End

248 21 0
                                    

Di hidup yang tidak akan pernah berjalan sesuai rencana setiap orang, terdapat cinta yang bertambah setiap harinya, meskipun hanya senyuman kecil atau mengobrol di malam hari di atap yang berfungsi sebagai balkon.

Menggunakan cincin di masing-masing jari manis di tangan kanan, hari ini sudah waktunya mereka akan berjalan-jalan bersama menuju taman.

Hal sederhana, namun sangat berarti bagi keduanya.

Musim gugur yang indah. Entah berapa kali Yangyang mengatakannya sembari keduanya berjalan beriringan, berpegangan tangan di taman yang beruntungnya sedang tidak banyak pengunjung.

"Kalau kamu bilang tentang musim gugur lagi, Kakak cium kamu."

Yangyang melihat Kun sinis, melepas pegangan antar keduanya, dan berjalan lebih cepat. Dia melihat ada daun jatuh menarik minatnya untuk melihat lebih dekat. Mengambil daun jatuh tersebut, matanya mengernyit bingung tidak menemukan suaminya.

"Cari siapa?" dan pipi Yangyang dicium iseng, berhasil mengejutkan Yangyang dengan bersembunyi di belakang laki-laki tersebut.

"Lihat ini," ucap Yangyang lelah menghadapi sikap jahil suaminya, memilih memperlihatkan daun jatuh temuannya. "Bagus ga, menurutmu?"

"Bagus, cantik. Mau disimpan di rumah?"

"Ga perlu, aku foto aja. Ribet jaga daunnya biar ga layu nanti."

"Bisa diawetin, sayang."

Setelah berdebat apakah akan disimpan dan diawetkan atau dibiarkan saja, keduanya memilih untuk mengabadikan foto yang sudah diambil oleh Yangyang.

Melanjutkan perjalanan mereka sembari sedikit menggigil karena sebentar lagi musim dingin, Yangyang tidak sengaja melihat foto menarik di handphone miliknya, foto saat mereka awal-awal pendekatan.

Liburan ke pantai. Merayakan selesainya acara tahunan kampus Yangyang, saat laki-laki itu menjadi panitia dokumentasi acara. Dimana keduanya diundang dengan alasan berbeda, satu sebagai alumni berprestasi, dan satu lagi sebagai panitia biasa.

"Kak, inget pas kita liburan ke pantai, ga?"

"Inget. Kamu masih simpan foto itu, setelah bertahun-tahun?"

"Ini kenangan berharga tau, buat aku yang panitia biasa."

Tidak begitu istimewa, tapi membekas. Lagipula, keduanya kesusahan berbicara satu sama lain karena Yangyang tidak tertarik dengan acara mengobrol sampai larut malam, berkebalikan dengan Kun. 

Kun yang terpaksa harus meninggalkan tumpukan gunung tugasnya demi melihat Yangyang beratus-ratus kali banyaknya, sedikit tidak menyesal melakukan hal tersebut. Meskipun Ten berencana memberinya ancaman jika tugasnya tidak selesai setelah liburan itu habis, sih.

"Kita bisa foto tuh kenapa, Yang?"

Yangyang berpikir keras mengingat memori yang terdapat di foto. "Ah! Pada beli cumi-cumi! Dan Kakak yang awalnya diajak, sengaja ga ikut demi nemenin aku yang sibuk foto pemandangan pantainya."

"Ngapain Kakak ikut liburan kalau ga bisa ngobrol sama kamu? 'Kan waktu itu Kakak mau mengenal kamu lebih banyak,"

"Makanya foto di pantai bisa ada?"

"Makanya foto di pantai bisa ada."

Acara liburan di pantai berlangsung selama dua hari satu malam, dengan jadwal pulang sore karena saat sampai rumah masing-masing, waktu sudah malam dan mereka bisa beristirahat cepat.

Jaehyun yang merencanakannya. Mengingat bagaimana tidak senangnya Yangyang -- adik tingkatnya -- harus merasa bersalah karena tidak mengambil banyak foto, acara liburan pun diadakan sembari refreshing di tengah sibuknya perkuliahan.

Dan saat mereka perjalanan pulang dari pantai, Jaehyun mengatakan kepada Yangyang alasan tersebut, dan memastikan Yangyang bahagia karena liburan itu.

Yangyang mengangguk, ia bahagia di hari itu. Bagi dirinya yang lelah merasa bersalah namun tidak bisa menghilangkan perasaan tersebut, entah kenapa rasa bersalahnya menghilang setelah membicarakannya pada Kun ketika hanya ada mereka berdua di pinggir pantai.

Sesederhana menghabiskan waktu saling bercerita, mengatakan keluh kesah, menerima kata-kata penenang yang tidak sangka bisa Yangyang dapat dari Kun, semua itu membuatnya bahagia. Sangat bahagia.

Dan dua minggu setelahnya, keduanya resmi menjalin hubungan kasih sayang.

Jika acara liburan itu tidak ada, Kun akan tetap berusaha mencuri waktu disela-sela kesibukannya demi berbicara dengan Yangyang. Meskipun susah, Kun tidak ingin perasaannya terbuang begitu saja. Dia sangat-sangat suka pada Yangyang.

Mengingat bagaimana usahanya mendekati kesayangannya, hingga sekarang sudah resmi menjadi pasangan hidupnya, Kun tersenyum lebar. Usahanya terbayarkan.

"Kenapa senyum-senyum sendiri? Lagi mikirin yang jelek ya?" tanya Yangyang menginterupsi ingatan indah yang terlintas di pikiran Kun.

"Lagi mikirin kamu."

Bingung, Yangyang kembali bertanya. "Tapi aku daritadi di samping Kakak?"

"Kamu yang dulu. Yang gengsinya setinggi langit, yang gampang merah waktu kakak isengin, dan yang selalu bikin Kakak teriak kegirangan walaupun kamu cuma kirim foto sepatu rusak. Kakak mikirin itu."

"Aku pernah kirim foto sepatu rusak?"

"Pernah. Karena kamu takut orangtua kamu tahu, jadi bilangnya ke Kakak. Habis itu Kakak ajak aja beli sepatu baru buat kamu."

Yangyang membulatkan mulutnya tanda sudah mengingat memori memalukan yang ia bahas dengan Kun. Ternyata hal itu terjadi, yang membuatnya mengabadikan sepatu pemberian Kun di kamarnya, dalam rumah milik orangtuanya.

"Di depan ada rumah makan, makan yuk? Laper habis jalan." Ucap Kun sembari mengelus perutnya yang berbunyi karena kelaparan.

"Tapi kita baru jalan seperempatnya taman, masa udah makan? Nanti dulu,"

"Kakak laper, sayang."

Melihat suaminya sudah menatapnya dengan tatapan memelas seolah-olah tidak pernah makan, Yangyang menghela napas dan mengangguk terpaksa. Memang susah berjalan lama dengan Kun, laki-laki itu masih saja tidak kuat berjalan lebih lama daripada awal-awal mereka tinggal di Jerman.

Bisa dibilang, ini sudah tahun ketiga mereka menikah dan Kun ikut dengannya, tinggal di Jerman.

Namun perbedaan lidah Kun dengan dirinya sangat jauh, sehingga kadang muncul perdebatan kecil, hingga memilih jalan tengah dimana keduanya bertaruh jika mereka kalah bermain. Tidak mudah, tapi bisa terlewati, entah kenapa.

Saat Yangyang membicarakan suaminya dengan Ten pun, hanya tawa yang laki-laki itu terima, menambah pertanyaan yang muncul di benak Yangyang. Ten hanya bilang padanya, "kalian tuh udah dewasa belum, sih?" dengan napas tersengal karena terlalu banyak tertawa.

Menunggu makanan pesanan mereka tiba, keduanya menempel sembari melihat foto-foto yang tersimpan rapi di handphone Yangyang, dengan sesekali tertawa mengingat masa lalu.

"Good old days ya,"

"Ya."


_____

Sampai juga di part terakhir dan alur terakhir dari Good Old Days! Aku minta maaf yang sebesar-besarnya karena lama banget update meskipun draf ini aku simpan terus, hehe.

Cerita mereka tidak pernah berakhir, hanya alur tertulis yang berakhir. Entah berlanjut di pikiran aku sebagai penulis cerita, atau berlanjut di pikiran kalian para pembaca.

Terimakasih banyak sudah membaca ceritaku! See you on another story! <3

Good Old Days - KunYangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang