[I] : 11

123 15 0
                                    


Mobil yang dimasuki Kun sudah meninggalkan cafe, membuat Yangyang menghembuskan napas lega. Jaehyun yang melihat bagaimana kedua orang di hadapannya terlihat seperti sedang kejar-kejaran, mengernyit heran.

Dimana Kun secara kebetulan mengingat bau mantan kekasihnya, dan Yangyang yang kebetulan diajak Jaehyun mendatangi cafenya setelah tidak bertemu sangat lama.

"Ga bilang kalau dia kesini?? Sengaja ya lo Bang?"

"Mana ada? Orang dia aja katanya diajak sama Ten ke sini kok,"

"Tipikal orang pacaran banget."

"Mereka pacaran?" Jaehyun memajukan tubuhnya penasaran dengan ucapan Yangyang sebelumnya.

Yangyang mengembuskan napas, apa lagi jika bukan menghabiskan waktu di cafe, hanya berdua?

"Ya iya, kalau cuma berduaan di cafe, ngobrol, bukannya mereka udah pacaran?"

"Hm? Mereka bertiga deh gua ingetnya, sama cewek satu. Siapa ya namanya... Sa– Sabim? Sebim?"

"Saebom?"

"Iya—Woah?!"

Sepertinya Jaehyun bisa kehabisan napas dengan tenaga Yangyang sekarang. Pasalnya, Yangyang menarik bajunya sangat kuat, dengan ekspresi menginterogasi.

Karena tahu dia sudah berada di bawah kekuasaan laki-laki bernama Liu Yangyang, Jaehyun menjelaskan bagaimana bisa Saebom berada di satu meja dengan Kun dan Ten.

Walaupun di akhir kalimatnya, Jaehyun tidak tahu mengapa Kun bisa mengenal Saebom.

Masih belum selesai rasa sakitnya melihat Kun dulu menggendong Ten, ternyata bertambah dengan Saebom yang harusnya sudah menikah. Tapi kenapa bisa berada satu meja dengan mantan pacarnya?

Hingga Jaehyun berceletuk, mengatakan kata-kata menyakitkan yang membekas. "Lagian kalian kan katanya udah putus, masih susah lupain perasaan apa gimana deh lu Yang,"

"Gampang banget Bang lo bilang gitu. Tapi, kalau besok-besok gue dateng ke sini lo masih biarin Kun keliaran depan cafe lo, awas ya."

"Yang punya cafe gue, kenapa gue yang salah elah. Iya deh iya, nurut gua,"

"Bagus. Sana balik kerja, gue pesen Vanilla latte ya."

"Bilang ke kasir lah."

"Siapa ownernya?"

"Yaaa okeee gua yang bilaaang. Puas?"

"Banget, Bang. Makasih ya."

"Eh? Lu sendiri yang bayar kan ya nanti?"

"Yang punya yang traktir–gue bercanda! Jangan pasang wajah ga punya nyawa gitu,"

"Lu harus tau, gua bangun cafe ini pake air mata. Seenaknya bilang gitu sama owner yang ga seberapa kaya ini."

Yangyang tertawa, menyuruh mantan kakak tingkatnya memberitahu pesanannya sebelum dirinya berkemas kembali ke Jerman.

Satu bulan menghabiskan waktu dengan teman dekatnya, mengikuti Kun saat orang itu menerima pasien, Yangyang sangat menikmatinya. Entah kenapa dia tidak peduli jika Kun memang sudah pacaran dengan orang lain, dia lebih suka melihat bagaimana Kun bekerja keras.

Walaupun sebenarnya, Yangyang ketahuan kabur dari orangtuanya dan diberi perintah kembali ke Jerman sebelum nama Yangyang dihapus dari daftar anggota keluarga.

Laki-laki melihat banyak hal yang berbeda di Kun meskipun baru saja berpisah satu tahun.

Dari bagaimana Kun semakin tampan saat memakai baju kerja dan jas putih, terpesona melihat bagaimana pintarnya Kun membantu banyak pasien, dan cerewetnya Kun saat bercerita kepada Ten atau salah satu teman kerja baru Kun.

Yangyang suka, sangat suka. Ia sudah tersihir oleh laki-laki bernama Qian Kun, untuk waktu yang melebihi masa hidupnya di dunia.

Vanilla latte pesanannya datang, dengan ditambah taburan meses khusus dari si pemilik cafe sendiri.

Rasanya sangat manis. Tidak seperti kisah cintanya yang sekarang sedang terjadi, minumannya terasa sangat manis, dan berlebihan.

Ia melamun, memikirkan bagaimana tentang perasaan Kun padanya. Apakah laki-laki itu sudah tidak menyukainya lagi?

Mana mungkin Kun masih menyukainya, laki-laki itu saja sudah memiliki hubungan kekasih dengan sahabat laki-laki itu, Ten.

Waktu-waktu yang dirinya habiskan untuk melihat Kun dari jauh sepertinya membuatnya lupa jika mereka sudah tidak berhubungan lagi.

Yangyang menggaruk rambutnya kesal. Jika saja laki-laki itu tidak menerima handphone baru dari ayahnya, pasti Yangyang akan memberi kabar pada Kun jika ia kembali ke negara tempatnya lahir.

Ia benci merasa takut pada ayahnya, merasa tidak aman jika ayahnya sudah membahas tentang Kun, Yangyang benci menjadi pengecut.

Kun tidak salah sama sekali, laki-laki itu sudah berjuang untuknya satu tahun lalu, tidak seperti dirinya yang pasrah pada keputusan orang tuanya.

Meminum sisa vanilla latte miliknya, Yangyang berdiri menuju kasir untuk membayar pesanannya.

Semua salah Yangyang, jika ia lebih berani mengungkapkan perasaannya, mungkin sekarang dirinya masih bersama Kun menghabiskan hari-hari dengan tertawa.

"Yangyang??"

Yangyang menoleh, melihat Ten menatapnya terkejut dengan laki-laki tidak Yangyang kenal berdiri di samping Ten. "Hai Kak Ten, apa kabar?" tanyanya mencoba ramah.

"Baik... lo, gimana?"

"Kayak gini aja sih, walaupun ga baik-baik aja. Siapa cowok yang ada di samping Kak Ten?"

Baru saja Johnny ingin mengulurkan tangannya dengan senyum jahil, Ten segera mendekati Yangyang mengajaknya mengobrol. "Dia kenalan kakak di kantor, cuma orang aneh, biarin aja. Kapan lo sampe sini? Mau masuk ke cafe?"

Yangyang belum sempat menjawab namun ia sudah masuk kembali ke cafe milik Jaehyun, yang melihatnya bingung.

"Jadi? Kapan sampe sini? Kok gue ga tau lo?"

Mereka berdua duduk berhadapan, dengan Ten dan Yangyang tidak bertatapan satu sama lain. Johnny tidak masuk ke cafe karena ada pertemuan kantor yang tiba-tiba diadakan.

"Udah sampe di sini sebulan yang lalu kok, aku lupa ngasih tau ke Kak Ten aja,"

"Ah... gitu. Nggak ngehubungin Kun juga?"

"Buat apa? Orang kita udah putus. Dia juga udah punya pacar baru."

"Pacar? Emang punya ya?"

"Pacarnya kan Kakak, masa ga tau?"

Jika ucapan itu tidak keluar dari mulut Yangyang, mungkin wajahnya sudah memerah. "Nggak, kita ga pacaran kok," walaupun sebenarnya Ten menginginkannya, itu bukan haknya.

"Bohong."

"Beneran, Yangyang. Kita cuma temen ga lebih ga kurang, percaya deh."

"Kalau gitu kenapa Kak Kun sampai gendong Kak Ten sebulan lalu?"

Mati. Semua pembelaan yang akan Ten keluarkan tidak berlaku lagi. Ten tidak tahu jika ada orang lain yang melihatnya digendong oleh Kun, karena kakinya sedikit terkilir dan susah berjalan.

"Kaki Kakak sakit, Kakak sendiri ga tau kenapa Kun sampe repot-repot gendong Kakak, tapi kita ga pacaran."

"Kakak seneng tuh digendong sama Kak Kun."

"Tapi kita nggak pacaran, Yangyang. Kakak telepon Kun aja ya, biar kamu percaya?"

"Asal jangan bilang aku lagi sama Kakak."

Good Old Days - KunYangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang