●29

1.3K 62 2
                                    

Suara musik To Good At Goodbye - Sam Smith mengalun di dalam mobil Steeve. Sejak keberangkatan dari rumah nenek, hingga akhirnya menuju tempat peristirahatan terakhir sang bunda tidak ada yang ingin bergerak mematikan musik. Hingga akhirnya lagu yang berhasil membuat Rara bergetar hebat di tempat duduknya. Steeve menoleh ke kiri melihat Rara yang sudah meremas jemarinya dengan kencang. Perih, perasaan Steeve ikut hancur ketika Rara sama sekali tidak berbicara kepada siapapun dari kemarin. Hingga akhirnya Rara menatap Steeve sebentar, perempuan itu ingin berucap membuka mulut namun susah akibat terlalu lama diam menahan tangisnya.

"Ja, jangan," ucap Rara serak ketika melihat Steeve ingin mematikan musik.

Steeve mengangguk hangat, mengelus kepala Rara kemudian memijit pundak Rara yang mulai bergetar dan sudah kembali menangis. Steeve tau seberapa kecewa Rara terhadap dirinya saat ini, ia juga tidak bisa berbuat apapun. Ketika beberapa bulan yang lalu, ia mengetahui sang papa sering pulang pergi ke Singapura dengan alasan bisnis hanya sebuah kebohongan, nyatanya bahwa sang bunda sedang sakit dan harus melakukan kemotrapi rutin. Tidak ada hal yang bisa ia lakukan dengan merahasiakan hal tersebut dari Rara.

"Kamu tau,"

"Stop it. Rara gabakalan baik-baik aja kalopun abang ngasih nyemangatin."

Rara mencoba memeluk dirinya sendiri semakin erat, ia tidak berniat mendengar ucapan Steeve saat ini. Bahkan sang papa sudah diam menyerah akibat tidak di gubris olehnya. Pikiran Rara hancur, tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya, apa yang harus ia lakukan ketika harus rindu dengan Bunda, siapa yang akan menemani nya lomba balet, yang akan membela nya dari papa yang keras. Rara mengeluarkan air mata nya berkali-kali, mata nya sudah bengkak dan bibir nya mengering. Di saat Rara pikir masih ada tempat untuk mengadu, saat itu juga Rara sadar. Tidak ada. Bahkan ketika dunia Rara sehancur saat ini, ia sudah membenci dirinya terlebih dahulu.

"Pa," rintih Rara meraih tangan sang papa yang sudah membuka pintu untuk Rara agar segera menuju pemakaman. "Gakuat pa. Sakit banget, sakit." Rara memekik perih di dada nya seraya memukul kencang.

Steeve memeluk Rara, "dek, yok."

Rara menarik nafas, ia memberanikan diri bersaamaan dengan tante Nadia yang ikutan menopangnya, ia memberanikan diri memperhatikan ke dalam liang kubur. Benar, perasaan Rara sudah di batas ambang, sangat menyakitkan dibandingkan sebelumnya. Berkali-kali Rara menghembuskan nafasnya, mengatur diri agar tetap tegar, namun tetap saja. Ia tidak bisa.

"Bunda ngingkarin janji, bahkan untuk kesekian kalinya."

Kaki Rara melemas, akhirnya ia menyerah dan memeluk kuburan sang bunda. Bahkan ketika dunia tidak lagi sama, semua seharusnya kembali pada sang Pencipta. Tidak ada yang tau mau nya Allah di hidup kita.

"Gapapa kalo Rara ditinggal pergi ke Singapura, gapapa kalo bunda harus nginep nemenin papa keluar kota, sampai bertahun-tahun gabalik juga gapapa bunda. Rara gakuat kalo harus tau bunda begini." Rara meracau membuat sang papa dan abang segera mendekat memeluk Rara.

"RARA SAKIT HATI BERKALI-KALI YA ALLAH." Rara segera memeluk Steeve sekuat mungkin, "Rara gakuat bang."

