[I] : O5

186 19 0
                                        


"BALIKIN HAPE GUE, ANJIR."

"Nggak."

"Ah nyebelin lo! Siniin nggak?"

Kun menjulurkan lidahnya, ia membuka handphone milik Ten dan semakin tertawa saat melihat obrolan Ten dengan mantan pacarnya, Winwin, satu tahun lalu.

"Apa nih, katanya udah move on? Kok masih nyimpen kenangan tentang dia?"

"Bukan urusan lo!"

"Et, jangan deket-deket. Kalau makin deket, kita pacaran."

"Ngawur. Masih mabok ya?"

"Kayaknya... Nggak lah. Gue tuh lebih kuat minum daripada lo. Karena ketahuan lo masih gamon, besok lo yang nyetir."

Mereka berdua berlarian di rumah Ten yang sangat besar, dengan Ten tanpa lelah mengejar Kun yang masih tertawa jahil membawa handphone Ten.

Bahkan saat sudah satu jam mereka berlarian, Kun semakin jahil pada Ten yang kelelahan.

Mungkin karena pinggiran kolam renang belum kering dengan sempurna, kaki Ten menginjak lantai yang masih licin, dan dirinya hampir saja jatuh ke kolam renang.

Kun memegangnya, setelah meletakkan handphone milik Ten di gazebo sebelum berlari menolong Kun. "Lepasin bisa?" tanya Ten sedikit gugup.

Daripada dirinya membuat Ten lebih marah padanya, Kun melepas pegangan tangannya tanpa berpindah tempat dimana Ten akan jatuh ke kolam renang.

"Kun lo musnah! Gue benci sama lo!"

"Iya, I love me too. Lumayan Ten, mandi lagi biar sedekah buat selokan."

Iya, Ten jatuh ke kolam renang. Bantuan Kun agar Ten tidak terjatuh menjadi sia-sia, walaupun Kun kembali tertawa puas melihat sahabatnya menderita.

Yah, Kun kembali membantu Ten agar bisa keluar dari kolam renang. Mana tega ia tertawa dan meninggalkan Ten tanpa rasa bersalah, dia tidak sejahat itu.

"Besok kita udah mulai kerja,"

Kun yang membawa baju ganti dari kamar Ten mengangguk, mengeluarkan raut wajah sedih. Jika saja masih bersama si manis kesayangannya, pasti dirinya lebih memilih bersenang-senang dengan Yangyang daripada sahabatnya.

"Gue masuk hari pertama jadi manajer, lo sumpah dokter. Emang yakin nggak ngambil Strata 2?" Tanya Ten melanjutkan ucapannya sebelumnya.

"Buat apa, orang yang biasanya jadi semangat gue koas aja pergi, mana semangat gue kuliah lagi."

"Bulol sih ya."

"Ngaca ya tolong."

Ten, laki-laki yang sudah bersama Kun semenjak mereka kelas 1 SMA, merasa senang dan sedih di saat yang sama semenjak sahabatnya itu putus dari Yangyang.

Sisi senangnya, ia memiliki teman untuk menghabiskan waktu melupakan rasa sedih.

Sisi sedihnya, Ten hanya diam melihat Kun memasang raut wajah sedih setiap Kun teringat dengan Yangyang. Dia paling tidak suka saat sahabatnya sedih.

"Mau ke Shuhua?" Tanya Ten, menawarkan sedikit hiburan.

"Disini aja. Kita nonton film Captain America."

"Oke,"

Selalu seperti ini. Keadaan menjadi tidak bahagia setiap Ten sedikit menyinggung hal yang berkaitan dengan Yangyang, Ten sangat menyesal.

Dengan suasana sendu karena ucapan Ten sebelumnya, film yang disarankan Kun sudah terputar lancar. Mereka berdua duduk bersentuhan, dimana Kun sendiri yang meminta Ten untuk mendekat padanya.

Kegiatan mereka saat tidak memiliki kesibukan hanyalah seperti itu, duduk berdampingan, menonton film, atau mengendarai mobil mengitari kota dan berkomentar semau mereka.

Mereka sudah bahagia, mungkin.

Kun yang kesepian berpadu dengan Ten yang membutuhkan teman galau. Entah sudah berapa orang mengira mereka berpacaran, padahal Kun tidak akan pernah menganggap mereka menuju ke arah sana.

Tanpa dia sadari, hal itu menjadi bumerang baginya.

"Eh, kemaren kayaknya lo balik sama orang? Siapa?"

Ten mendengus. "Emang kenapa kalau lo tahu? Penting banget?"

"...penasaran aja? Kalau ga mau ngasih tahu mah bilang aja. Kan lo jomblo lama, makanya gue pikir lo udah punya pacar baru,"

"Gue jual mahal sekarang."

"Berapa harganya?"

"Silakan keluar dari rumah saya, sedang tidak menerima orang bernama Qian Kun." Ten membuka pintu rumahnya, menunjukkan gestur mengusir Kun karena berbicara diluar pikirannya.

"Ini serius. Lo punya gebetan?" Tanya Kun tiba-tiba, mendekatkan wajahnya pada Ten, menunjukkan rasa penasarannya.

Terlalu dekat. "Ng–nggak. Jauh-jauh ih, nafas lo bau."

"Hah iya? Nggak deh gue rasa,"

Kun mencium bau mulutnya sendiri, sedangkan Ten mengatur nafasnya agar kembali normal. Itu sangat dekat, baru kali ini Kun seberani itu padanya, Ten merasa bersalah pada Yangyang.

Tapi sudah hampir satu tahun mereka berdua tidak bertemu dengan Yangyang, membuat Kun kehilangan kendali mendekatinya sekarang.

Film tersebut sudah selesai, memperlihatkan nama-nama pembuat film, ditambah suara dengkuran Kun di samping Ten.

"Giliran filmnya selesai aja tidur." Ucap Ten sembari membereskan bungkus makanan yang berserakan, sebentar lagi waktunya Kun pulang, sebelum Mama Kun menanyainya tanpa berhenti.

Melihat wajah Kun setelah selesai membereskan rumahnya, Ten sedikit kagum pada sahabatnya, yang berusaha baik-baik saja disaat nama Yangyang tidak pernah luput dari pikiran Kun.

Apa yang membuat laki-laki itu sangat menyukai Yangyang? Bahkan saat dirinya bertanya pada diri sendiri pun, Kun mengigau, menyebut nama Yangyang dengan nada sedih.

Kun masih belum bisa move on dari Yangyang. Atau bisa dikatakan, Kun tidak mau melupakan sosok laki-laki yang sudah mewarnai hidup Kun satu tahun yang lalu.

Bagaimana Kun dengan semangat bercerita kepadanya tentang gemasnya Yangyang, saat mereka sedikit memiliki masalah karena Yangyang tidak percaya diri, dan banyak hal lainnya.

Entah sampai kapan Ten akan melihat Kun tersiksa dalam kerinduan seperti itu.

"Kun, pulang sana. Dicari mama lo nanti, yang dimarahin gue soalnya."

"Tapi besok lo yang nyetir ya?" Kun terbangun dengan malas dan mengambil kunci mobil kesayangannya.

Ten mengangguk. "Iya. Jangan telat ke sini tapi,"

"Iya bawel."

Memasuki rumah miliknya, dia baru sadar wajahnya terdapat satu tetes air menempel. Itu dari matanya.

Good Old Days - KunYangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang