[I] : O8

123 19 2
                                    


Halo lagi, negara tempat dirinya lahir, dan kenangan menyakitkan yang sangat membekas pada dirinya dalam setahun ini.

Menghirup napas panjang, ia melangkah sedikit cepat menuju apartemen Xiaojun sebelum ayahnya membanjiri notifikasi pesan di handphone-nya.

Bisa dikatakan, hari ini Yangyang kabur dari orangtuanya.

Dia sangat rindu pada semua orang. Teman-teman yang ia anggap sahabat sendiri, rumah lama yang sekarang sudah ditempati penghuni baru, kampus tempatnya kuliah dua tahun, dan perpustakaan yang menjadi saksi dirinya merasa disayangi oleh laki-laki yang akan dirinya sebutkan terakhir.

Mantan pacarnya, Qian Kun.

Yangyang tahu, hari ini Kun pasti akan sumpah dokter, karena laki-laki itu telah menjalani dua tahun koas di rumah sakit. Yangyang ingin melihat wajah laki-laki itu lagi, dia sangat rindu.

Mungkin dirinya akan ke apartemen Xiaojun sebentar lalu menuju rumah Kun, disaat orangnya belum menjalani sumpah nanti pukul 8 pagi. Yangyang diberitahu Xiaojun.

Pukul setengah 7 pagi, Yangyang kembali masuk taxi yang ia minta pesan untuk menunggunya meletakkan barang di apartemen Xiaojun.

Si pemilik apartemen, Xiaojun, yang sudah sangat rindu dengan Yangyang, terpaksa harus mengalah jika teman dekatnya sudah sangat bersemangat. Apapun demi membuat Yangyang bahagia.

Taxi tersebut berhenti tepat di pintu masuk rumah Kun. Warna catnya masih sama, abu-abu, dengan tanaman sedikit berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.

Yangyang sangat tidak sabar. Bagaimana reaksi Kun saat melihatnya lagi? Apakah akan sangat terkejut, atau bahkan langsung pingsan?

Apa saja yang terjadi, ia berharap itu bukanlah sesuatu yang bisa membuatnya kecewa.

Bel pintu rumah ia bunyikan 3 kali, menunggu dengan sabar saat pintu terbuka, menampilkan perempuan masih membawa alat make up di tangan kanannya.

Mematung. Itu reaksi mama Kun ketika kembali melihat Yangyang, si manis kesayangan anaknya, yang sudah menjadi anak keduanya.

"Ini... Yangyang? Kok tambah tinggi?"

Yangyang tertawa hingga tanpa sadar air matanya berjatuhan dari matanya.  "Yangyang udah sembuh loh Ma, masa reaksinya malah ke tinggi badan sih?"

"Beneran kamu Yangyang?"

"Iyaaa."

"Rasanya kayak udah belasan tahun ditinggal kamu, padahal cuma setahun kamu pergi. Gimana ayah sama bunda?"

Ia mengulum bibirnya, mempersiapkan kejujuran di depan ibu mantan pacarnya, yang sudah Yangyang anggap sebagai ibu kedua-nya. "Yangyang kabur Ma, soalnya kalau bilang balik ke sini, pasti dikurung di kamar seminggu."

"Serius?"

"Enggak, mungkin Yangyang dijaga ketat sama bunda buat ga keluar rumah. Padahal di sana Yangyang masih kuliah lagi,"

Mama Kun terkekeh. Mereka berdua segera berpelukan penuh kasih sayang, melepas rindu dengan perasaan berkecamuk.

Dimana Kun?

Dengan segan, Yangyang masuk ke rumah Kun, lagi. Dia tidak akan masuk jika saja mama Kun tidak memaksanya.

"Nanti, kalau tepat waktu, Kun mau kesini jemput Mama. Dia ke rumah Ten dulu, soalnya si Ten juga ada acara di kantor barunya. Udah jadi manager, bentar lagi bakal jadi direktur. Keren nggak tuh,"

"Keren banget. Ga nyangka aja Kak Kun sama Kak Ten lulusnya bareng, pengangkatan jadi orang sibuk kerja juga bareng."

"Mau ke rumah Ten nggak? Sekalian kejutan juga buat Ten."

"Eh? Gapapa?"

Tertawa, mama Kun membawakan teh hangat pada Yangyang dan kue kering satu toples. Kue kering kesukaan Yangyang, setiap Ia dan Kun berduaan mesra di ruang tamu, Yangyang pasti adalah orang yang paling banyak memakan roti kering itu.

"Gapapa. Sana, teh sama kuenya dihabisin dulu, baru boleh ke rumah Ten. Oh iya, kalau mau nginep di sini boleh juga kok,"

"Gausah Maa, Yangyang nginep di apartemen temen aja, kasian dia udah nyiapin kasur baru sama alat makan baru buat Yangyang."

"Astaga. Sampai segitunya dia kangen sama kamu?"

"Siapa sih yang nggak kangen sama Liu Yangyang? Paling cuma ortu Yangyang sendiri."

Keduanya mengobrol santai dengan Yangyang menghabiskan teh dan kue kering pemberian mama Kun. Yangyang berpamitan kepada mama Kun agar bisa memberi kejutan pada Kun secepatnya.

Tangannya bergetar merasa sangat penasaran, bagaimana reaksi Kun dan Ten nanti?

Lagipula Yangyang tahu, Kun tidak semudah itu menjadi dekat tidak wajar dengan sahabat Kun sendiri.

Taxi sampai di rumah yang berada tepat di samping rumah Ten, Yangyang sengaja. Setelah membayar dengan keringat dingin terlihat pada wajahnya, ia keluar dari taxi.

Yangyang keluar dengan pelan dan hati-hati. Jika kejutan untuk kedua laki-laki nantinya justru kecerobohannya, itu bukan kejutan yang bagus.

Senyumnya mengembang, tidak bisa menyembunyikan rasa bahagianya. Akhirnya dia bisa bertemu dengan Kun lagi.

Satu tahun terasa sangat lama, teringat bagaimana tidak bersemangat dirinya menjalani hari tanpa Kun di sisinya.

Suara obrolan memenuhi telinganya, itu suara orang yang ia rindukan. Kepalanya mengintip, penasaran dengan apa yang dilakukan Kun dan Ten.

Hidup jika tidak ada masalah, tidak akan seru.

Walaupun Yangyang tahu hal ini mungkin terjadi, tapi matanya tidak bisa menahan air matanya.

Dari apa yang dia lihat sekarang, Kun menggendong Ten dengan posisi mereka berdua bertatapan begitu dekatnya. Ditambah, "Kaki lo sakit habis kepeleset di kolam renang kemarin kan? Jujur aja."

Matanya tidak bermasalah, dia tidak minus. Terlihat jelas jika Kun semakin mendekatkan wajahnya pada Ten yang memberikan pembelaan jika kaki laki-laki itu tidak sakit.

Profile yang muncul di handphone miliknya memperlihatkan foto Xiaojun dan Hendery. Xiaojun meneleponnya.

"Yangyang lu dimana?? Katanya di rumah Kak Kun, kok kata mamanya lu di rumah Ten?"

"Iya gue emang di sini. Lagi lihat orang pacaran."

"Hah?"

"Jemput, Jun. Sekarang."

"Buseettt banyak minta mulu nih bocah,"

"Gue serius. Cepetan, sebelum gue banting ini pagar rumahnya Kak Ten."

"Lah kok Ten lu marahin dah, salah apa dia?"

"Buruan kesini atau gue balik Jerman?"

"IYA IYA. Aduh, lu harus tau gue kangen banget, malah lo marah gini. lima menit gue nyampe."

Telepon ditutup, menyisakan Yangyang masih melihat bagaimana Kun dan Ten mengobrol dalam mobil milik Kun sendiri.

Yangyang menjauhi rumah dengan dua tingkat itu, yang dulu menjadi saksi dirinya diperhatikan Kun dengan penuh cinta.

Ia mengutuki dirinya karena menangis deras sekarang.

Good Old Days - KunYangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang