● 10

2.1K 154 14
                                    

Angin malam begitu dingin, menusuk kulit perempuan yang kini tengah duduk menunggu angkot. Latihan balet membuatnya lelah tidak karuan, walaupun sudah lancar, namun tetap saja ia kelelahan. Apalagi ketika harus berhadapan dengan pelatih yang mencerca Rara.

Berkali-kali Rara menoleh ke arah jam tangannya, kemudian memutar pandangannya ke kanan dan ke kiri. Suasana Jakarta malam ini sangat sepi, biasanya ia masih melihat penjual bakso keliling, namun kali ini tidak.

Bibir Rara sudah mengering, seragam sekolah nya lusuh sengaja ia kenakan kembali karena tidak membawa baju ganti. Biasanya Bunda sudah bertanya kondisi nya, atau Ayah nya yang marah-marah akibat telat pulang, atau bahkan Steeve yang berinisiatif menjemputnya.

Memiliki orang tua yang terbilang strict parents membuat Rara lelah hati dan harus siap mental. Apalagi ketika Papa dan juga Bunda nya yang kembali ke Indonesia. Siap-siap ia harus menahan amarah kedua orang tua nya.

Tidak ada cara lain, Rara mengemasi barangnya dan kemudian berjalan menyusuri jalanan. Ia berharap masih menemukan angkot. Sejauh 1 Kilometer jaraknya ia berhasil berjalan. Kini ia berhenti di tepi jalanan tepat di depan IndoApril.

Rara mulai menyerah, dirinya tidak sanggup jika harus melanjutkan langkah kaki. Ingin sekali rasanya ia membeli minuman, namun uang nya sama sekali tidak cukup. Rara sudah menghabiskan seluruh uang nya ketika membeli soto di kantin kang Ujang. Rara meringis perih, mengingat makanan dan minuman membuat perutnya berbunyi.

"Mba ga mau masuk? Soalnya bakalan tutup."

"Eh, maaf mas. Saya cuman numpang duduk." Rara mengusap kening merasa malu.

"Hati-hati loh mba, ini udah malem. Biasanya banyak copet yang main judi disini."

Laki-laki muda berseragam Indo April itu tersenyum kecut, kemudian kembali mengerjakan tugasnya.

Rara juga sudah berusaha menelpon orang rumah, tetapi tidak ada yang menjawab.

"Sial banget gue." ucap Rara menahan perih di perutnya.

"Ra,"

Suara bass yang sangat berat, begitu familiar di pendengaran Rara. Rara mencoba tenang ketika tangan besar Sheldon mulai menelusup dan menggenggam tangannya secara hangat. Dirinya hendak berteriak histeris kegirangan sejak tadi, namun entah mengapa semburat wajah Sheldon berubah ketika Rara memamerkan senyuman terbaiknya.

"Sheldon," cicitnya melihat Sheldon yang begitu dekat.

"Kok bisa ada disini Shel?" Protes Rara dan Sheldon masih asik menuntun Rara menuju jalan yang sudah ia lalui.

"Lo bukan begal yang nyamar kan?" ujarnya memberontak sepanjang jalan.

"Lo Shelson kan?" Rara juga masih terheran dengan keberadaan Sheldon saat ini, setahunya Sheldon sudah pulang dan dengan keji nya meninggalkan dirinya hingga sempat terjatuh.

"Lo mau balik kan?"

perempuan itu mendongak, masih sibuk memandang cowok tinggi di depannya.

"Iya mau banget, udah laper juga."

"Yaudah masuk."

Pandangan Rara beralih memandang wajah murung yang sempat ia lihat tadi. Sheldon masih menatap Rara dengan dalam. Rara memutarkan pandangannya, ia melihat seisi mobil yang tidak biasa dibawa ke sekolah. Berwarna hitam bermerk mewah.

SHELDON🚫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang