dare nya."
"Diliat-liat tuh cewek lebih gak tertarik sama lo, Sa. Kayaknya dia emang pure mau selesain dare gak lebih." Ucap Haidar.
"Dia gak tertarik sama gue? Mungkin belum aja, semua cewek itu tertarik sama gue."
"Buktinya dia engga." Sindir Jeano.
"Kalo beneran engga, gue bakalan buat dia tertarik sama gue."
"Lo tertantang untuk dekati tuh cewek? Buat dia suka sama lo kemudian lo tinggalin." Sahut Ervan.
"Gue gak sebrengsek lo Van, jadi gue gak tertarik dengan tantangan lo itu."
"Gue dukung lo, Sa! Jangan ikuti jejak Ervan dia mah sesat!"
"Lo sama aja!" Ketus Aksara menatap Haidar.
"Beda! Gue cuma pacarin cewek dia tidurin cewek," Ucapnya tak terima.
"Terserah. Eh tapi, gue bakalan dekati dia. Gue penasaran sama tuh cewek, kayaknya dia banyak nyimpan rahasia."
"Setelah rasa penasaran lo ilang lo tinggalin dia? Sama aja lo brengsek." Jawab Jeano tak terima.
"Liat kedepannya aja dah. Pokoknya kalo gue mode dekatin dia lo pada jangan banyak bacot!"
"Santai bro! Semoga berhasil dekatin nya! Gue doain lo yang jatuh ke pesona Ananta." Naresh mengatakan itu sembari tersenyum kecil.
✧
Ananta memasuki perkarangan rumah nya, tampak ada mobil yang sudah terparkir. Bisa ia tebak itu ialah mobil ayah dan bundanya.
Ceklek, pintu rumah terbuka. Ananta langsung pergi ke kamarnya tanpa menghiraukan kedua orangtuanya yang tengah asik bercanda dengan adik angkatnya, Sabina Alanda.
Sabina lebih muda empat tahun dari nya, Sabina duduk di kelas dua sekolah menengah pertama.
Ananta tidak membenci Sabina, ia hanya iri kepada Sabina karna mampu menarik perhatian orangtuanya. Ananta yang dulunya selalu mendapatkan perhatian kecil kini tidak lagi, malah Sabina yang mendapatkan itu semua.
Tapi, Sabina malah sebaliknya. Ia sangat membenci Ananta. Maka dari itu ia berusaha merebut apa yang Ananta punya, terutama perhatian dari kedua orangtua.
Disisi lain, Sabina tak pernah menjahatkan Ananta kepada orangtua mereka. Ia hanya sekedar merebut perhatian. Sabina pun tak pernah merebut lelaki yang dekat dengan Ananta, karna selera mereka berdua beda jauh.
Prinsip Sabina ialah ia cukup mengambil perhatian dari orangtua angkatnya dan membuat Ananta di hiraukan dari keluarga ini, jadi tentang hal selain keluarga Sabina tak peduli sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSANANTA
Ficção AdolescenteBagi Aksara, Ananta itu ibarat sebuah Kanvas dan ia kuas sekaligus tinta-nya. Aksara membutuhkan Ananta, seperti Ananta membutuhkan kuas dan tinta untuk melukis. Hanya ketidak sengajaan yang membuat mereka bertemu, yaitu ketika ia menemukan sosok An...