[II] : 21

134 13 0
                                        


Menghirup napas di tanah kelahirannya, Yangyang dengan senang dan bersemangat membawa dua koper miliknya dan ayahnya.

Ayahnya tersenyum, merasa lega sudah mengatakan alasan tidak masuk akalnya hanya karena takut.

Takut anaknya bukan seperti yang ia inginkan, terbawa arus umur muda, dan bisa saja membawa bencana ketika tidak ada persiapan yang pantas.

Beliau menyembunyikan alasan sebenarnya dengan memberikan alasan yang diinginkan anaknya sendiri.

"Demi Kun".

Yang mana, sudah diminta menjauh tiga tahun yang lalu, dan menolak apapun usaha laki-laki itu.

Tanpa disangka sudah sangat mengikat hati anaknya.

Yangyang menghentikan taksi kosong dan memberikan tujuan menuju hotel dekat apartemen Xiaojun. Bertemu kembali setelah dua tahun.

Matanya tidak pernah berhenti mengagumi kota yang mengalami perubahan meskipun tidak banyak, tersenyum memikirkan apa yang harus ia lakukan demi mengejutkan Kun, yang ia anggap "calon" pacar.

Namun, lagi-lagi, hari bahagianya rusak.

Melihat restoran yang sangat besar dan terlihat nyaman menjadi tempat berkumpul, matanya menangkap satu laki-laki dan satu perempuan.

Yang mana si laki-laki, mendekatkan wajahnya pada perempuan yang duduk di depannya.

Kejadian yang sama, rasa sakit yang semakin besar, rasa kecewa dan bersalah yang tercampur tidak bisa ditentukan.

Yangyang mengalihkan perhatiannya pada jalanan, mencari posisi duduk yang nyaman sembari menutupi telinganya dengan headphone berwarna merah kesukaannya.

Awal bahagia yang sama, harapan besar yang sama, kenyataan yang sama. Namun, sekarang Yangyang ingin menangis sebanyak mungkin tanpa diketahui ayahnya.

"Udah sampai, mas. Jangan lupa bayar."

"Iya, pak. Makasih."

Sopir taksi itu mengangguk, membantu mengeluarkan dua koper dari bagasi mobilnya, dan meninggalkan Yangyang serta ayahnya.

Keduanya tidak mengobrol sejak turun dari taksi. Karena dari sekarang, ada dua pilihan yang memiliki banyak resiko daripada keuntungan.

Pertama, membawa Kun kembali pada Yangyang. Dan kedua, terpaksa menerima perjodohan dengan Ningning, ditambah merusak pertemanan dengan Haechan.

— — —

Misinya mencari laki-laki untuk teman perempuannya sudah dimulai semenjak mereka berpisah kemarin.

Karena tidak semudah itu menemukan laki-laki yang pas, Saebom membiarkan dirinya sibuk kesana kemari membuat janji membahas pernikahan dadakan.

Kun tidak masalah, karena akhirnya ia tidak menikah dengan orang yang tidak ia sukai.

Selesai bertemu calon ketiga, Kun teringat jalan yang sangat familiar yang akan ia lewati saat ini.

Tanpa mengetahui terdapat mobil terparkir dekat rumah yang dulunya milik keluarga Yangyang.

Saat ini kakinya berhenti di depan rumah yang dulunya menjadi rumah keduanya saat menghabiskan waktu berdua dengan kesayangannya. Namun, kali ini tidak akan ada senyuman manis dengan sapaan nyaring yang terdengar bahagia membuat dirinya ikut bahagia saat itu.

Tidak akan ada lagi suara mengambek lucu yang ditujukan padanya, tidak akan ada lagi selamanya. Padahal dia sudah berjanji akan menjaga si manisnya, tapi gagal.

"Dek, bahagia di luar negeri ya, kakak nggak tau kamu dimana tapi kakak berharap yang baik buat kamu. Kakak bersyukur semoga kamu selalu sehat disana, walaupun tanpa kakak yang ngawasin kamu lagi."

"Buat kakimu, cepet sembuh. Biar nanti kalau renang di tempat yang kamu mau, kamu bisa bebas mau kaki cepet atau lambat karena ga bakalan ada rasa sakit lagi. Maaf kakak nggak ngasih yang terbaik buat kamu setahun itu, maaf."

Selama sepuluh menit, Kun terkekeh merasa bodoh sudah berbicara sendiri di depan rumah penuh kenangan, yang bisa saja sudah ditempati orang lain.

Bergumam maaf kembali karena sudah mengganggu tetangga yang keluar rumah heran melihat Kun, laki-laki itu kembali ke mobilnya.

Tangannya bergetar mencari kontak perempuan yang sudah Yangyang anggap ibu kedua. Menekan tombol telepon, tidak lama terdengar suara lembut yang langsung mengatakan rindu tanpa mendengar ucapan Yangyang.

"Kesini dong Yangyang, Mama kangen bangeeettt sama kamu! Ah–aduh maaf, Mama terlalu semangat padahal kamu belum bilang sesuatu. Kenapa, nak?"

"...Kak Kun ada di... rumah, Ma?"

"Bicaranya keras dikit, sebelah rumah ada yang renovasi. Bilang apa tadi?"

"Kak Kun,"

"Kenapa sama dia? Kamu pengen ketemu? Dia lagi pergi sekarang–oh, ini orangnya bilang mau sampai rumah. Mau ketemu ya? Mama siapin jajanan kesukaanmu jadi cepet kesini! Mama kangen!"

"Hahaha, makasih, Ma. Yangyang bentar lagi kesana."

"Astaga! Mama tunggu!"

"Yangyang tutup, ya."

"Iyaa, hati-hati!"

Telepon tersebut terputus. Ketika ayahnya kembali dari minimarket dekat komplek rumah lama, Yangyang melepas pertahanannya.

Ia menangis. Ingin rasanya menghampiri Kun dan memeluknya karena rindu sudah bertahun-tahun lamanya semenjak dirinya dipindahkan ke luar negeri untuk menyembuhkan kakinya.

Tapi sudah ada ayahnya yang mengawasi dirinya agar tidak lagi mendekati Kakak kesayangannya, ayahnya berkata jika Kun tidak akan bisa kembali padanya sekarang.

Ayahnya menyimpulkan sendiri tanpa mendengar pendapatnya.

Yangyang juga sudah tahu, Kun akan menikah dengan kakak yang ia anggap kakak kandungnya, Saebom. Karena sudah waktunya mantan pacarnya itu menikah.

Tapi apa salahnya memeluk mengucapkan selamat tinggal? Dia kembali ke tempat tinggalnya sekarang hanya untuk menemui Kun, tapi Ayahnya tidak merestui. Dan akhirnya menemaninya sepanjang ia mencari Kun.

Hanya pelukan dan senyuman terakhir.

"Ayah, adek pengen ketemu bentar aja sama Kak Kun. Cuma pelukan, habis itu adek langsung pergi, ya? Adek tau adek punya tanggungjawab buat calon adek nanti, ya?"

Ayahnya menghembuskan napas dan mengangguk.

Mereka berdua mengendarai mobil membelah jalanan menuju rumah Kun, untuk mengucapkan perpisahan. Dan ternyata dia mendapat nasib baik, ada Kun di rumahnya. Ia sudah sampai rumah.

"Permisi,"

"Ya siapa–dek?"

Yangyang menarik tangan Kun menuju taman depan rumah Kun dan menghirup oksigen sebanyak-banyaknya untuk mengeluarkan kata-kata.

"Kakak jangan tanya aku darimana, jangan pernah tanya."

"...kenapa?"

"Karena aku nggak akan jawab. Aku disini cuma mau bilang makasih udah ngejaga aku 3 tahun lalu, udah perhatian sama aku, aku makasih banget sama kakak. Maaf kalau aku punya salah, maaf kalau aku cuma ngerepotin kakak, maaf."

"Dek-"

"Namaku Yangyang, kak. Kakak udah ga boleh manggil aku dek lagi,"

"Tapi kenapa?"

"Karena aku cuma masa lalu kakak. Jadi sekarang aku butuh pelukan terakhir dari kakak, kakak habis dari rumahku dulu kan? Kakiku udah baikan kok, disana aku dirawat sampai sehat bisa lari bahkan. Jadi, boleh minta peluk?"

Kun mengangguk kaku. Mereka berdua dengan canggung saling berpelukan menyalurkan sisa rasa sayang, Kun tidak berani mengatakan jika dia belum benar-benar bisa merelakan Yangyang tapi mau bagaimana lagi.

"Aku pamit. Bilang ke Kak Saebom makasih udah jaga Kakak, jaga kesehatan ya. Dan tolong relain aku biar hidupku tenang, goodbye!"

Good Old Days - KunYangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang