Hari ini, untuk pertama kalinya Rara merasakan tubuhnya bagai di cabik-cabik. Gadis bertubuh mungil berambut girly itu sedang menunduk lelah dan mencoba mengibas-ngibas kan tangannya ke arah wajah berusaha mencari kesegaran. Semua badan Rara terasa remuk, pipinya berminyak dan kusam. Rara memandang jauh, berusaha menikmati senja yang sudah mulai memudar dibalik tembok-tembok besar sekolahnya.
Ia masih setia duduk rapi diatas kursi bewarna putih yang sudah tersedia di depan ruangan itu. Beberapa kali Rara menguap bertanda bahwa matanya sudah ingin di istirahatkan. Kedua kaki nya ikut bergoyang santai demi menghilangkan rasa sakit yang sempat memanas di area lututnya.
Selama sebulan terakhir, Rara semakin mengetatkan jadwal latihannya. Perlombaan balet tingkat Nasional kali ini membuat semangat Rara mengebu-gebu. Rara harus bisa mengharumkan nama sekolah nya. Rara sangat optimis, jika Rara terkenal, mungkin saja Sheldon akan mengakui nya. Ya, Rara sangat yakin.
"Hoam..." pandangannya semakin sendu dan berair.
"Bisa gak sih, sehari aja waktu itu rasanya setahun," mohonnya seraya memegang lututnya yang sedikit perih, ia tidak kuat berjalan jauh hingga parkiran sekolah.
Disana, Rara memandang jauh ke arah parkiran, terdapat motor matic yang masih terlihat baru, setahu nya semua anggota balerina sudah pada pulang kecuali satpam yang memang biasanya bermalam di lingkungan sekolah.
Bulu kuduk Rara mulai meremang, perasaanya semakin tidak kondusif dan jantungnnya mulai berpacu kencang. Rara sangat kesal, ketika mendapat pesan singkat dari abangnya sejak beberapa menit yang lalu. Bagaimana bisa dirinya dipaksa menunggu jemputan didalam area sekolah yang minim pencahayaan. Rara tahu kecemasan ayah dan abangnya sama saja, oleh sebab itu dirinya dilarang menunggu jemputan di halte, padahal ia sudah terbiasa naik angkot.
Rara kecewa, sudah cukup lama dirinya bersarang diantara kelas-kelas kosong yang ada disekolahnya. Merasa kesal, akhirnya Rara segera pergi meninggalkan area sekolah dan segera melangkahkan kaki menuju halte sekolah.
Ditemani suara musik yang Rara putar dengan keras, halte sekolah yang sedang ia tempati itu terasa ramai walau hanya dirinya seorang. Dengan telepon genggam yang ada di genggamannya, Rara mulai membuka akun media sosialnya. Membalasi segala chat yang masuk.
Bibir tipis Rara melengkung ketika mata nya melihat postingan yang baru saja dikirim Naya ke instagram. Bersama Clara, Naya memosting foto mereka berdua yang sedang menikmati malam dirumah Neta.
Rara tau betul, otak licik dari kedua perempuan tersebut. Selain WI-FI gratis apalagi?
"Huh."
Rara menghela nafas, buku yang ada di tasnya sungguh membuat tubuhmya semakin lelah. Disekitar Rara, jalanan mulai tampak sepi. Rara semakin merasa ketakutan ketika jemputan abangnya tak kunjung datang, angkot yang biasa lewat juga tidak ada.
"Gue gak tau kenapa perasaan gue semakin besar," cicit Rara tersenyum kemudian segera menggosokkan kedua telapak tangannya. Sepanjang mata jauh memandang, akhirnya Rara mulai memejamkan matanya menikmati suara alunan musik ditelinga nya.
"Loh, belum pulang?" Sebuah suara membuat Rara terlonjak kaget, apalagi ketika pundakknya dikagetkan dengan sebuah sentuhan.
Rara membuka matanya, melihat Sheldon semakin mendekatkan diri ke arah nya, ketika gadis itu bergeser-Sheldon semakin mengikuti dan mempersempit jarak.
"Geser terus, gih. Biar lo jatuh sekalian!" ucap Sheldon membuat kepala Rara menoleh pada got kecil yang ada disebelahnya.
Rara mencoba tenang agar tidak berteriak dan marah-marah di depan wajah Sheldon.
KAMU SEDANG MEMBACA
SHELDON🚫
Romance"Jangan sampai ada yang tahu kalau kita pacaran. Lo ngerti kan?!" Bentak Sheldon dengan tatapan tajam. Bernama Sheldon Arwanda Nikson, laki-laki yang mampu membuat siapa saja terpikat. Kata murid Cakrawala, Sheldon jutek nan bengis, ketua Osis yang...