***

Seminggu lamanya Rara mengurung diri di kamar, selain tidur dan makan ada satu lagi hal yang tidak bisa lepas dari dirinya selama seminggu ini, menangis menjadi kegiatan baru nya. Selama seminggu ia tidak bersekolah, dan selama itu tidak ada yang datang mengunjungi nya. Rara tidak berharap lebih siapapun datang untuk berbela sungkawa. Rara samasekali tidak membutuhkan kalimat penyemangat, ia hanya butuh menenangkan diri, menjauh dari hal-hal yang akan lebih menyakitkan.

"Ra, mau makanan lagi ga?"

Begitu setiap harinya Steeve memanggil dari luar kamar Rara, memastikan Rara masih ada. Setelah pulang dari Bandung, Rara memutuskan diam tanpa ingin berbicara sedikitpun kepada abangnya. Bersedih tanpa ada niatan membuka ponsel bahkan walau hanya menyalakan daya. Benar-benar sendiri merenungi semua kejadian di hidup Rara, bagaimana bisa semua cobaan datang bersamaan.

"De, abang letakin di depan ya." Ucap Steeve kembali ketika Rara samasekali tidak menyahut panggilannya. Rara memastikan Steeve telah pergi, ia segera bangkit dari kasur, membuka pintu dengan cepat.

"Barga?"

Rara terkejut, ia kembali menutup pintu kamar dengan cepat. Ia bersandar dibalik pintu, mengatur nafas nya yang memburu kencang. Ia masih berusaha berfikir keras, bagaimana bisa Barga datang ke rumahnya mengingat abang nya yang terbiasa selektif dan pemilih terkait siapa yang bisa mendekati Rara.

Barga mengetuk pintu kamar Rara, "yakin gamau keluar? padahal gue pengen main sampe puas."

"Gapenting, gue gakenal sama lo. Gausah sok deket, pergi sana."

Rara kembali mengurung diri, mengatur nafasnya yang memburu cepat. Ia menatap sekelilingkamar nya yang super duper hancur, botol bekas, tissue, dan juga sepatu balet yang terlempar ke atas lemari. Rara mengehela nafas, dengan cepat membuka jendela kamar dan merapihkan seisi kamar. Setelah nya ia segera berjalan meraih handuk kemudian masuk ke dalam kamar mandi. Sudah lama ia tidak membasahi dirinyadengan air, bahkan sampai ia bisa merasakan aroma ketiak dan juga rambut nya yang bau. Rasanya segar sekali, Rara menutup mata seraya memijit pelan kepala nya agar kembali rileks tanpa memikirkan Bunda. Ritual membersihkan diri menghabiskan waktu satu jam.

"Yah, walaupun mandi gabisa bikin bunda balik." Ucap Rara masih dihantui bayang-bayang senyuman bunda nya. Rara memakai baju tidur dengan cepat kemudian meraih ponsel nya yang sudah lama tidak ia charger. Notif ponsel Rara berbunyi cepat, ia membiarkan sebentar hingga berhenti bersuara. Membuka satu persatu notif yang masuk, membaca dengan perlahan grup kelas. Rara pikir banyak yang mencari dirinya, namun Rara salah. Hanya beberapa saja yang bertanya ketidak hadiran dirinya selama seminggu lebih.

Rara membalas satu persatu, mengetikkan kalimat bahwa ia sedang mengikuti acara keluarga hingga berbagai alasan lainnya. Rara membuka bagian arsipan chat, ada satu pesan yang masuk dari Sheldon.

"Jalan yuk"

Rara mengetikkan beberapa kalimat kemudian kembali menghapus. Ia ragu dan bingung ingin membalas apa hingga kemudian Rara segera keluar dari roomchat karena melihat Sheldon sedang mengetik.

"Besok sekolah ga? bareng gue ya"

Rara tidak pernah menyangkal dirinya jika ia masih sayang atau cinta pada Sheldon. Namun untuk saat ini, Rara sudah berusaha untuk tidak kembai pada Sheldon. Sudah bagaimana kabar dirinya, Rara juga rindu melihat tatapan sinis Sheldon pada nya. Namun rasa itu pudar ketika mengingat Mitha yang menjadi pacar Sheldon saat ini.

"gue di anterin bang Steeve"

Rara segera melempar ponsel nya, ia kembali membalut dirinya dengan selimut.




Vote yuu

SHELDON🚫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang