Sudah satu bulan Yangyang bertahan di negara banyak kenangan, sedangkan ayahnya pulang sejak tiga minggu yang lalu.Rindu dengan istrinya, katanya.
Selama jangka waktu itu, Yangyang dan Kun mencoba mengobrol tentang hal yang terjadi saat mereka terpisah, yang berujung pada kecanggungan tidak bisa mengatakan ingin bersama lagi.
Lebih tepatnya, keraguan keduanya lah yang menjadi peran terbesar kenapa hanya sangat sedikit perkembangan dalam hubungan mereka.
Ragu karena bersalah bertindak semaunya sendiri, dan ragu apakah masih benar-benar terpaku pada si manis atau hanya tidak bisa menemukan orang lain.
Hari ini, dengan penuh keberanian, Yangyang menolak ajakan Kun untuk makan siang bersama di rumah makan dekat tempat kerja Kun.
Ia sedang ingin menjernihkan pikirannya, meskipun tidak bisa tenang setiap kali Xiaojun berisik mengomeli Hendery.
Karena Yangyang terpaksa menginap di apartemen teman dekatnya itu, mau tidak mau dirinya harus menahan kesal ketika mendengarkan betapa cheesy dua manusia tersebut.
"Tuh, Yangyang aja kesel denger kamu ngomel. Udah dong, aku beliin jajan yang kamu mau ya, biar diem?"
"Oh, boleh, habis aku buang hapemu dari atas sini."
"Maaf, Tuan."
Yangyang menelungkupkan wajahnya di atas meja, memusingkan dua hal yang benar-benar ingin ia singkirkan secepat mungkin.
"Gue mau keluar."
Xiaojun yang baru saja berhasil melunak setelah satu jam mengomel, melepaskan pelukannya pada Hendery, melihat Yangyang bingung. "Mau kemana? Sendiri?"
"Sendiri."
"Ke?"
Laki-laki itu menatap temannya tanpa ekspresi, yang sengaja ditutupi wajah iseng. "Pacaran aja sana, gue cuma nyamuk di sini, dadah,"
Begitu pintu ditutup, Xiaojun ikut mengambil jaket kesukaannya dan meninggalkan pacarnya.
Lagipula Hendery sudah paham jika bukan ranahnya untuk menjamah dan melebur bersama mereka.
Xiaojun berhenti sebentar. Dia meninggalkan sesuatu yang penting.
"Hen, ayo ikut! Kok malah mau tidur sih?"
"Kan masalah kalian, masa aku ganggu sih yang???"
"Ikut lo sama gue."
Hendery heran dia masih saja menuruti kemauan pacarnya melakukan hal yang dia tidak mau.
Dia sudah terlalu dimabuk cinta, di tahun keempat mereka berpacaran.
Mengikuti Yangyang dari belakang, sangat terlihat bagaimana lesunya laki-laki manis itu memikirkan apa yang sebaiknya ia lakukan setelah menyelesaikan masalah dengan mantan pacarnya.
Dia masih ingin bersama Kun, tapi rasanya kurang pantas bersanding dengan laki-laki itu. Insecure.
Yangyang masuk ke toko kue kesukaannya, yang dekat dengan apartemen Xiaojun. Saat pikiran sedang kacau, lebih baik mengisi perut dengan makanan manis agar perasaannya sedikit membaik.
Entah apakah ia beruntung atau tidak, Yangyang terkejut melihat perempuan-yang-hampir-merebut-mantannya sedang memesan kue.
Berawal dari Yangyang dengan baik membenarkan sepatu perempuan itu, dekat layaknya kakak dan adik, dan kembali bertemu setelah tiga tahun lamanya seperti orang asing.
"Kak Saebom,"
Yang dipanggil menoleh, lebih terkejut daripada Yangyang. Adik angkat kesayangannya sudah kembali. "Hai," sapanya dengan senyuman lega, kemudian membentuk gestur tangan meminta Yangyang mendekat padanya.
"Ngapain disini kak?"
"Beli kue lah, butuh asupan manis-manis habis lembur kemaren. Lo gimana? Masa gua ga dikabarin sama sekali,"
Yangyang terkekeh. "Kabarku baik, aku udah lulus kuliah. Kakak kerja dimana sekarang?"
"Rumah sakit yang 'paling besar' itu."
"Satu tempat kerja sama Kak Kun?"
Tidak mengindahkan ucapan adik angkatnya, Saebom mengambil kue pesanannya sebelum selera makannya hilang. "Qian Kun? Iya, kakak satu tempat kerja sama dia. Kenapa?"
"Gimana orangnya? Kali aja kalian deket,"
Saebom gugup sembari memakan kuenya, memikirkan jawaban yang tepat untuk menghindari dirinya terpojok.
Ia menduga jika Yangyang mengetahui dia dekat dengan Kun selama tiga tahun. Bisa saja Ten yang memberikan info atau apapun, perasaannya sangat kuat.
Karena Saebom lama menjawab pertanyaannya, Yangyang menyempatkan diri memesan kue kesukaannya dengan cepat, lalu kembali duduk di samping kakak 'angkat'-nya.
"Kak?"
"Ah? Eng.. kita ga banyak ngobrol kok, kita sama-sama sibuk apalagi dia dokter. Sebatas teman kerja, ga lebih."
"Mungkin kakak ga tahu, tapi Qian Kun yang aku maksud itu pacarku yang dulu. Aku pernah cerita ke Kak Sae kok. Kakak beneran ga deket?"
"Dia pernah cerita kalau punya mantan namanya Yangyang. Karena disini ada beberapa orang yang namanya mirip kayak kamu, kupikir bukan kamu yang dimaksud dia. Tapi kita ga deket, serius!"
Yangyang mengangguk mengerti. "Kakak habis makan kue ada kesibukan lain ga? Aku harap ga ada sih, aku pengen ngobrol banyak sama kakak karena kita udah pisah lama, gimana?"
Perempuan itu diam, lama sekali. Pikirannya berkecamuk, apa alasan yang harus ia gunakan untuk menghindari interogasi Yangyang, karena aura adik angkatnya sangat menakutkan sekarang.
Beberapa menit diam, Saebom menghela napas. "Kakak kosong kok, mau ngobrol dimana? Di sini?"
"Boleh."
Mereka berdua tidak langsung membahas hal yang menjadi penghubung utama, namun sekedar pertanyaan basa-basi bagaimana mereka menjalani hari.
Namun Yangyang tidak menceritakan penderitaannya selama di Jerman, hanya dia dan Kun yang boleh tahu.
"Terus kakak udah nemu sekarang, orang yang cocok sama kakak. Keren kan?"
Yangyang mengangguk, tersenyum bangga. Mengetahui bagaimana sayangnya Saebom dengan mantan pacar, mengalami patah hati terbesar bertahun-tahun, akhirnya kakak angkatnya menemukan penggantinya.
"Tapi Kak, kalau Kak Sae terus-terusan bohong, bukannya rasanya ga enak? Aku sih bakal ngerasa gitu,"
"Bohong apa?"
"Tentang Kak Kun. Betah banget yang bohong."
"Tahu darimana?" tanya perempuan itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/275852404-288-k859667.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Good Old Days - KunYang
Fanfiction[ Sequel Hands on Me ] "Good old days ya," "Ya." © crusshiepie , 2022