●31

2.1K 93 39
                                    

Haapy Reading

V o t e
C o m m e n t


Zell Fora duduk termenung tanpa energi, tatapannya melemah. Ia rasa tubuhnya sudah sangat lemah dan sedikit demam, ia menatap kolam ikan yang ada di depannya, ikut hanyut terbuai dengan suara air yang mengalir. Sesekali Rara menarik nafas dengan dalam, kemudian menghembuskannya. Ia perlahan mengusap lutut nya yang mulai halus, tidak ada lagi luka-luka kecil, sudah lama rasanya tidak mengikuti les balet.

"Ada apa?" bibir Rara sedikit bergetar mengucapkan kalimat tersebut. Pertanyaan itu membuat Desy terkejut, padahal ia sudah berusaha agar tidak mengejutkan Rara.

"Gue udah cape banget Des," ucap Rara seraya
melempar batu kedalam kolam, ia membalikkan tubuhnya, kemudian meraih lembut tangan Desy.

"Lo mau dengerin cerita gue ga?" ucap Rara pasrah, ia tau niat buruk Desy, ingin menggangu nya kembali, namun untuk sekedar menghindar saja ia sudah terlalu lelah.Rara sudah tidak mempunyai air mata lagi jika nanti nya harus memohon minta dilepas.

Rara menoleh, memandang Desy yang tersenyum kikuk, "tau ga? gua udah gapunya Bunda lagi," Rara berhenti menjeda ucapannya.

Rara menggigit bibir bawahnya, menahan sesak yang tidak ingin ia keluarkan, "dari dulu gue udah biasa ditinggal kerja, alesan mereka ya mau ngurus bisnis. Tapi ternyata Papa dan abang gue malah sibuk ngurusin kemotrapi Bunda. Dulu gue marah-marah, bikin mereka khwatir, tapi ternyata gue yang malah nyusahin mereka. Sekarang gue gapunya tempat buat ketawa atau setidaknya gue bisa cerita beban hidup gue ke Bunda."

Rara menghela nafas, ia mengitari pandangannya, menatap dedaunan yang berguguran. Perasaannya kembali hampa, seperti kosong dan ingin sekali segera berteriak sampai serak. Namun tidak bisa, sudah habis rasanya, jika diminta untuk di sakiti agar bisa menangis, Rara mau. Namun tetap saja, sudah habis semuanya.

"Des, lo sayang banget ya sama gue?"

Desy menoleh, menatap Rara yang saat ini malah terlihat sedih dengan tatapan sendu nya. Ia ikut merasakan apa yang ada di tatapan Rara saat ini, bibir nya ikut keluh tidak mampu berbicara. Ia juga tidak tau harus bagaimana dengan perasaan nya saat ini, ia tidak tau apa yang ada di hati nya. Namun yang ia rasakan ketika melihat Rara adalah perasaan nyaman.

"Des,"

Desy gelagapan, menyahut Rara "gue cuman rindu nyokap gue, lo jangan geer."

Rara tersenyum, ia melihat Desy yang segera menyapu air mata nya.

"Nyokap lo emang kemana?" tanya Rara pada Desy.

Desy enggan menjawab, ia terdiam sejenak kemudian mengingat kejadian keluarga nya. Papa nya yang harus pindah tugas demi perempuan lain, dan mama nya ditinggalkan denga kondisi kritis di Rumah Sakit.

"Nyokap gue baik banget, tatapannya juga mirip sama lo."

Desy kembali menoleh ragu-ragu, "boleh ga kalau gue sentuh wajah lo?"

Rara mengagguk cepat, ia membiarkan tangan Desy menyentuh wajahnya, meraba hidung Rara hingga kemudian ke bibir Rara.

"Zell Fora."

"Eh maap, gue pergi ya." Desy segera pergi meninggalkan Rara, ia berlari dan melewati Sheldon yang hampir menangkap nya.

"Lo ngapain hah?" ucap Sheldon pada Desy hingga membuat perempuan itu berlari menghindari nya.

Sheldon meraih wajah Rara, takut sesuatu terjadi padanya. "Lo habis ngapain sama dia, hey. Ra lo denger gue ga?" Rara hanya diam memperhatikan Sheldon yang mengomel.

Sheldon menatap Rara, memandang setiap inci wajah Rara "Lo budeg?!" 

"Lo yang harusnya ngapain disini!"

Sheldon berhenti menyentuh leher Rara, ia menjauhkan wajahnya, masih menatap Rara yang terlihat menahan getaran di bibir. Ia tahu sesuatu telah terjadi, ia tahu Desy telah mengganggu nya. Namun ia hanya bisa terdiam, tidak ingin memperdalam pembahasan yangjuga menyangkut hidup dan matinya.

"Gue mau ke rumah nganterin makanan, kaka gue bawa oleh-oleh dari Padang."

Sheldon merasa bahwa ia melakukan hal benar, membujuk perempuan ini untuk kembali kepada nya. Namun yang Rara rasakan bahwa Sheldon melakukan hal bodoh sedunia. Gampang sekali ia keluar masuk dan sekarang ia ingin memberikan makanan, seolah ia melupakan kejadian dimana hubungan mereka berakhir dengan tidak jelas.

"Lo ga ngerasa aneh?"

Sheldon mengalihkan pandangannya dari ponsel di genggamannya, kemudian beralih menatap Rara.

"Emang mantan harus musuhan, gue cuman mau nganterin makanan buat bunda, lo bilang kalo bunda suka." Ucap Sheldon.

Rara berusaha tenang, dada nya naik turun, ia membenci Sheldon dengan sangat luar biasa. Rara benci dan cinta disaat bersamaan. Ia menahan amarahnya yang hampir meledak, bibirnya melengkung ke atas, kemudian ia meraih totebag dengan stiker-stiker wajah Namjoon. 

"Makasih, nanti gua kasih ke Bunda." Rara segera berlari, benar-benar sudah tidak kuat lagi menahan sesak di dadanya.

"Bikin lo tetep sama gue, ternyata ga mudah ya," Sheldon pergi meninggalkan Rara.

***

"Jo,"

Naya melangkah cepat, mengejar Johan yang baru saja keluar dari perpustakaan. Ia kewalahan sendiri ketika Johan yang dipanggil sama sekali tidak mendengar nya, laki-laki itu semakin mempercepat langkah nya.

"Aku mau bicara,"

Johan berbalik, ia melirik tangan nya yang sudah di genggam Naya, kemudian kembali menatap perempuan di depannya. Menunggu penjelasan yang ingin ia dengar, walau ragu-ragu dan takut dengan pernyataan Naya.

"Lo gapernah dewasa ya,"

Johan berhenti, ia memijit pelipisnya kemudian berbalik menatap Naya.

"Sok atuh, bicara aja." Ucap Johan mulai berani dan mau menerima keadaan, ia menatap Naya dengan lembut, seolah rasa sakit hati nya bukan hal yang penting saat ini.

"Gue rasa, perasaan gue ke lo sama sekali gada Jo."

Johan tersenyum hangat, ia mendekatkan wajahnya sedikit menunduk. Tangan nya bergerak membersihkan air mata yang ada di pipi Naya, selanjutnya ia mengelus kepala Naya. Berat sekali rasanya bertahan sejauh ini, ternyata selama ini ia berada di jalan yang salah.

"Gapapa, lo hebat."

"Masa aktif kita udah berakhir kan?" Ucap Johan kemudian kembali memeluk Naya untuk terakhir kali nya. Bohong apabila Johan tidak sakit hati, justru Johan yang sangat menderita dengan perasaan tersiksa. Dada nya sesak tidak karuan, ia memilih masuk ke dalam kelas dan sudah dapat dipastikan, mengapa laki-laki itu menjadi pusat perhatian. Wajahnya yang memerah dan sedikit sembab membuat yang lainnya mendekat.

"lo makin jelek kalau nangis,"

Ucapan Anre tidak berhasil menghibur Johan yang sedang patah hati, bukannya tersenyum, Johan malah meninju perut Anre.

"Lo kenapa sih, sensian mulu."

"Gue habis putus." Ucap Johan tidak sanggup menahan air mata nya, "pengen dipeluk," ucap nya kemudian segera melebur memeluk Anre.

"Kan dari dulu seharusnya lo udah tau konsekuensi nya," ucap Anre.

Johan memukul pundak Anre, "kan kita cowo, nyoba gada salahnya." cicit nya.

"Gue sakit hati banget, Aaaaaa." Johan memukul-mukul meja, "lo semua jangan liatin gue, nanti gue makin keliatan kasian banget." Ucap Johan kembali merengek.

"Bagus, nanti kita mabuk-mabukan di klub bokap Anre." Sheldon tiba-tiba muncul, mendorong Anre yang duduk di sebelah Johan.

"Lo bedua gajelas," ucap Anre.

SHELDON🚫Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang